Sampainya Pahala Untuk Mayit Menurut Ulama Rujukan Wahabi

Sarkub Share:
Share

Salah satu hal yang berkaitan dengan permasalahan orang meninggal adalah menghadiahkan pahala untuk mayit. Dalam syari’ah Islam ada beberapa amaliah yang dapat membantu orang yang telah meninggal. Amaliah yang dilakukan bisa berupa do’a atau selainnya. Transfer pahala adalah suatu pahala yang telah ulama kita lakukan sejak zaman dahulu sampai sekarang. Sangat aneh jika menghadiahkan pahala untuk mayit itu dianggap bid’ah sesat. Dan lebih aneh lagi setelah kita telusuri ulama-ulama kenamaan yang menjadi rujukan wahabi dalam berdalil ternyata juga membolehkan amalan menghadiahkan pahala untuk mayit sebagaimana ulama-ulama berikut ini:

1. Muhammad bin Abdul Wahhab
وأخرج سعد الزنجاني عن ابي هريرة مرفوعا: من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب, وقل هو الله أحد, وألهاكم التكاثر, ثم قال: إني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات, كانوا شفعاء له ألى الله تعالى. وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسند عن أنس مرفوعا: من دخل المقابر, فقرأ سورة يس, خفف الله عنه وكان له بعدد من فيها حسنات
(محمد بن عبد الوهاب ” مؤسسة الفرقة الوهابية ” في كتابه أحكام تمني الموت)
“Sa’ad al-Zanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairoh ra secara marfu’: “Barang siapa mendatangi kuburan lalu membaca surah al-Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan al-Hakumuttakatsur, kemudian mengatakan: “Ya Allah, aku hadiahkan pahala bacaan al-Qur’an ini bagi kaum beriman laki-laki dan perempuan di kuburan ini”, maka mereka akan menjadi penolongnya kepada Allah”. Abdul Aziz – murid dari al-Imam al-Khollal -, meriwayatkan hadist dari sanadnya dari Anas bin Malik ra secara marfu’: Barangsiapa mendatangi kuburan, lalu membaca Surat Yasin, maka Allah akan meringankan siksa mereka, dan ia akan memperoleh pahala sebanyak orang-orang yang ada di kuburan itu.” (Muhammad bin Abdul Wahhab, Ahkam Tamanni al-Maut, hal. 75)
Kalau sudah begini, beranikah para pengikut wahabi mengatakan sesat terhadap Syaikhnya sendiri, Muhammad bin Abdul Wahhab?

2. Ibnu Taimiyah
Dalam kitabnya, Ibnu Taimiyah, soko guru wahabi, ia menjelaskan bahwa sampainya pahala bacaan yang dihadiahkan pada mayit.
وسئل: عمن هلل سبعين ألف مرة، وأهداه للميت يكون براءة للميت من النار حديث صحيح أم لا‏؟‏ وإذا هلل الإنسان وأهداه إلى الميت يصل إليه ثوابه، أم لا‏؟‏ فأجاب‏: إذا هلل الإنسان هكذا‏:‏ سبعون ألفاً، أو أقل، أو أكثر، وأهديت إليه، نفعه الله بذلك، وليس هذا حديثا صحيحاً، ولا ضعيفاً‏.‏ والله أعلم‏.‏ مجموع فتاوى ابن تيمية
“Syaikh Ibnu Taimiyah ditanya (oleh seseorang) tentang orang yang membaca tahlil 70.000 kali dan menghadiahkannya kepada mayit agar menjadi tebusan baginya dari neraka, apakah hal ini hadits shahih atau tidak?. Dan apabila sseorang membaca tahlil lalu dihadiahkan kepada mayit, apakah pahalanya sampai atau tidak?” Beliau menjawab, “Apabila seseorang membaca tahlil sekian; 70.000 atau kurang, dan atau lebih, lalu dihadiahkan kepada mayit, maka hadiah tersebut bermanfaat baginya, dan ini bukan hadits shahih dan bukan hadits dha’if. Wallahu a’lam (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, juz 24 hal. 323)

قال شيخ الأسلام تقيالدّين احمد بن تيمية في فتاويه، الصّيحح أن الميّت ينتفع بجميع العبادات البدنية من الصّلاة والصّوم والقراءة كما ينتفع بالعبادات الماليّة من الصّدقة ونحوها باتّفاق الأئمّة وكمالودعي له واستغفرله – حكم الشريعة الإسلاميّة فى مأتم الأربعين ٣٦
“Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan dalam kitab Fatawa-nya bahwa pendapat yang benar dan sesuai dengan kesepakatan para imam adalah bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah badaniyyah seperti shalat, puasa, membaca alQur’an, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang berdo’a dan membaca istighfar untuk mayit. (Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al-Arba’in, 36)

3. Ibn Qayyim al-Jawziyyah:
Ada sebuah ayat yang sering digunakan oleh golongan pengingkar sebagai dasar bahwa pahala seseorang itu tidak bisa diberikan kepada orang lain. Dan ia hanya akan mendapatkan pahala dari amal yang dikerjakannya sendiri.
أم لم ينبّأ بما في صحف موسى، وإبراهيم الّذي وفى، ألاّتزر وازرة وزرأخرى، وأن ليس للإنسان إلاّماسعى – النجم ٣٦-٣٩
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnaan janji? (yaitu) bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (QS Al-Najm 36-39)

