Wajibkah Bercelana Cingkrang?

Sarkub Share:
Share

Ada sebuah hadits :

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ َقالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فِي صَلَاتِهِ خُيَلَاءَ فَلَيْسَ مِنْ اللَّهِ فِي حِلٍّ وَلَا حَرَامٍ
Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dalam shalatnya karena ANGKUH / SOMBONG maka orang itu tidaklah menuju Allah dan juga tidak menjalankan kewajiban-Nya.”(HR. Abu Dawud)

Hadits di atas menunjukkan bahwa seseorang tidak diperkenankan menjulurkan pakaian / celananya melebihi betis untuk kesombongan. Bila hal itu dilakukannya dalam sholat maka orang tersebut dianggap tidak menjalankan sholat karena Allah. Potongan terakhir dari hadits di atasfa laisa min Allah fi hillin wa laa haraaminoleh Imam Nawawi ditafsiri sebagai orang tersebut membebaskan diri dari Allah dan melepaskan diri dari agama Allah. Sebagian ulama yang lain menafsiri bahwa orang tersebut tidak mengimani kehalalan dan keharaman (yang ditentukan) Allah. Lebih jelas baca Faidul QodirJuz 6 halaman 68.

Namun dengan hadits di atas, kita tidak bisa serta merta menuduh orang yang menjulurkan bajunya ketika shalat atau dalam keadaan yang lain sebagai orang yang melepaskan dirinya dari agama Allah, atau menganggap orang itu melanggar larangan Rasulullah. Karena dalam kesempatan yang lain Rasulullah bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ (صحيح البخاري، 3392)

Dari Abdullah bin Umar RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang memanjangkan pakaiannya hingga ke tanah karena sombong, maka Allah SWT tidak akan melihatnya (memperdulikannya) pada hari kiamat” Kemudian sahabat Abu Bakar bertanya, sesungguhnya bajuku panjang namun aku sudah terbiasa dengan model seperti itu. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak melakukannya karena sombong”(Shahih a-l-Bukhari, 3392)

Hadits ini harus dilihat dari konteksnya, begitu pula dengan urutan dari sabda Nabi SAW tersebut. Dengan jelas Nabi SAW menyebutkan kata karena sombong bagi orang-orang yang memanjangkan bajunya. Hal ini berarti bahwa larangan itu bukan semata-mata pada model pakaian yang memanjang hingga menyentuh ke tanah, tetapi sangat terkait dengan sifat sombong yang mengiringinya.

Hadits ini menjelaskan bahwa keharaman menjulurkan baju/celana/sarung melebihi mata kaki adalah bila hal itu dilakukan karena kesombongan atau kepongahan seperti bila kita melihat mempelai pengantin yang bajunya dibuat menjulur hingga beberapa meter. Bila seseorang menggunakan pakaian/celana/sarung yang panjangnya melebihi mata kaki bukan karena sombong tetapi lebih ditujukan pada keindahan, maka hal itu tidaklah haram, bahkan dia menjalankan kesunnahan yang lain. Hal ini diperkuat oleh hadits riwayat Muslim yang menyatakan:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Dari Rasulullah bersabda,”Tidaklah masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi”. Seseorang berkata,”Sesungguhnya ada seseorang yang menyukai bajunya bagus dan alas kakinya bagus.”Rasulullah menjawab,“Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu adalah penyalahgunaan kebenaran dan meremehkan manusia.”

berkata AL Hafidh Imam Ibn Hajar mengenai syarah hadits ini : “kesaksian Nabi saw menafikan makruh perbuatan itu pada ABubakar ra” (Fathul Baari bisyarh shahih Bukhari Bab Manaqib).

Jelaslah sudah bahwa perbuatan itu tidak makruh apalagi haram, kecuali jika diperbuat karena sombong.

Sifat sombong inilah yang menjadi alasan utama dari pelarangan tersebut. Dan sudah maklum apapun model baju yang dikenakan bisa menjadi haram manakala disertai sifat sombong, merendahkan orang lain yang tidak memiliki baju serupa. Al-Syaukani menjelaskan, ”Yang menjadi acuan adalah sifat sombong itu sendiri. Memanjangkan pakaian tanpa disertai rasa sombong tidak masuk pada ancaman ini.” Imam al-Buwaithi mengatakan dalam mukhtasharnya yang ia kutip dari Imam al-Syafi’i, ”Tidak boleh memanjangkan kain dalam shalat maupun di luar shalat bagi orang-orang yang sombong. Dan bagi orang yang tidak sombong maka ada keringanan berdasarkan sabda Nabi kepada Abu Bakar ra”(Nailul Awthar, juz II hal 112) Imam Ahmad bin Hanbal dalam salah satu riwayat berkata, ”Memanjangkan pakaian dalam shalat hukumnya boleh jika tidak disertai rasa sombong” (Kasysyaf al-Qina`, juz I hal 276)

Oleh karena itu, memanjangkan baju bagi orang yang tidak sombong tidak dilarang. Boleh-boleh saja sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah SAW kepada sahabat Abu Bakar RA. Sedangkan hukum haram hanya berlaku bagi mereka mengenakan busana dengan tujuan kesombongan, walaupun tanpa memanjangkan kain. Karena realitas saat ini kesombongan itu tidak hanya bisa terjadi kepada mereka yang mamakai baju panjang menjuntai, tetapi juga mereka yang memakai gaun mini. Mereka merasa apa yang digunakan adalah gaun yang berkelas, sehingga meremehkan orang lain. Dan inilah hakikat pelarangan tersebut.

Dari sisi lain, mengartikan hadits ini hanya dengan celana cingkrang adalah tidak tepat karena nabi menyebut hadits itu dengan kata pakaian (tsaub), sementara pakaian tidak hanya celana tetapi juga baju, surban, kerudung dan lainnya. Itulah sebabnya ulama menyatakan bahwa keharaman itu berlaku umum kepada semua jenis pakaian. Ukurannya adalah ketika baju itu dibuat dan dikenakan melebihi ukuran biasa. Dalam Syari’at, demikian ini disebut isbal. Isbal adalah menjuntaikan pakaian hingga ke bawah. Memanjangkan lengan tangan gamis adalah perbuatan yang dilarang karena termasuk isbal yang dilarang dalam hadits. Bahkan Qadhi Iyadh yang menyatakan ”Makruh hukumnya menggunakan semua pakaian yang ukurannya melebihi ukuran yang biasa, baik luas atau panjangnya” (Nailul Awthar, juz II hal 114)

Dari sinilah, maka larangan isbal seharusnya tidak hanya berlaku untuk celana, tetapi semua jenis busana jika di dalam mengenakannya disertai dengan rasa sombong, itu diharamkan. Begitu pula dengan memanjangkan kerudung adalah hal terlarang jika disertai sikap sombong, apalagi merasa dirinya paling beragama. Dengan demikian pakaian yang sudah biasa dikenakan kebanyakan umat islam saat ini baik berupa sarung maupun celana (bagi laki-laki) sampai di bawah mata kaki namun tidak menjuntai ke tanah tidak termasuk yang dilarang oleh agama berdasarkan beberapa penjelasan para ulama di atas.

Wallahu a’lam bishowab

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

16 Responses

  1. puspita14/12/2011 at 06:19Reply

    Orang yg beriman tidak suka mnejelek2an golongan orang lain, belum tentu yg menjelekan dan menghina lebih baik, bahkan lebih buruk….

  2. syaif08/04/2012 at 00:33Reply

    bukan menjelekkan…emang kenyataannya demikian koq…

  3. Tholab...17/04/2012 at 11:32Reply

    intinya jangan sombong…

  4. Anwar25/09/2013 at 08:43Reply

    ane ijin baca dan copas ya gus…

  5. tony10/11/2013 at 20:39Reply

    Kalo yang pakai celana cingkrang tapi dalam hatinya sombong ( ini lho aku yang paling nyunnah) gimana ya?

  6. Zahdan Razzaq24/12/2013 at 21:18Reply

    Begitupun 'HARAM" hukumnya sikap sebagian wanita NU yang merasa paling beragama (paling ngerti agama) yg mana mereka tidak mau memakai kerudung yg menjulur sampai menutup dada.

  7. Ibnu Abbas24/12/2014 at 14:58Reply

    Bung Sarkub, Kenapa anda nggak mencantumkan pendapat berikut? Jangan curang dong!
    Berkata Qalyubi dalam kitab Hasyiah Qalyubi wa Umairah :
    وَيُسَنُّ فِي كُمِّ الرَّجُلِ إلَى رُسْغِهِ وَفِي ذَيْلِهِ إلَى نِصْفِ سَاقِهِ وَيُكْرَهُ زِيَادَتُهُ عَلَى الْكَعْبِ وَيَحْرُمُ مَعَ الْخُيَلَاءِ
    “Disunatkan pada lengan baju memanjangnya sampai kepada pergelangan tangan dan pada ujung kain sampai kepada separuh betis. Makruh melebihi atas mata kaki dan haram dengan niat sombong”.[ Hasyiah Qalyubi wa Umairah 1/303]

  8. Ibnu Abbas24/12/2014 at 14:59Reply

    Bung Sarkub, Kenapa anda nggak mencantumkan pendapat berikut? Jangan curang dong!
    Berkata an-Nawawi dalam Raudhah al-Thalibin :
    وَيَحْرُمُ إطَالَةُ الثَّوْبِ عَنْ الْكَعْبَيْنِ لِلْخُيَلَاءِ وَيُكْرَهُ لِغَيْرِ الْخُيَلَاءِ ، ولا فرق في ذلك بين حال الصلاة وغيرها
    “Haram memanjang pakaian melewati dua mata kaki dengan kesombongan dan makruh dengan tanpa kesombongan. Tidak beda yang demikian pada shalat atau lainnya. Celana dan kain sarung pada hukum pakaian.”[ Raudhah al-Thalibin 1/170]

  9. Ibnu Abbas24/12/2014 at 15:00Reply

    Bung Sarkub, Kenapa anda nggak mencantumkan pendapat berikut? Jangan curang dong!
    Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalaam berkata :
    وَقَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ : إنَّ جَرَّهُ لِغَيْرِ الْخُيَلَاءِ مَذْمُومٌ وَقَالَ النَّوَوِيُّ : إنَّهُ مَكْرُوهٌ وَهَذَا نَصُّ الشَّافِعِيِّ .وَقَدْ صَرَّحَتْ السُّنَّةُ أَنَّ أَحْسَنَ الْحَالَاتِ أَنْ يَكُونَ إلَى نِصْفِ السَّاقِ كَمَا أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ خَالِدٍ قَالَ { كُنْت أَمْشِي وَعَلَيَّ بُرْدٌ أَجُرُّهُ فَقَالَ لِي رَجُلٌ : ارْفَعْ ثَوْبَك فَإِنَّهُ أَبْقَى وَأَنْقَى فَنَظَرْت فَإِذَا هُوَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْت إنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ فَقَالَ : مَا لَك فِي أُسْوَةٌ ؟ قَالَ فَنَظَرْت فَإِذَا إزَارُهُ إلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ }
    Ibnu Abdil Bar berkata, “Orang yang menjulurkan kainnya tanpa dibarengi sikap sombong juga termasuk katagori melakukan perbuatan tercela. An-Nawawi berkata, “Hukumbya makruh, demikian yang dinyatakan oleh Asy-Syafi’I”
    Sunnah telah menyebutkan bahwa posisi kain yang terbaik adalah stengah betis. Sebagaimana diriwayatkan oleh At-Tir,idzi dan An-Nasa’I dari Ubaid bin Khalid, ia berkata, “Ketika aku sedang berjalan dengan mengenakan kain panjang yang terjulur, seorang berkata kepadaku, ‘angkat kainmu, karena hal itu sikap yang lebih takwa dan lebih bersih,’ Setelah aku menoleh kepadanya ternyata ia adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu aku berkata, ‘Ini adalah kain panjang’, Beliau bersabda, ‘Bukankah aku tauladan bagimu?’ Setelah itu aku melihat pakaian yang beliau kenakan, ternyata panjang kain beliau setengah betis,”
    [Subulussalaam 3, hal. 787].

  10. Ibnu Abbas24/12/2014 at 15:03Reply

    Berdasarkan pendapat para ulama, hukum isbal berkisar antara MAKRUH dan HARAM, dan keduanya menuntut kita untuk meninggalkannya.

  11. Ibnu Abbas24/12/2014 at 15:10Reply

    Betapa indahnya kalau bung Sarkub meninggalkan isbal. Jangan gengsi berpakaian seperti kaum salafi yang anda benci. Ingat, kebenaran bisa datang dari mana saja, termasuk dari musuh anda!

  12. Ibnu Abbas24/12/2014 at 15:17Reply

    Saya membayangkan Bung Sarkub berjenggot (yang menurut bung sarkub sunnah, bukan wajib) dan bercelana cingkrang (yang menurut para ulama sunnah/wajib). Betapa eloknya! Untuk seperti itu anda tdk perlu jadi salafi kok!

  13. Syamsul Ma'arif10/03/2015 at 02:56Reply

    Allah tidak memprioritaskan dzohir, Allah prioritaskan hati kita

  14. Adrian Noor Rahman22/05/2015 at 13:42Reply

    1>>Imam Syafi’i,Imam Abu Hanifah,dan Imam An-Nawawi berpendapat HARAM Jika sombong,dan tidak haram kalau tidak sombong.

    [bisa di lihat dalam kitab Aadabusy-Syar’iyyah,kitab Al-Majmuu’,dan Kitab Syarah Shahih Muslim]

    2>>Imam Ibnu Qudamah dari Mazhab Hanbali dan Imam Ibnu Abdil Barr dari Mazhab Maliki berpendapat MAKRUH.

    [Bisa di lihat dalam kitab Al-Mughni dan Kitab At-Tahmid]

    3>>Imam Ibnul ‘Arabi dan Imam Al-Qarafi (dua-duanya dari Mazhab Maliki) serta Imam Ash-Shan’ani berpendapat HARAM secara Mutlaq.
    [Bisa di lihat dalam Kitab Aridhatul-Ahwadzi dan Kitab Istifaa-ul Aqwal Fii Tahriimil-Isbali ‘Alarrijaal]

    4>>Imam Ibnu Taimiyah dan beberapa ‘Ulama Saudi Arabia seperti Syaikh Sulaiman Al-Majid dan Syaikh Abdul Karim Barjas (Guru Syaikh ‘Utsaimin) berpendapat Isbal itu BOLEH,tidak Haram Jika Tidak di sertai kesombongan.
    [Bisa di lihat dalam Kitab Syarhul-‘Umdah hal 361 sampai 362]

  15. Muhamad Purwanto21/08/2015 at 03:10Reply

    kalo bercelana cingkrang agar dianggap taat malah bisa jadi sombong, waspadalah!! wkwkwk

  16. Muhamad Purwanto21/08/2015 at 03:15Reply

    ah kata siapa, blm tau aja

Tinggalkan Balasan