Tak ‘kan Sebanding Jasa Ibu…

Sarkub Share:
Share

”Wahai sahabatku, sesungguhnya satu hentakan seorang ibu pada saat melahirkan anaknya tidaklah akan sebanding dengan apa yang dilakukan seorang anak meskipun dia menggendong ibunya itu dengan berjalan kaki bolak-balik sebanyak empat puluh kali dari negeri yang jauh menuju Makkah.”

Nabi SAW bersabda, ‘Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dia termasuk orang yang beruntung. Barang siapa hari ini sama dengan hari sebelumnya, ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin, ia termasuk orang yang celaka.’

Di antara hal yang sangat penting untuk kita evaluasi adalah sejauh mana bakti kita kepada kedua orangtua, khususnya ibu. Karena, orangtua adalah pintu kita menuju Allah SWT, keramat kita untuk selalu dekat dengan rahmat Allah.

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi SAW, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana seandainya aku telah menunaikan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, dan haji ke Baitullah, apakah yang akan aku dapatkan?’

‘Barang siapa melakukan semua itu, dia digolongkan bersama para nabi dan siddiqin, kecuali bila orang tersebut mendurhakai orangtua,’ jawab Nabi SAW.

‘Wahai Rasulullah, saya memiliki seorang ibu. Ia saya jadikan sebagai ratu, hidupnya saya bahagiakan, dan keperluannya saya layani sepenuhnya. Apakah semua itu dapat menyamai apa yang dilakukan oleh ibuku terhadap diriku?’ tanya sahabat itu lagi.
‘Wahai sahabatku, sesungguhnya satu hentakan seorang ibu pada saat melahirkan anaknya tidaklah akan sebanding dengan apa yang dilakukan seorang anak meskipun dia menggendong ibunya itu dengan berjalan kaki bolak-balik sebanyak empat puluh kali dari negeri yang jauh menuju Mekkah,’ Nabi kembali menjelaskan.

‘Wahai Nabi, berikanlah aku nasihat agar aku selamat di dunia dan akhirat.’

‘Bila engkau menunaikan hak keduanya (hak kedua orangtua), bagi setiap suapan yang engkau berikan kepada ibumu, niscaya Allah akan bangunkan bagimu sebuah istana di surga,’ jawab Nabi menegaskan.

Nabi juga bersabda, ‘Barang siapa lebih mengutamakan istrinya dibanding ibunya, dia akan mendapatkan laknat dari Allah dan tidak akan menerima darinya shalat fardu ataupun sunnahnya.’ Beliau juga bersabda, ‘Apabila seorang anak membawa makanan ke dalam rumahnya lalu kedua orangtuanya melihat makanan itu dan ia tidak memberikannya, Allah akan melaparkannya kelak pada hari Kiamat.’

Rasulullah juga mengatakan, ‘Apabila seorang anak berani mengangkat jari telunjuknya di hadapan wajah kedua orangtuannya, Allah akan melumpuhkannya pada saat berjalan di atas shirath.’ Beliau juga bersabda, ‘Doa kedua orangtua bagi anaknya seperti doa Nabi bagi umatnya.’

Selanjutnya hal lain yang juga perlu dievaluasi adalah sejauh mana kita mengingat kematian dan membekali diri untuk memasuki gerbang kematian.

Imam Syafi`i dalam syairnya berwasiat:

Bekalilah dirimu dengan taqwa
Tahukah engkau
bila malam menjelang
apakah engkau tahu
apakah akan tetap hidup
hingga datangnya fajar

Berapa banyak orang yang sehat
mati tiada penyakit menimpanya
Berapa banyak orang yang berat dalam sakitnya
berumur panjang dalam kehidupannya
Berapa banyak anak muda
pagi dan sore dalam keadaan lalai
kain kafan telah membungkusnya
namun dia tak mengetahuinya

Perhatikanlah bagaimana seorang raja yang membentengi istananya dengan benteng yang teramat kokoh dan tinggi. Setiap pintu dijaga dengan pengawalan yang ketat, bahkan tikus pun tidak dapat masuk, namun bila Izrail datang menghampiri, tidak seorang pun yang dapat melihatnya. Raja pun tewas di istananya dalam keadaan terbujur kaku.”

anak yang telah berbakti kepada orangtua sebagaimana mestinya, menunaikan hak-haknya, tidaklah berlaku sumpah serapah orangtua kepadanya, karena Allah Maha Mengetahui apa yang dilakukan hamba-hamba-Nya.”

Suatu ketika, Nabi SAW bertanya kepada Malaikat Jibril, ‘Wahai kekasihku, apabila datang hari raya ‘Idul Fithri, siapakah orang yang pertama kali aku kunjungi?’

