Adab Menghormati Ilmu, Nasihat Imam Abu Hanifah

Adab menghormati ilmu
Sarkub Share:
Share

Dalam dunia pendidikan agama, adab menghormati ilmu dan para ulama bukan hanya sekadar etika, melainkan bagian integral dari proses menuntut ilmu itu sendiri. Salah satu nasihat emas yang patut direnungkan datang dari Imam Abu Hanifah rahimahullah, seorang ulama besar dan pendiri mazhab fikih Hanafi. Beliau pernah berkata kepada para muridnya:

  عَظِّمُوا عَمَائِمَكُمْ وَوَسِّعُوا أَكْمَامَكُمْ، وَإِنَّمَا قَالَ ذَلِكَ لِئَلَّا يَسْتَخِفَّ بِالْعِلْمِ وَأَهْلِهِ

Besarkanlah sorban kalian dan lapangkanlah lengan baju kalian, dan beliau mengatakan hal itu agar ilmu dan ahlinya tidak dipandang remeh.”

Pada permukaan, nasihat ini tampak berkaitan dengan penampilan fisik — sorban dan lengan baju. Namun, jika ditelisik lebih dalam, pesan Imam Abu Hanifah jauh melampaui aspek pakaian. Ini adalah simbol penghormatan terhadap ilmu dan para penuntutnya.

 

Simbol Kewibawaan dan Keseriusan

Dalam budaya Islam klasik, sorban dan pakaian longgar adalah ciri khas para ulama. Sorban melambangkan kewibawaan, keseriusan, dan kedalaman ilmu. Lengan baju yang lapang menunjukkan keterbukaan, ketenangan, dan kesiapan untuk menerima serta menyebarkan ilmu. Dengan membesarkan sorban dan melapangkan lengan, para murid diingatkan untuk tampil dengan sikap yang mencerminkan kehormatan ilmu yang mereka pelajari.

Imam Abu Hanifah sangat memahami psikologi masyarakat. Penampilan luar sering kali menjadi pintu pertama bagi orang lain untuk menilai isi dalam. Jika seorang penuntut ilmu tampil sembarangan atau tidak mencerminkan keseriusan, masyarakat bisa meremehkan ilmu yang dibawanya — bahkan meremehkan ilmu itu sendiri.

 

Menghindari Penghinaan terhadap Ilmu

Tujuan utama nasihat ini, sebagaimana disebutkan dalam riwayat, adalah “لئلا يستخف بالعلم وأهله” — agar ilmu dan ahlinya tidak dipandang remeh. Ini adalah prinsip penting dalam pendidikan Islam: menjaga martabat ilmu dan ulama agar masyarakat tetap menghargai dan menghormatinya.

Di era modern, meskipun sorban dan jubah mungkin tidak lagi menjadi pakaian sehari-hari, esensi nasihat ini tetap relevan. Penuntut ilmu agama harus tampil dengan sikap, tutur kata, dan perilaku yang mencerminkan kematangan, kesopanan, dan integritas moral. Karena ketika masyarakat melihat seorang penuntut ilmu bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan, maka ilmu itu sendiri bisa kehilangan wibawanya di mata publik.

 

Relevansi di Era Digital

Di zaman media sosial, di mana citra diri sangat mudah dibentuk dan dihakimi, nasihat Imam Abu Hanifah justru semakin penting. Seorang dai, guru, atau penuntut ilmu agama harus menjaga citra dirinya — bukan untuk pamer, tapi untuk menjaga kehormatan ilmu yang disampaikan. Konten yang dibagikan, gaya bicara, cara berpakaian, hingga interaksi sehari-hari harus mencerminkan keagungan ilmu yang dimilikinya.

 

Penutup: Ilmu yang Diiringi Adab

Imam Syafi’i pernah berkata, “Barang siapa yang menuntut ilmu, hendaklah ia memulainya dengan adab sebelum ilmu.” Nasihat Imam Abu Hanifah tentang sorban dan lengan baju adalah bentuk adab dalam menuntut ilmu — adab lahir yang mencerminkan adab batin.

Mari kita jadikan nasihat adab menghormati ilmu ini sebagai pengingat: bahwa ilmu agama bukan hanya soal hafalan atau pemahaman teks, tapi juga tentang bagaimana kita menghormati, menjaga, dan menyampaikannya dengan cara yang mulia. Karena ilmu yang dihormati, akan menghormati pemiliknya. Dan ilmu yang dijaga wibawanya, akan terus menjadi cahaya bagi umat.

 

Pustaka Menyan

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan