Pentingnya Berazam Dalam Beribadah

Sarkub Share:
Share

Shalat hukumnya wajib dikerjakan, dengan waktu yang MUWASSA’ / dilonggarkan hingga sampai pada satu waktu yang cukup untuk mengerjakan shalat serta muqaddimahnya ( seperti bersuci / menutup aurat dan lain-lain ).

Soal berazam melakukan Ibadah yang diwajibkan syara’ ini ada dua pendapat yang berbeda ;

Pendapat pertama adalah wajib berazam tersebut setiap kali masuk waktu ibadah-ibadah yang bersangkutan. Meskipun dilonggarkan waktunya tetapi seseorang ketika datang waktu shalat maka dia wajib berazam ( berkeinginan ) di dalam hatinya bahwa dirinya nanti akan melakukan shalatnya di waktu tersebut .
Jika seseorang telah datang waktu shalat, dan dirinya tidak perduli begitu saja sehingga hatinya tidak ber azam melakukan shalat, maka dia dianggap telah berdosa meskipun pada kenyataannya dia nanti melakukan shalat juga.

Pendapat kedua adalah azam ( keinginan melaksanakan ibadah ) tersebut telah dianggap ada saat seseorang menyatakan keislamannya. Begitu seseorang menyebut kalimah syahadat misalnya, atau begitu seseorang meyakini keislaman sebagai agamanya misalnya, maka pada saat itulah dia dianggap telah menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya. Tidak perlu lagi baginya setiap kali masuk waktu ibadah-ibadah dia senantiasa berazam di hati untuk akan menjalankannya .

Pendapat kedua itu lebih meringankan ummat, terutama bagi orang – orang awam kebanyakan. Pendapat pertama adalah Azimah ( hukum yang kokoh ) yang layak di sandang oleh seorang mukmin yang kuat .

Dalam Syarah Yaqutun Nafis dikatakan : “ Jika datang tahun baru dan seorang muslim tidak terbersit di dalam hatinya azam ….”

Oh, andai ditahun ini aku dikaruniai rejeki yang cukup dan kemampuan untuk pergi Haji maka niscaya aku akan melakukannya…Maka sungguh orang tersebut bukanlah muslim yang baik . Dia adalah seorang muslim yang mengabaikan kemaslahatan agamanya sendiri … “

Begitulah kiranya keadaan seorang muslim yang baik dan kuat. Dia banyak mempunyai niatan -niatan yang baik serta cita-cita yang luhur. Perkara apakah di kemudian hari apa yang di niatkan, apa yang dicita-citakan tersebut dapat kesampaian atau tidak, itu bukan masalah .

Setidaknya dengan banyaknya niat serta cita-citanya, dirinya di akhirat mendapat banyak ganjaran dan pahala dari niatan – niatannya itu.

Dalam cerita israiliyyat 

ada seorang lelaki berjalan melewati segundukan bukit pasir, Saat itu di daerahnya sedang dilanda kelaparan. Tiba-tiba hati lelaki itu berkata : “ Ya Allah …Andai saja bukit pasir itu adalah onggokan-onggokan gandum, maka semuanya akan aku infakkan kepada kaumku yang sedang kelaparan …”

Dikisahkan di akhirat kemudian, lelaki tersebut takjub dan heran membaca ada banyak pahala sedekah gandum yang tertulis di buku amalnya, sedangkan dia tahu bahwa dia tidak pernah melakukan sedekahnya seperti itu.

Lelaki                     : “ Ya Rabbi … Apakah gerangan ini ? “
Allah menjawab : “ Itu adalah pahala dari niatan yang sempat terbersit di dalam hatimu, andai onggokan bukit pasir itu adalah gandum maka kamu akan menginfakkannya kepada kaummu yang kelaparan itu …”

 

Maka di awal tahun baru ini mari kita banyak berniat, banyak ber azam, banyak bercita-cita untuk melakukan segala jenis kebaikan serta ibadah di tahun ini seandainya diberi oleh Allah kesempatan dan kemampuan. Meskipun di akhir tahun nanti banyak niat dan cita-cita kita yang belum terselesaikan, Allah telah menulis pahala-pahalnya di buku catatan amal kita.

 

“Niyyatul mukmin khoirun min amalih … “  

Niat seorang mukmin itu lebih bernilai dibanding ( perwujudan ) amalnya. 

Sumber : Isi Kuliah Fiqih UMI oleh KH Muhajir Madad Salim, Mkub

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan