Waspada! Doktrin Wahhabi Masuk Kurikulum Sekolah Indonesia

Sarkub Share:
Share
Sekolah merupakan faktor utama pembentuk kepribadian. Setiap materi pelajaran, nilai dan teladan yang didapat di sekolah akan diserap oleh siswa dan mempengaruhi karakter secara signifikan. Baik teladan itu ia dapat dari guru maupun teman satu sekolahnya. Kualitas dan tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan di sekolah mana ia menempuh jenjang pendidikan. Hal inilah yang mengharuskan untuk memberi perhatian khusus pada sekolah yang menjadi lingkungan utama anak belajar. Minimnya perhatian orang tua terhadap perkembangan anak semakin menambah dominasi sekolah terhadap perkembangan dan pembawaan anak. Agaknya, teori lama ???? yang menomorduakan peranan sekolah dalam pengaruhnya terhadap perkembangan menyeluruh pada anak setelah faktor kelurga perlu ditinjau ulang. Apalagi orang tua  belakangan ini cenderung menyerahkan kepercayaannya dalam pendidikan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan. Secara selektif orang tua menunjuk satu lembaga pendidikan agar bisa lebih berkonsentrasi total terhadap pekerjaannya.
Fenomena inilah yang patut diwaspadai oleh seluruh kalangan khususnya para orangtua, pemerhati pendidikan dan tokoh masyarakat. Sudah sepatutnya sekolah mendapat perhatian lebih dalam segala aspeknya. Kapabilitas guru sebagai orang paling didengar dan diikuti pemikirannya serta teman sebagai tolok ukur pandangan. Terutama lagi adalah materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Para pemangku sekolah harus memberi perhatian lebih terkait hal-hal tersebut.
 Terkait dengan materi pelajaran yang menjadi muatan kurikulum, beberapa aliran dalam Islam mulai bergerak menyisipkan ideologi eksklusifnya ke dalam kurikulum nasional melalui mata pelajaran berbasis agama. Beberapa doktrin “tidak benar” berhasil masuk menjadi bagian dari materi esensial mata pelajaran akidah akhlak edaran kementerian agama pusat 2009 lalu (Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Kemenag). Artinya, doktrin tersebut merupakan bagian dari materi yang wajib dikuasai anak-anak didik yang menempuh jenjang pendidikan dalam sekolah. Karena sudah menjadi materi pelajaran, implikasinya adalah doktrin ini menjadi materi ujian yang akan dihapalkan dan tidak menutup kemungkinan akan “dianut” siswa karena dianggap sebagai kebenaran yang harus diyakini. Naik dari ranah kognitif yang hanya menitikberatkan pada penguasaan materi dalam otak ke taraf ?????? dan menjadi kepercayaan.
 Sejak berlakunya otonomi pendidikan pada tahun 2001 dengan dijalankannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan dan kesempatan untuk memberdayakan segala hal dalam penyelengaraan pendidikan, baik itu muatan kurikulum, proses pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar, guru dan sekolah, fasilitas dan sarana belajar. Meski begitu, pemerintah pusat tetap menetapkan standar isi dan kompetensi yang harus dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum. Inilah yang berpotensi memicu problem dalam tataran lebih lanjut. Standar isi yang ditetapkan diyakini tidak –akan mampu memenuhi kemauan beragam aliran Islam khususnya dalam aspek akidah karena masing-masing aliran secara spesifik memiliki karakteristik  yang tak bisa diintegrasikan untuk mencapai konsensus. Sebagai contoh, ahlussunnah tentu berbeda dengan wahhabi dalam pendekatan masalah tauhid. Mereka mengenal konsep tauhid dengan tiga macamnya, yaitu  uluhiyyah, rububiyyah dan asma’ wa shifat sedangkan ahlussunnah mengingkari konsep yang digagas ibnu taimiyyah ini. Jangan harap akan ada kompromi menyikapi perbedaan prinsip dalam masalah ini.
Pada mulanya, macam-macam tauhid khas wahhabi yakni tauhid uluhiyyah, rububiyyah dan tauhid asma’ wa shifat belumlah menjadi standar isi mata pelajaran pendidikan agama islam nasional. Hal ini terlihat dari kritik yang disampaikan oleh Prof. Dr. Muhaimin, MA pada acara workshop penilaian pendidikan agama islam pada sekolah di Bogor, 2007 silam. Seperti tertulis dalam artikelnya yang berjudul “Analisis Kritis Terhadap Permendiknas no. 23/2006 & no. 22/2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam di SD/MI, SMP/MTS & SMA/MA”, Muhaimin mengkritik rumusan Standar Kompetensi Lulusan aspek akidah yang tidak mengadopsi tauhid berkarakter wahhabi. Ia pun melayangkan kritik terhadap pendidikan agama Islam nasional secara umum seraya berusaha menyisipkan materi tauhid ala wahhabi ke dalam materi pendidikan agama. Guru Besar UIN Malang untuk Ilmu Pendidikan Agama dalam artikelnya ini menyebutkan perlunya menjadikan tiga macam tauhid itu sebagai bagian dari standar kompetensi lulusan dan kompetensi dasar aspek akidah untuk mata pelajaran akidah akhlak. Selain menyebutkan keunggulan model tauhid ala ibnu taimiyyah tersebut dalam artikelnya, beliau juga menuturkan kekurangan konsep tauhid madzhab al-asy’ari yang membagi sifat allah menjadi dua puluh, dan lain sebagainya.
Secara runtut dan ilmiah khas seorang akademisi, Muhaimin mengemukakan argumennya dan mengkritik model lama pelajaran akidah.  Dia berkeinginan untuk mengeliminasi konsep tauhid asy’ari seperti sifat wajib allah yang 20 lalu mengisinya dengan asma’ul husna. Alasan yang dipaparkan pun cukup menarik dan rasional. Dia beranggapan bahwa model lama sifat dua puluh dirasa kurang tepat dan mengena sesuai tujuan pelajaran akidah, yaitu lebih menyentuh dimensi hati dan memberi dampak kejiwaan pada kualitas iman seorang muslim. Asma’ul husna dipandang lebih mampu menyentuh perasaan seorang muslim dan memiliki efek yang lebih nyata dan praktis daripada sifat wajib yang dua puluh. Hanya rumusan rasionalistik.
Usaha gigih wahhabi itu pada akhirnya membuahkan hasil. Tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah dan tauhid asma’ wa shifat berhasil masuk menjadi bagian modul pelajaran akidah akhlak standar nasional. Secara eksplisit, memang tidak disebutkan pembagian tauhid menjadi tiga macam ke dalam muatan pelajaran. Hanya saja, dengan cerdik materi itu mereka sisipkan bebarengan dengan sifat wajib allah yang dua puluh itu. Dengan praktek yang halus ini, tentu saja anak didik dikhawatirkan akan mengira bahwa ragam tauhid ini adalah satu paket wajib hapal bersama sifat wajib 20 yang sudah familiar dan biasa dilantunkan sebelum shalat.
Jika dilihat sekilas, penyisipan tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah ke dalam mata pelajaran pendidikan agama islam aspek akidah seakan tidak berbahaya dan berpengaruh signifikan. Apalagi menilik alasan yang dikemukakan Muhaimin seperti di atas. Terlihat logis dan lebih masuk akal. Padahal sebenarnya dari konsep tauhid macam inilah jurang lebar antara dua komunitas besar muslim berpotensi tercipta. Tidak main-main. Dengan bepijak pada mainstream tauhid macam ini, wahhabi bisa-bisa mengkafirkan mayoritas muslim Indonesia sebab praktek ibadah yang biasa mereka amalkan seperti membaca burdah, manaqib dan semisalnya.
Bila ditinjau dalam spektrum yang lebih luas, kekakuan wahhabi dalam berislam bisa dilihat dalam kehidupan beragama di Arab Saudi. Di Indonesia, dinamika perbedaan masih bisa ditolerir dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, namun tidak demikian halnya dengan di Arab Saudi. Implikasi dari konsep tauhid inilah yang menciptakan perbedaan karena menjadi legitimasi bagi beberapa sikap mereka yang kontroversial di mata umat Islam. Larangan mengadakan maulid dan beberapa kegiatan kebaikan seperti istighotsah bahkan sikap mengangkat kedua tangan ketika berdoa di Makam Rasulullah adalah beberapa dampak serius dari perbedaan dalam memahami konsep tauhid yang benar. Yang paling fatal, fanatisme pada konsep tauhid tiga macam ini akan berujung pada sikap saling mengkafirkan antar sesama muslim. Hal apa pula yang lebih besar dari tidak diakui sebagai sebagai muslim?
Implikasi konsep tauhid uluhiyyah rububiyyah dalam praktek keislaman di Indonesia berpotensi memicu friksi tajam antar umat islam. Apalagi ini berhubungan dengan dua komunitas muslim dengan kuantitas terbesar di Indonesia. Jika dipaksakan, peluang untuk ke sana akan semakin terbuka lebar.