Namun menurut Ibn Qayyim al-Jawziyah, ulama kenamaan yang menjadi rujukan wahabi, beliau mengutip pendapat Abi al-Wafa’ Ibn ‘Aqil menjelaskan sebagai berikut:
الجواب الجيّد عندي أن يقال الإنسان بسعيه وحسن عشرته اكتسب الأصدقاء وأولد الأولاد ونكح الأزواج وأسدى الخير وتودّد إلى النّاس فتر حّموا عليه وأهدوا له العبادات وكان ذلك أثرسعيه – الرّوح ١٤٥
“Jawaban yang paling baik (tentang QS al-Najm 39) menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik serta menyintai sesama. Maka semua teman, keturunannya dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri.” (al-Ruh, 143)

4. Imam Al-Syaukani
وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه ثم أهل السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة

“Disebutkan dalam Syarh al-Kanz bahwa boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah. Namun Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin hanbal, dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar, dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “Tidak sampai pahala bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yang masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu, dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan doa untuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal yang lebih baik, dan ini boleh untuk seluruh amal, dan doa itu sudah Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yang hidup, keluarga dekat atau yang jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yang sangat banyak” (Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al Majmu’ Syarh Muhadzab lil Imam Nawawiy Juz 15 hal 522).

► Silahkan dicopy!
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Verified Official by TimSarkub @2012

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

4 Responses

  1. aswaja selalu15/02/2012 at 15:42Reply

    @admin..

    untuk perkataan MAW , pada No.1 di atas, menurut temen wahabi ane itu bukan perkataan MAW, katanya MAW hanya menyalin untuk meneliti saja, mohon ditanggapi “Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab t dahulu sering mengadakan rihlah (perjalanan), jika beliau menemukan sebuah kitab yang jarang diperjualbelikan maka beliau menyalinnya. Termasuk kitab Ahkam Tamanni Al-Maut, beliau menyalin dengan tulisan tangan beliau sendiri dengan maksud akan memeriksa dan menelitinya. Maklum adanya bahwa para ulama ahlu hadits mereka menulis segala hal bahkan riwayat-riwayat palsu pun ditulis sehingga mereka dapat menjelaskan dengan lengkap tentang hukum dan makna sebenarnya.

    Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah telah membantah keberadaan kitab ini sebagai karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab t dengan menguraikan delapan argumen. Kitab ini berjudul Ibthaal Nisbati Kitaab Ahkaami Tamanni Al-Maut Ilaa Asy Syaikh Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. Bahkan pentahqiqnya sendiri, Abdullah Al-Jibrin dan Abdurrahman As-Sadhan, pun mengeluarkan surat pernyataan rujuk dan mengakuinya sebagai kesalahan.”

  2. Indro13/05/2012 at 22:33Reply

    Menghadiahkan pahala kepada mayit itu sampai menurut ijma’ para ulama ahlus sunnah. Banyak sekali dalil dari Al-Qur’an dan hadits shahih yang menyebutkan hal itu seperti mendoakan kaum mukminin, menyolatkan jenazah, bersedekah dengan niat pahalanya untuk orang mati, menghajikan orang lain, dsb. Hanya inkarus sunnah yang menolak ijma’ ini. Bisa dilihat di sini:

    http://kirimpahala.blogspot.com

    Tapi yang perlu menjadi catatan adalah tata cara menghadiahkan pahala ini harus sesuai dengan tuntunan Nabi, bukan dengan membuat tata cara sendiri. Seperti sholat, seseorang harus sholat dengan gerakan maupun bacaan yang telah diajarkan oleh Nabi, bukan dengan membuat gerakan atau bacaan sendiri. Jika membuat tata cara sendiri maka ibadahnya tidak akan diterima.
    Adapun masalah menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an telah terjadi khilaf di antara para ulama ahlus sunnah. Ada yang berpendapat sampai dengan alasan tidak ada dalil qathi’/khusus tentang sampainya bacaan Al-Qur’an, yang ada adalah mendoakan, bersedekah, berpuasa, ataupun menghajikan orang lain. Sedangkan yang berpendapat sampainya pahala bacaan Al-Qur’an berdasarkan qiyas dari hadits-hadits tentang bersedekah, berpuasa, menghajikan orang lain. Hanya saja tata cara mengirimkan bacaan Al-Qur’an ini adalah sendiri-sendiri tidak bersama-sama dan juga tidak mengkhususkan waktu-waktu tertentu mengikuti ajaran agama lain.

    Apa jadinya jika seseorang melakukan sholat sunnah ba’diyah Isyak berjamaah, atau sholat tahiyatul masjid berjamaah, apakah akan diterima ibadahnya?
    Apa jadinya jika seseorang sholat Isyak di waktu Dhuhur atau sholat Ashar di waktu Shubuh, apakah ibadahnya akan diterima?
    Ibadah itu harus sesuai dengan tuntunan Nabi, bukan dengan membuat tata cara sendiri.

  3. jeremy06/06/2012 at 21:49Reply

    ” INFO PENTING ” dari informasi tim sarkub ternyata orang dibalik blog salafytobat adalah khyai h said aqil siradj ketua pbnu,wah saya uda lama pengen tau tuh,trima kasih ya buat tim sarkub yg telah membongkar siapa orang di balik blog salafytobat..berita ini akan saya sebarkan…

  4. vebro30/10/2012 at 10:05Reply

    dan mari kita semua bilang : WAOoOW dan Kovrol !!!

Tinggalkan Balasan