‘Wahai kekasih Allah, yang pertama kali engkau kunjungi adalah orang yang telah melahirkanmu,’ jawab Jibril.

‘Lalu siapa lagi,’ tanya Nabi lagi.

’Orang yang menikahkanmu (mertua),’ jawab Jibril.

’Lalu siapa lagi,’ Nabi kembali bertanya.

’Orang yang mengajarimu (guru),’ jawab Jibril kepada Nabi SAW.

kewajiban orangtua terhadap anak, dan bagaimana kiat kita untuk membentuk anak yang shalih?” tanya Adi S. dari Tangerang.

“Nabi SAW bersabda, ‘Wahai kaum laki-laki, takutlah kalian kepada Allah dalam urusan wanita. Sesungguhnya mereka adalah amanat yang Allah titipkan kepada kalian. Barang siapa tidak memerintahkan istri-istrinya untuk mendirikan shalat dan tidak pula mengajarkannya, sungguh ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.’

Allah SWT berfirman, ‘Jagalah diri kalian dan keluarga kalian.’ Para ulama menafsirkan, maksud firman Allah itu adalah mengajarkan kepada mereka syari’at Allah dan Rasul-Nya.

Dalam sebuah riwayat Nabi SAW menjelaskan, seseorang telah memenuhi segala permintaan anak dan istrinya, uang dia berikan, perhiasan, mobil mewah, dan sebagainya dia juga berikan, ibadah juga tidak pernah ia tinggalkan, namun ia lupa mengajarkan syari’at Allah, perintah-perintah agama, kepada anak dan istri. Maka, setelah ia meninggal, pada saat hendak menuju ke dalam surga, anak dan istrinya berdiri menghalanginya dan berkata, ‘Ambil hak kami dari orang ini, sesungguhnya dia tidak mengajarkan kepada kami urusan agama sehingga kami tidak melakukan ibadah.’

Nabi SAW juga bersabda, ‘Cukuplah dicatat sebagai dosa pada diri seseorang pada saat dia menyia-nyiakan orang-orang yang menjadi tanggungannya.’

Nabi SAW bersabda, ‘Barang siapa meninggalkan satu shalat dengan sengaja, namanya tertulis di pintu neraka.’ Di hadits yang lain, Nabi SAW menjelaskan bahwa, bila terdapat keluarga yang meninggalkan shalat, pada hari itu Allah turunkan 70 laknat terhadap keluarga itu.

Dalam kitab `I`anah Ath-Thalibin diceritakan, ada seorang ahli maksiat memiliki istri yang shalihah. Di antara keistimewaan yang dimiliki istri itu adalah tidak pernah meninggalkan membaca basmalah dalam urusan apa pun.

Melihat kebiasaan tersebut, suami yang ahli maksiat itu merasa tidak senang terhadapnya. Ia pun mencari cara agar sang istri meninggalkan kebiasaannya tersebut. Ia bertanya kepada teman-temannya agar menemukan cara menghilangkan kebiasaan istrinya itu.

Seorang temannya mengusulkan agar si suami mencoba sarannya. Yaitu dengan cara memberikan amanah berupa uang atau perhiasan kepada istrinya, lalu amanah itu hendaklah diambil tanpa sepengetahuan sang istri, sehingga dengan hilangnya amanah itu sang istri tidak lagi percaya kepada basmalah yang selalu dibacanya.

Saran itu pun dilaksanakannya. Sekantung uang diberikannya kepada sang istri. Setelah uang itu disimpan di lemari penyimpanan oleh istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri ia pun melaksanakan niat buruknya. Ia mengambil kantung uang tersebut dan mengunci kembali lemari seperti semula, seakan-akan tidak ada seorang pun yang mengetahuianya. Uang itu ia buang jauh-jauh di sebuah sumur yang sangat dalam.

Keesokan harinya, ia pun menanyakan uang yang diamanahkan itu kepada istrinya.

Sang istri yang shalihah itu pun segera menuju lemari tempatnya menyimpan uang untuk membukanya.

Sebelum membuka lemari, seperti biasa ia mengucapkan ’Bismillahirrahmanirrahim’. Pada saat itulah Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk mengembalikan uang yang telah dibuang si suami ke tempatnya semula. ’Wahai Jibril, kembalikanlah uang itu ke tempatnya semula, Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan hamba-hamba-Ku yang selalu menyebut nama-Ku!’

Penggalan kisah ini merupakan bagian dari suri teladan yang mesti dilakukan oleh siapa pun, terutama para orangtua, sebelum mengajak orang lain atau anak-anaknya untuk senantiasa mengerjakan perintah-perintah Allah SWT. Karena, tanpa suri teladan yang baik, sangatlah sulit memiliki putra-putri yang shalih sebagaimana yang diharapkan.”

(Sumber : Majalah Alkisah)

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan