Bermazhab Atau Mengamalkan Satu Mazhab?

Sarkub Share:
Share

Ada sebagian umat Islam yang dengan keras menolak mazhab fiqih, namun tanpa disadari telah mengamalkannya setiap saat.

Padahal mengamalkan mazhab (bermazhab) merupakan perintah al-Qur’an, yang merupakan esensi dalam menjalankan perintah Allah untuk mengikuti para ‘ulama sebagai ahli waris Nabi shalallahu’alaihi wasallam . Sebab mengikuti pendapat ‘ulama, pada dasarnya bermazhab terhadap pendapat ulama tersebut.

Di sisi lain, muncul kesalah pahaman terkait istilah bermazhab. Di mana istilah ini, seringkali dipahami dengan makna mewajibkan diri atau orang lain untuk mengikuti satu mazhab tertentu. Meskipun tanpa disadari mereka yang menolak mazhab yang diakui dalam sejarah Islam, lebih mengidolakan dan mewajibkan orang lain untuk mengikuti “mazhab” tertentu pada hari ini, yang sama sekali belum teruji atau melalui proses seleksi alam, sebagaimana dilalui 4 mazhab fiqih yang ada.

Imam azd-Dzahabi (wafat 748 H) seorang ulama besar sekaligus seorang sejarawan ternama, menjelaskan bagaimana kondisi sebagian mazhab-mazhab fiqih pada rentang abad 3 hingga 6 Hijriyyah dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’

“Demikian pula mazhab al-Awza’i sempat masyhur dalam masa tertentu, namun penganutnya sedikit demi sedikit berkurang hingga tiada terdengar lagi. Demikian pula mazhab Sufyan dan lainnya. Hingga tiada tersisa saat ini kecuali empat mazhab saja (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali)…Sementara mazhab Abu Tsaur juga hilang setelah abad ke 3 H, demikian pula penganut mazhab Dawud azh-Zhahiri kecuali sedikit yang tersisa. Adapun mazhab Ibnu Jarir, hanya bertahan beberapa masa setelah abad ke 4 H.”

Bermazhab Atau Mengamalkan Satu Mazhab?

Para ulama sepakat (kecuali kelompok sesat qadariyyah dan Mu’tazilah Baghdad) akan wajibnya masyarakat awam yang bukan mujtahid untuk taqlid kepada mazhab tertentu dalam masalah-masalah ijtihadiyyah (fiqih), dalam arti bermazhab dengan mazhab tersebut. Bahkan Ibnu Qudamah (wafat 620 H) menghukuminya sebagai kewajiban .

Sebagaimana pendapat ini diamini pula oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam I’lam al-Muwaqqi’in dan Imam asy-Syaukani, dalam Irsyad al-Fuhul . Dua tokoh yang sering dirujuk oleh mereka yang menolak taqlid mazhab.

Bahkan Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) menjelaskan bahwa kepentingan masyarakat awam (muqallid awam) pada dasarnya bukanlah bagaimana mereka harus tahu dan meneliti dalil al-Qur’an dan Sunnah atas amalan beragama mereka. Sebab pengetahuan tentang dalil adalah kewajiban ‘ulama, sedangkan masyarakat awam cukup bagi mereka merujuk kepada ahlinya dalam menjalankan agama mereka. Beliau berkata dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulum ad-Din.

وإنما حق العوام أن يؤمنوا ويسلموا ويشتغلوا بعبادتهم ومعايشهم ويتركوا العلم للعلماء فالعامي لو يزني ويسرق كان خيراً له من أن يتكلم في العلم فإنه من تكلم في الله وفي دينه من غير إتقان العلم وقع في الكفر من حيث لا يدري كمن يركب لجة البحر وهو لا يعرف السباحة

“Sesungguhnya kepentingan orang-orang awam adalah mereka cukup beriman, berislam, dan sibuk dengan ibadah dan maisyah/mencari nafkah mereka. Dan menyerahkan kesibukan menuntut ilmu kepada ulama. Seorang awam seandainya ia berzina atau mencuri, itu lebih baik baginya, dari pada ia berbicara tentang ilmu. Sebab jika ia berbicara tentang ilmu dan agamanya tanpa memiliki kecukupan dan kecakapan ilmu, ia dapat jatuh kepada kekufuran tanpa ia sadari. Seperti seorang yang berenang dalam arus ombak laut, padahal ia tidak mengetahui cara untuk berenang.”

Namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah jika hukum bermazhab adalah boleh bahkan wajib bagi orang awam, maka apakah wajib mengamalkan satu mazhab atau boleh saja berpindah-pindah mazhab? Pertanyaan inilah, yang umumnya dipahami banyak orang sebagaimana makna bermazhab. Padahal mengamalkan satu mazhab menurut mayoritas ulama tidaklah wajib, sedangkan hukum bermazhab bagi awam adalah wajib.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan