Kajian Tafsir Surat Alam Nasyrah ayat ke-2

Sarkub Share:
Share

grfino009rf

وو ضعْنا عنك وزْزك

Kata Wadho’a di dalam bahasa arab bisa memiliki dua makna : meringankan dan membebankan. Jika kata wadho’a dipertemukan dengan huruf jar ‘alaa ( وضع على) maka artinya adalah membebankan-membawakan.Sedangkan jika wadho’a dipertemukan dengan huruf jar ‘an (وضع عن ) maka maknanya adalah meringankan-menurunkan.

Al-Wizru (الوزر) artinya beban yang berat. Dan di antara makna yang demikian tersebut diisyaratkan dalam ayat :
حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا “sampai peperangan itu meletakkan beban beratnya”. Dari makna ini pula diambil pengertian istilah al-waziir (الوزير – menteri) sehingga maknanya adalah orang yang menanggung beban berat dan tugas kesibukan pemimpinnya.

Sedangkan menurut pengertian syariat “al-wizru” (الوزر) artinya adalah dosa sebagaimana dalam hadis :

«وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ»
“Barang siapa yang memelopori suatu kebiasaan buruk maka dosanya akan dibebankan atasnya dan juga dosa orang yang ikut mengamalkanya sampai kelak hari kiamat.”

Jadi para ulama dalam menafsirkan lafadz “al-wizru” (الوزر) mempunyai beberapa pandangan di antaranya :
– Imam Al-muhasibi berkata : yakni beratnya dosa yang belum dimaafkan oleh Allah SWT;
– Bermakna beratnya keprihatinan Beliau atas apa yang terjadi terhadap ummatnya sedangkan Beliau tidak mampu merubahnya padahal Beliau adalah orang yang sangat sayang terhadap ummatnya;
– Bermakna : yakni Kami ringankan dari mu berbagai macam beratnya tugas kenabian dan dakwah sehingga tidak memberatkan Beliau;
– Bermakna : di awal Beliau menerima wahyu terasa sangat berat sampai Beliau merasa takut jika terjadi sesuatu terhadap kesadaran akalnya sampai Beliau hendak menjerumuskan dirinya dari atas gunung. Lantas menampaklah malaikat jibril dalam rangka memantapkan hati Beliau dan mengukuhkan bahwa Beliau memang adalah benar seorang Nabi sehingga setelah itu Beliau merasa lebih ringan dan yakin di dalam menerima dan menjalankan wahyu dari Allah SWT;
– Imam Abu Hayan mengatakan : itu adalah ungkapan sindiran akan kemaksuman (keterjagaan) Rasulullah SAW dari segala dosa dan segala cela;

Jadi yang dimaksudkan dalam ayat ini dengan wizru bukan bermakna dosa, kemasiatan atau kesalahan sebab para Rasul itu semuanya Ma’shum (terjaga) dari melakukan perbuatan dosa. Akan tetapi yang dimakasudkan di sini adalah perbuatan Rasulullah yang timbul dari hasil ijtihad Beliau yang nilainya tidak sampai ke derajat perbuatan yang paling utama yakni perbuatan yang ‘khilaful aula’(sehingga turun ayat yang menegur Beliau-pen) .

Contoh hasil ijtiihad Beliau yang khilaful Aula adalah bagaimana Beliau memberi izin orang munafiq untuk tidak ikut di perang Tabuk (Turun teguran dari Allah surat At-Taubah ayat 43 ) 

"Semoga Allah mema'afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?"

bagaimana Beliau mengambil tebusan atas tawanan perang Badar (turun teguran dari Allah di surat al-Anfal ayat 67-68), 

67. Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

68. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.

Bagaimana Beliau lebih mementingkan pembesar Qurasy dan berpaling muka dari orang buta (turun teguran dari Allah SWT di surat Abasa) dan sebagainya.

Dari sini kemudian dikembangankan tentang pembahasan kema’shuman para Nabi wa bil Khusus Nabi Muhammad SAW. Maka dalam hal ini ada beberapa point :
– Kema’shuman Rasulullah SAW sebelum jadi Nabi dibagi dua pembahasan; 1. Dari dosa besar, 2. Dari dosa kecil.
– Kema’shuman Rasulullah SAW setelah menjadi Nabi

Adapun sebelum masa kenabian maka wajib bagi kita meyakini secara pasti bahwa Rasulullah SAW Ma’shum (terjaga) dari dosa Besar. Sebab Beliau sejak kecil dalam keadaan dipersiapkan oleh SWT untuk menjadi seorang Nabi. Dan Dada Beliau telah dibelah di masa Beliau menyusui dan dikeluarkan dari dadanya akan bagian syetan. Kemudian jika memang benar pernah terjadi dari Beliau suatu dosa besar maka mereka orang kafir akan menfonis Beliau atas perbuatan dosa besar masa lalunya tersebut di saat Beliau menawarkan dan mendakwahkan ajarannya kepada mereka, sebagaimana kita terkadang mencemooh seorang ustadz yang mempunyai masa lalu kelam dengan perkataan “ahh kamu dulu juga perbuatannya tidak benar” dsb. Dan yang demikian ini tidak pernah disebutkan sama sekali dan tidak ada dalam sejarah Beliau.

Tinggallah sekarang permasalah dosa kecil sebelum masa kenabian.. (Bersambung)

( Oleh: Ust. Ahmad Said, Majelis Ta'lim Darul Futuh, Bogor)

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan