
1. KH ZAINUL ARIFIN
2. KH. MASJKUR
3. KH. MUNASIR ALI
4. KH SULLAM SYAMSUN
5. KH. ISKANDAR SULAIMAN
Terlahir dari nasab keturunan bangsawan yang kaya raya. Iskandar Sulaiman tak menampakkan sedikitpun raut kepongahan. Justru ia dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan. Selepas perjalanannya menimba ilmu di Pesantren Tebuireng, dengan kekayaannya digunakannya untuk memakmurkan masyarakat sekitar sekaligus memperkenalkan NU kepada masyarakat. Beberapa unit pendidikan seperti madrasah dan kegiatan penunjang lain turut didirikannya.Namun, karirnya tidak hanya berhenti sebagai seorang pengajar saja. Di masa menjelang dan setelah masa kemerdekaan ia aktif di dunia kemiliteran. Semangat nasionalisme selalu terpancar dari sosoknya. Perjuangan itu terus ia lakukan hingga pangkat terakhir yang pernah ia raih sebagai seorang kolonel.
6. KH. HASYIM LATIEF
Dilahirkan di daerah Sumobito, Jombang pada 17 Mei 1928. Nama lengkapnya ialah Hasyim Latief, ia dikenal sebagai seorang tokoh Hizbullah. Awal karirnya di Hizbullah ia mulai di kala ia berstatus sebagai peserta pada pelatihan opsir Hizbullah di Cibarusa, Bogor (1945) Se-Jawa dan Madura.Disaat Hizbullah Jombang didirikan, Kiai Hasyim Latief lansung menjabat sebagai seorang komandan latihan. Dan ketika kisaran tahun 1947 terjadi peleburan antara TNI dengan Hizbullah, ia masuk ke dalam resimen 293 dengan komandan Letkol KH A Wahib Wahab. Pangkat terakhimya yang ia panggul adalah Komandan Kompi I Yon Munasir. Sayang, perjuangannya harus terhenti pada Mei 2005, pada usia 77 tahun dirinya dipanggil Sang Khalik.
7. KH. ZAINAL MUSTOFA
Nama kecilnya adalah Hudaeni. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan Nawapi dan Ny Ratmah, di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna. Dikenal sebagai salah satu tokoh NU yang memiliki banyak pengikut (baik dari kalangan santri dan masyarakat) sekaligus getol dalam menyemangatkan gerakan perlawanan terhadap penjajahan. Ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda yang kerap disampaikannya dalam ceramah dan khutbah-khutbahnya. Di masa penjajahan Jepang dirinya jugamengatur strategi perlawanan terhadap Jepang. Dengan semangat jihad membela kebenaran agama dan memperjuangkan bangsa, KH Zaenal Mustafa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Pebruari 1944 (1 Maulud 1363 H). Ia juga turut serta mengomandoi perlawanan terhadap Jepang di Sukamanah Tasikmalaya.Namun sayang perjuangannya harus berakhir dibalik jeruji besi. Pesantren yang didirikannya harus ditutup oleh Jepang. Dan atas jasa-jasa itulah kini KH Zainal Mustofa diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
8. H ABDUL MANAN WIJAYA

Namanya cukup melegenda di wilayah Kotatif Batu. Itu karena namanya telah dijadikan sebagai nama jalan, tepatnya Jl. Manan Wijaya, yang membentang di sepanjang daerah Pujon. Nama aslinya Rumpoko, lahir di Pujon pada 1910. ayahnya seorang mandor jalan. Manan Wijaya adalah alumni Pesantren Tebuireng Jombang.
Ketika PETA dibentuk, ia langsung bergabung dengan kesatuan militer Jepang tersebut Meski sebagai tentara aktif, namun sosok santri selalu tampak Ia juga rutin berlangganan Suara NU dan Suara Ansor dari Surabaya. Setelah menjadi pembicara dalam rapat akbar di Tebuireng (1967) dan menyebut “Hamid Roesdi itu Ketua Ansor” ia diMabeskan hingga pensiun. Pensiun dengan pangkat terakhir Brigjen. Jenazah dimakamkan di Desa Sisir Kecamatan Batu, atas permintaan sendiri, karena tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
9. HAMID ROESDI
Nama Hamid Roesdi telah menjadi legenda pahlawan masyarakat Kota Malang, sama halnya nama Bung Tomo untuk masyarakat Sura¬baya. Bahkan nama Hamid Roesdi tidak hanya dijadikan sebagai nama jalan di pusat kota, tapi juga nama terminal diKedungkandang. Patungnya juga dapat dilihat di Malang. Lahir di Sumbermanjing Kulon (Pagak) Malang Selatan pada 1917. Ia putera ke empat H Umar Roesdi.
Di masa penjajahan Jepang ia masuk pendidikan perwira Bo Ei Gyugun Kanku Kyokutai di Bogor, kemudian menjadi Cudancho PETA di Malang Syu Dai I Daidan (Dai I Cudan) yang berkedudukan di Glagah Aren Sumbermanjing.
Awal 1947 diangkat sebagai komandan Resimen Infantri 38 Divisi VII Untung Suropati dan sebagai Ko¬mandan Pertahanan Daerah Malang berkedudukan di Pandaan Pasuruan. Pada waktu penumpasan PKI Muso (Madiun Affair) ia menjabat Komandan Komando Penumpasan PKI Muso di daerah Malang Selatan (Turen-Donomulyo).
Menghadapi Clash II Belanda menjabat Komandan Sub Wherkreise I dan memimpin gerilya di daerah pendudukan Malang Timur dengan pangkat mayor. Pada 8 Maret 1949 ia gugur bersama pasukannya di daerah Wonokoyo, Kedungkandang pukul 03.00 dinihari.






ahmad subhan31/03/2013 at 16:03
koQ namanya KH Mahfudz dari kebumen ga ada, padahal beliau pemimpin Hizbullah jawa bag selatan, sampai2 kartosuwiryo iri hati dengan pengaruhnya
Muin Ag20/05/2013 at 04:19
OK