Thariqat dan Doa-doa Gus Dur (1)

Sarkub Share:
Share

ORANG-ORANG yang dekat Gus Dur, bercerita. Jika tak ada teman yang diajak bicara dan beliau sendirian, maka dalam waktu yang sunyi sepi itu ia membaca surah al-Fatihah, entah berapa kali. Lalu membaca shalawat atas Nabi.
Gus Dur kemudian melanjutkannya dengan tawasul dan berdo’a untuk dirinya sendiri, kedua orangtua, keluarga, untuk para wali, para ulama yang telah wafat dan untuk bangsa dan negara yang dicintainya. 

Ada juga orang yang bercerita begini. Jika tangan Gus Dur tak pernah berhenti bergerak-gerak, seperti mengetuk-ngetuk, sebenarnya dia sedang berzikir: Allah, Allah, Allah. Tangan itu menggantikan tasbih. Itulah, kata orang-orang dekat Gus Dur, jalan spiritual atau thariqatnya. 

Saya sendiri tak pernah tahu atau mendengar dan tak pernah bertanya, apakah Gus Dur mengamalkan thariqat tertentu, seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Tijaniyah, Mawlawiyah, Rifa’iyyah atau yang lainnya. Saya mengira ia tak terikat pada satu thariqat. Boleh jadi ia juga tak mau berkomentar soal mu’tabarah (diakui) atau ghair mu’tabarah (tidak diakui) dalam hal ini. Baginya, mungkin, semua thariqat baik adanya. Sebab, ia adalah jalan spiritual yang ditemukan oleh seseorang dengan pengalamannya masing-masing. 

Dalam sejumlah kesempatan, Gus Dur juga mengagumi cara-cara spiritual yang dijalani oleh para pengikut agama-agama yang ada di dunia. 

Cerita seorang teman mengatakan bahwa ia telah memperoleh ijazah, semacam perkenan mengamalkan suatu thariqat, atau “pemberkatan” dari banyak sekali guru-guru atau “mursyid” thariqat. Bukan hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri. Gus Dur terlalu sering berziarah ke tempat-tempat peristirahatan para pendiri thariqat, seperti Syiekh Abd al-Qadir al-Jilani di Irak dan lain-lain. 

Thariqat (thariqah) adalah cara atau jalan menuju Tuhan berdimensi esoterik, batin, spiritual. Thariqat adalah cara atau jalan menuju Tuhan berdimensi esoterik.

Para pengikut Thariqat biasanya menempuh perjalanan menuju Tuhan ini melalui aktifitas ritual-ritual dzikir (mengingat dan menyebut) Tuhan, permenungan dalam keheningan malam, ketika segala aktifitas manusia berhenti dan pintu-pintu rumah telah terkunci dan sepi. Dzikir-dzikir, biasa juga disebut wiridan, kepada Tuhan itu diucapkan mereka berkali-kali, puluhan dan ratusan kali, hingga Dia melekat di hatinya. Dia menjadi matanya, menjadi pendengarannya, tangan dan kakinya.

Dalam tradisi di kalangan masyarakat umum, dzikir-dzikir, doa-doa dan istighatsah (memohon pertolongan Tuhan), dilakukan sebagai upaya melepaskan segala kegalauan, kerisauan dan kemelut-kemelut kehidupan atau untuk meminta sesuatu yang diimpikannya. Ini berbeda dengan para kaum sufi. Doa dan segala zikir dipanjatkan lebih dalam rangka memohonkan ampunan Tuhan atas dosa dan kesalahan yang diperbuatnya sehingga segalanya diridhai dan ia menjadi orang yang dicintai-Nya. Bagi mereka apapun yang dilakukan dalam kehidupan, tak ada maknanya, tanpa kerelaan dan cinta Tuhan. 

Pada tradisi masyarakat pesantren, disamping doa, mereka juga biasanya memulai dengan membaca shalawat atas Nabi dan menjadikan beliau sebagai wasilah (penengah/juru bicara) kepada Tuhan. Di berbagai negeri Muslim tradisi ini telah berlangsung sangat lama. Mereka memandang wasilah patut dilakukan. Karena berkat, atas peran dan melalui beliaulah manusia mengerti tentang Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya. Bahkan dalam tradisi sufisme bahwa demi Nabi Muhammadlah Tuhan menciptakan semesta. 

Mereka menyebutkan  kata-kata Tuhan dalam hadits Qudsi, “Lawlaka Lawlaka Ma Khalaqtu al-Aflak” (Andai tak karena kamu (Muhammad), ya, Andai tak karena kamu, Aku tak Menciptakan cakrawala). Maka masih menurut mereka, “Awwal Ma Khalaqa Allah, Nur Muhammad” (Ciptaan Tuhan yang pertama adalah “Nur (cahaya) Muhammad.” 

Mereka juga meyakini bahwa Nabi Saw adalah al-Syafi’ (sang penolong), sebagaimana beliau menolong umat manusia ketika dalam kegelapan zaman Jahiliyah. Berkat beliaulah umat manusia mendapatkan cahaya. Al-Qur’an menyatakan hal ini:

هُوَ الَّذِى يُصَلِّى عَلَيْكُم وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ. وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْن رَحِيْماً

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu (Muhammad) dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan (membebaskan) mereka dari kegelapan  (kebodohan kepada cahaya (ilmu pengetahuan). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Ahzab, [33]:43). (Bersambung)

Oleh: Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Dar al-Tauhid Cirebon, Jawa Barat

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

5 Responses

  1. C K P08/08/2012 at 11:52Reply

    koq sama dengan yang ada di NU onlone ya apa hasil Copas???????

    • Author

      Dian Kusumaningrum08/08/2012 at 21:35Reply

      Iyaa..artikel kami di sini tidak selalu ditulis sendiri tapi ambil referensi dari mana saja yang bs dipertanggungjawabkan kebenarannya..:)

  2. Imam Rosyadi09/08/2012 at 06:53Reply

    ALHAMDULILLAH MSH ADA SAUDARA SEIMAN KITA YANG MAU BERPARTISIFASI DALAM SYIAR AGAMA KITA,BAGI KAMI BUKAN DARI MANA ARTIKAL ITU DIDAPAT,TAPI KAMI LEBIH MELIHAT MANFAATNYA WALAUPUN TOH HARUS DIMUNCULKAN BERIBU KALI,NIATNYA BAIK PAHALA DIDAPAT. AMIN

  3. SPHD27/08/2012 at 10:21Reply

    jika Muhammad saw junjungan kita saja TIDAK mau dikultuskan…. mengapa masih ada yang mau melakukan hal itu terhadap Gus DUR…. ingat lah .. apa yang anda lihat .. pasti tidak sama dengan yang saya lihat dan saya dengan ttg kelakuan Gus Dur…. yang pernah menyatakan bhw qur’an adalah kitab porno.. tuh buktinya ada kalimat MENETEKI atau menyusui ….

  4. Rahman16/10/2012 at 20:55Reply

    Coba otak dipake,

    Dulu Gusdur pernah mengatakan assalmu’alaykum diganti selamat pagi dsb…………..rame…….akhirnya orang semua pake asslamu ‘alaykum …dan sekarang tambah rame.
    Dengan berani beliau hadir di senayan , hadir ribuan pendeta termasuk dari AS yang katanya akan menyembuhkan mata gusdur, ternyata gagal, bukti bahwa pendeta tidak ada apa-2nya. Qur’an porno karena ada kata-2 menetek, orang-2 segera menelaah Qur’an dan kitab-2 lain, ternyata di kitab lain itu kata-2nya lebih vulgar. Jadi bukti kesucian Qur’an.
    Di Qur’an nabi khidir merusak kapal, membunuh anak. Ini kan kecil perbuatan kriminal dan dosa, dilihat dari segi syare’atnya, tapi kan itu bukan perbuatan salah. Jadi melihat sikap orang-2 yang ilmunya sudah tinggi tidak hanya dilihat oleh mata sacerewele. Perbuatan para wali Allah itu di luar adat kebiasaan.

    Abdullah,

Tinggalkan Balasan