Ahlussunnah yang merupakan mayoritas di Indonesia harusnya tanggap menyikapi hal ini. Jika tauhid model lama dianggap tidak akomodatif terhadap minat masa sekarang, bukankah itu hanya masalah pendekatan dan cara penyampaian saja yang tidak menarik? Jika diperbaharui dan dikemas lebih menarik sesuai selera penyampaian pendidikan kontemporer yang kreatif, bukan tidak mungkin anak Sekolah Dasar pun bisa menjangkau dan menikmati materi tauhid ahlussunnah semacam 20 Sifat Wajib Allah yang oleh Muhaimin dikatakan “kurang mengena”. Sepertinya itu hanya masalah penyajian saja yang kurang menarik dan kurang penjabaran makna. Tentu saja ini menjadi tugas umat muslim seluruhnya khususnya yang berkecimpung di dunia pendidikan Indonesia. Bila terus-menerus tidak mendapat perhatian, lubang yang “kecil” ini akan semakin meluas dan boleh jadi akan menggerus habis jejak Ahlussunnah pada Pendidikan Agama Islam di Indonesia. AF

(Sumber: Majalah El-Bashiroh Dalwa, Rabiul Awal 1433H)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

14 Responses

  1. endang19/05/2012 at 09:05Reply

    sebenarnya tauhid yang anda fahami itu seperti apa, sih? kalau tauhid uluhiyah, rububiyah dan asma wa sifat itu kalian anggap salah, mbok ya ditunjukkan salahnya di mana? masa urusan tauhid dihubugkan dengan berislam yang kaku di saudi. ya pasti lah… kalau untuk urusan tauhid harus kaku. ini dasar. fundamen. Islam itu agama tauhid. dan itu yang diajarkan para nabi dari dulu. belajar tauhid ya pastilah dari dalil2 yg rojih dari nabi. kalau memang 20 sifat wajib Alloh yang kalian sebut sebagai konten utama tauhid, sumbernya dari nabi atau bukan, jika iya, mana hadistnya, sebut saja, kemudian di bahas, hadist tersebut shohih atau tidak, dll. jadi biar ilmiah. buktikan secara ilmiah bahwa tauhid yang anda yakini itu yang benar, yang layak diketahui dan diyakini oleh umat islam indonesia. mari kedepankan sikap ilmiah dan bukan emosional bahkan ashobiah golongan…

    • BINTANG RAYA23/05/2012 at 21:12Reply

      Endang dan Abu Furaqna… beginilah komentar jika orang ngaji hanya lewat downloud, kalo pengin dalil hujjah datang ke SARKUB.

      • abu hamzah02/10/2012 at 12:29Reply

        Ngaji ke SARKUB? jelas kacau.

    • Salafi(Salah Fikir)10/10/2012 at 11:09Reply

      WahBABI sejati nih orang,,loe mikir aja apa-apa loe katain sesat,bid’ah,kafir, jangan merasa diri loe paling benar? SALAFI gak lebih dari sekumpulan orang yang salahfikir,ilmu terbatas hanya di kerongkongan saja,antara ucapan dan perbuatan tidak sesuai,muak gw dengan aliran Wahbabi yang di Arab sono,membakar bahkan memalsukan manuskrip kitab aslinya,Astaghfirullah….

  2. Abu Faraqna20/05/2012 at 16:28Reply

    @Endang… Pendapat anda benar & tidak keliru. Aqidah yang benar/bertauhid adalah modal kita menghadap Alloh. Tauhid uluhiyyah,rububiyyah dan asma’ wa shifat telah dijelaskan dengan gamblang oleh para ulama, tapi mereka para pengagum & hobby berbuat bid’ah masih mengingkari & menganggapnya salah. Mereka malah menganut aqidah yang ngambang dan gak jelas.

  3. Mas Derajad22/05/2012 at 10:11Reply

    @Abu Faraqna dan Endang : Dari tulisan saudara, menunjukkan bahwa saudara tidak memahami pembagian tauhid dalam Manhaj Salaf (Wahabi). Lebih baik kalau tidak mengerti ya diam saja dulu. Dan baca artikel baru dari Admin tentang pembagian Tauhid menurut Manhaj Salaf (Wahabi) anda. Bukankah itu justru mengada-ada ???

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamba Allah yang dhaif

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  4. Prabu Minakjinggo23/05/2012 at 08:29Reply

    Oke kang derajad saya setuju dengan pendapat antum, kelihatan memang orang2 wahabi/salafi adalah pentaqlid buta pada ulamanya sendiri yang jelas2 belajarnya tanpa sanad, makanya pemikirannya banyak yang rancu/bias/kabur.

  5. Abu Gosok25/07/2012 at 07:18Reply

    Perhatikan, buku Akidah-Akhlak kelas X terbitan Yudhistira fulgar sekali nuansa Wahabinya. Sayangnya, saya baru bisa sampaikan pada agency, dan ternyata dia menjawab bahwa Yudhistira baru 2 tahun ini belajar menerbitkan buku agama.
    Kata saya, Walah, baru belajar kok langsung Wahabi.

  6. Brahmastyo20/10/2012 at 12:18Reply

    Tidak penting apakah itu wahhabi atau NU atau asy ariyyah, yang terpenting adalah Islam bermanhaj ahlussunnah wal jama’ah. wahhabi is wahhabi, NU is NU, asy’ariyah is asy’ariyah, mereka tidak layak memonopoli dirinya sebagai satu-satunya ahlussunnah.

    yang terpenting makna Laa ilaha illallah adalah tidak ada yg patut disembah kecuali Allah SWT saja, hanya kepada Allah kita menyembah dan memohon pertolongan, tidak ada yg lain, tidak ada sekutu baginya, tidak ada yg setara dengannya dan tidak ada yg menyerupainya. ini sesuai dengan Ummul Qur’an surat Alfatihah juga surat al ikhlas.

    sy yakin ulama maupun kyai wahhabi, NU, Asy’ariyyah dengan Tauhid itu, barang siapa yg masih meragukan, berarti ada indikasi ia menyekutukan dan menyerupakan Allah dengan yg lain.

  7. Kukuh Pranadi20/10/2012 at 12:34Reply

    wah komen disini ada jimatnya, jimatku 1×1=1 pas dengan tema TAUHID

    @Brahmastyo
    yang anda jelaskan itu, ya seperti itulah aqidah manhaj salaf ahlussunnah dalam memahami Tauhid. anda sudah menjelaskan Tauhid uluhiyah (tauhid ibadah) yaitu penyembahan hanya kepada ALLAH SWT, dan asmaul husna yaitu bahwa Allah SWT tidak setara dan tidak ada yg menyerupai-NYA. itulah Aqidah Muwahhidin/ Manhaj salafusholih/ Manhaj Salaf yg biasanya orang memberi mereka dengan gelar dan ejekan dengan WAHHABY.

