Nabi Adam pun Bertawassul pada Nabi Muhammad SAW

Sarkub Share:
Share

“Engkau benar, wahai Adam. Sesungguhnya dia adalah makhluk yang paling Aku cintai. Berdoalah kepadaku dengan haknya, niscaya Aku mengampunimu. Jika bukan karena Muhammad, niscaya tidak Aku ciptakan dirimu.”

Bila jalan untuk mendapatkan rahmat dan ampunan Allah, sebagaimana dikatakan oleh para ulama, sebanyak bilangan napas setiap makh­luk Allah, tawasul kepada Rasulullah SAW dalam berbagai hajat dan kondisi adalah salah satu jalan paling agung untuk mendapatkan limpahan curahan rahmat dan kasih sayang Allah SWT.

Hakikat itulah yang tidak tersamar sedikit pun dalam pandangan para ahli ma’rifah di dalam setiap gerak-gerik dan upaya mereka meraih limpahan karunia Ilahi. Karenanya tak mengherankan jika mereka kemudian menjadikan tawasul sebagai bagian terindah dalam setiap rangkaian doa yang mereka panjatkan.

Dalam syair Burdah-nya yang ter­amat indah dan termasyhur, Imam Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id Ash-Shanhaji Al-Bushiri mengung­kapkan bait-bait tawasui kepada Rasul­ullah SAW:

Wahai makhluk yang paling mulia Tiada ada satu apa pun yang ‘ku bersandar padanya selain engkau di saat turunnya bencana yang menimpa seluruh makhluk

Wahai Rasulullah,

sungguh tiada berkurang derajatmu karenaku

di saat Yang Maha Pemurah bertajalli dengan asma-Nya Yang Maha Pendendam

Dahsyatnya tawasul tidak hanya di­kenal oleh umat Islam, melainkan sudah dikenal oleh umat-umat penganut aga­ma samawi sejak dahulu kala, sebagaimana dinukilkan dalam kitab-kitab ula­ma. Karena manusia yang pertama kali bertawasul adalah ayah semua manu­sia, yakni Nabi Adam AS.

Dari Umar RA, Rasulullah SAW ber­sabda, “Setelah Adam mengakui kesa­lahan yang dilakukannya, ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, Aku memohon dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuniku.’

 

Allah berfirman, ‘Wahai Adam, bagai­mana engkau tahu Muhammad padahal Aku belum menciptakannya.’

Adam menjawab, ‘Wahai Tuhanku, (aku mengetahuinya) karena setelah Engkau menciptakanku dengan tangan- Mu dan Engkau tiupkan ruh-Mu kepada­ku, aku menengadahkan kepalaku, maka aku lihat di atas tiang-tiang arsy tertulis La ilaha illallah Muhammadur rasulullah (Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah rasul Allah). Aku pun tahu bahwa sesungguhnya tiadalah Engkau menyandarkan suatu nama ke­pada nama-Mu kecuali ia makhluk yang paling Engkau cintai.’

 

Allah berfirman, ‘Engkau benar, wahai Adam. Sesungguhnya ia adalah makhluk yang paling Aku cintai. Berdoa­lah kepadaku dengan haknya, niscaya Aku mengampunimu. Jika bukan karena Muhammad, niscaya tidak Aku ciptakan dirimu.”

Lewat jalur yang berbeda, sebagai­mana diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, dari Ibn Abbas, terdapat tambahan lafazh, “Allah berfirman, ‘Jika bukan karena Muhammad, niscaya tidak Aku ciptakan Adam, tidak pula surga, dan tidak pula neraka’.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Al-Hafizh As- Suyuthi dalam Al-Khashaish an-Naba- wiyah, Al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah, dan Ath-Thabarani dalam Al- Awsath.

Dalam riwayat yang lain, sebagai­mana dikeluarkan oleh Ibnul Mundzir da­lam tafsirnya, dari Muhammad Bin Ali bin Husain bin Ali ‘alaihimus salam, ia ber­kata, “Setelah Adam melakukan kesa­lahan, teramat beratlah duka yang di­rasakannya dan teramat mendalam pe­nyesalannya. Kemudian datanglah Jibril menemuinya dan berkata, ‘Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pintu taubatmu yang Allah akan mengampuni­mu melalui pintu itu?’

Adam menjawab, ‘Tentu, wahai Jibril.’

Jibril berkata, ‘Berdirilah, wahai Adam, duduklah di tempat engkau ber­munajat kepada Tuhanmu. Agungkanlah Dia dan pujilah, karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang lebih Allah sukai daripada pujian.’

Adam bertanya kembali, ‘Lalu apa yang harus aku ucapkan, wahai Jibril?’

Jibril berkata, ‘Ucapkanlah: Tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha satu, tiada sekutu bagi-Nya. Hanya bagi-Nyalah segala kekuasaan dan hanya milik-Nya- lah segala pujian. Yang Maha Meng­hidupkan dan Mematikan. Dia Mahahidup dan tidak akan pernah mati. Di tangan- Nya-lah segala kebaikan dan Dia Maha­kuasa atas segala sesuatu.’ Setelah itu engkau akui kesalahanmu dan ucapkan, ‘Mahasuci Engkau, ya Allah. Dengan se­gala puji bagi-Mu, tiada Tuhan selain Engkau, wahai Tuhanku, sungguh aku te­lah berbuat zhalim terhadap diriku sendiri dan aku telah perbuat keburukan, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni selain Engkau. Ya Allah, Aku memohon kepada-Mu dengan kedudukan Muhammad, hamba-Mu, dan dengan kemuliaannya di hadapan-Mu, agar Engkau mengampuniku atas kesalahanku.’

Maka Adam pun melakukannya.

Lalu Allah berkata, ‘Wahai Adam, siapa yang mengajarimu hal itu?’

Adam menjawab, ‘Wahai Tuhanku, sesungguhnya setelah Engkau meniup­kan ruh-Mu dan aku telah menjadi manu­sia seutuhnya dan aku dapat mende­ngar, melihat, memikirkan, dan meng­amati, aku melihat di sisi arsy-Mu tertulis Bismillahirrahmanirrahim, la Ilahaillallah wahdahu la syarikalah Muhammadur rasulullah. Dan setelah aku tidak melihat setelah nama-Mu nama seorang malaikat muqarrabun dan tidak pula nama se­orang nabi yang diutus pun selain nama­nya, mengertilah aku bahwa sesungguh­nya ia adalah makhluk paling mulia di sisi-Mu.’

Allah berfirman, ‘Engkau benar. Dan sungguh Aku telah menerima taubatmu dan mengampunimu’.”

(Dikutip oleh SARKUB.COM dari Majalah Alkisah No. 8 / 2012)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

3 Responses

  1. muhamad darmadi30/08/2012 at 11:40Reply

    Mohon pencerahannya, bagaimana tanggapannya ada yang mengatakan hadis di atas termasuk doif, terima kasih

    • Sufi29/05/2016 at 19:36Reply

      Bener… tapi bukan doif melainkan mursal atau kata lain mendekati palsu….

  2. wong awam24/02/2015 at 12:09Reply

    Pak Kyai.. kenapa Allah bertanya kepada Nabi Adam AS
    “Lalu Allah berkata, ‘Wahai Adam, siapa yang mengajarimu hal itu?’”

    Padahal Allah Maha Mengetahui,, mohon penjelasannya pak Kyai…

Tinggalkan Balasan