    masalah kaku ato ekstrim, nggak juga, tergantung ormasnya. liat aja Hidayatullah,Tarbiyah, Muhammadiyah dan Majlis ta’lim manhaj salaf yg biasa disebut sururi, bagi saya mereka jauh dari kaku dantuduhan jelek lainnya. tapi harus diakui ada sekelompok dr mereka yg beraqidah ini saking berhati-hatinya sampai kaku dan mudah mentaqfirkan,mereka dikenal sbg kelompok Salafi oleh sbagian kyai semua tergantung ORMAS dan OKNUM,

    sama halnya dengan yang beraqidah aswaja versi Asy’ariyah, ada yang kaku jadinya kolot dan tqlid, ada yg konsisten hasilnya bagus dan ada yang saking luwesnya sampai meluncur menembus batas tauhid ngalab berkah dimana-mana yg penting keramat, semua tergantung ORMAS & OKNUM

    • Brahmastyo20/10/2012 at 12:48Reply

      kok komenku dihapus admin?
      wah mencurigakan nich….
      aku tadi komen

      gak penting Wahhabi, NU atau Asyariyah, yang penting Islam ahlussunah waljamaah,
      mentauhidkan Allah dg Laa ilaha illallah, tidak ada Tuhan yang haq disembah kecuali Allah saja, tidak ada yang lain, hanya kepada Allah menyembah dan hanya kepada Allah memohon pertolongan, tidak ada yg setara dengan NYA, dan tidak menyerupai apapun. ini sesuai dengan surat Alfatihah sbg Ummul Qu’an dan surat Al-Ikhlas. barang siapa meragukan pemahaman ini berarti ada indikasi menyekutukan Allah dan menyerupakan Allah dg yg lain.

      • Author

        Tim Sarkub20/10/2012 at 19:47Reply

        bagaimana wahhabi mau disebut sebagai ahlusssunnah wal jama’ah kalau tempat Tuhannya saja berbeda dengan ahlussunnah?
        Tuhannya wahhabi di atas, lalu kalo sepertiga malam turun ke langit bumi, sedangkan bumi itu bulat, siang disini malam di tempat lain jadi Tuhannya wahabi bergelantungan terus di langit, muter2 kayak kincir angin. tauhidnya wahabi juga beda dengan ahlussunnah. tauhidnya wahabi dibagi tiga, yg mana tidak ada dalilnya dari nabi, alias bid’ah. anda juga ceroboh, NU dengan Asy’ariyyah itu sama, karna NU menganut faham Asy’ariyyah.
        biasa lah, wahhabi kalo udah menthok bilangnya ya begitu.

    • Author

      Tim Sarkub20/10/2012 at 19:49Reply

      benar, sesama wahabi sendiri juga saling “baku-hantam”.
      silahkan lihat http://www.sarkub.com/2012/fenomena-perpecahan-dalam-tubuh-salafi-wahabi/

  8. dede03/11/2013 at 15:53Reply

    seru, seru, seru… 🙂

    guweh cuman nambahin begini: semua dalil-dalil yang dipakai oleh orang-orang pinter wahabi itu diplintir untuk kepentingannya sendiri yang mendapat dukungan moril dan materil dari musuh-musuh Islam (Yahudi, AS, Inggris, dan Arab Saudi). Mau ilmu tauhidnya kek, fiqhnya kek, itu semuanye titipan dari musuh-musuh Islam supaya umat Islam terpecah belah kaya begini nih.
    Nyang ngerti dasarnye nerangin yang bener tapi die yang kaga ada dasarnye membela tanpa dasar yang kuat (al quran dan hadits)
    Cuman orang-orang yang belajarnye di tempat dan sama orang yang bener dia akan bener. Kalau sebaliknya, ya udah pada tahu dah hasilnya …. heheheheheee….

    Sekali-kali ada gitu acara besar-besaran yang disiarkan seluruh TV di Indonesia tentang perdebatan antara Wahabinisme dan Al As’ariyahisme dalam masalah tauhid>>>

    Seru,seru, seru…!!!

Tinggalkan Balasan