Mestikah Kita Mencintai Ahlul Bait Nabi

Sarkub Share:
Share

Aisyah, isteri Rasulullah berkisah, “Suatu hari Husain masuk ke dalam rumah ketika Rasulullah saw sedang tidur. Ketika Husain duduk di atas ranjang Rasul, maka Nabi pun terbangun dari tidurnya, lalu Nabi berkata kepadaku, ““Wahai Aisyah! sesungguhnya Husain ini akan dibunuh di Padang Karbala! Karena itu barangsiapa yang menziarahinya (berdoa untuknya) atau melangkahkan kakinya berziarah kepadanya maka baginya pahala Hajji dan Umrah!”

Aku (Aisyah ) bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, pahala satu kali haji dan satu kali umrah?” Rasulullah saw menjawab, “Pahalanya dua kali Hajji dan dua kali Umrah” Setiap kali aku terkejut, Rasulullah saww menambah bilangan kelipatan pahalanya hingga beliau mengatakan : ‘Sembilan puluh Hajji dan sembilan puluh Umrah!”

Mungkin Anda akan terkejut mendengar hadits ini, tetapi jika Anda mengenal siapa Husain bin Ali, putra Fathimah, cucu kesayangan Nabi ini, maka lenyaplah segala keheranan dan ketakjuban Anda. Atau mungkin juga Anda akan mengira bahwa orang Syi’ah lebih mengutamakan Ziarah kepada Husain ketimbang Haji ataupun Umrah?!

Perhatikan dan bacalah kembali hadits di atas tersebut! Bahwa Hadits atau pun ucapan Rasul Saw tak sedikit pun bermaksud mengabaikan ataupun mengecilkan ibadah Haji maupun Umrah, tapi bagi Rasul Saw kecintaan kepada Husain yang merupakan salah seorang Ahlul Baitnya adalah hal yag teramat penting dan fundamental!

Lihatlah apa yang terjadi saat ini?

Setelah berabad-abad sejak peristiwa pembantaian Imam Husain, cucu Nabi Saww umat Islam pun mengalami hal yang sama. Apa yang terjadi dengan umat Islam? Kemana Pemimpin-pemimpin Islam Sejati? Kemana para pembela Islam?

Jika Anda semua mengenal Husain, tentulah dengan mudah Anda dapat menjawabnya.

Seorang penulis Kristen, George Jordac menulis di dalam bukunya “Voice of Justice”, katanya : “Jika Anda ingin menggerakkan air yang ada di dalam kolam kecil maka Anda dapat melakukannya cukup dengan menggerakkan tangan Anda, sehingga gelombang air akan bergerak saling bertabrakkan. Tetapi itu tidak dapat terjadi jika Anda lakukan di sebuah kolam renang. Kecuali jika Anda melemparkan sebuah batu besar ke dalam kolam renang tersebut! Akan tetapi hal itu berbeda jika air itu berupa danau yang besar, Anda tidak dapat membuat air menjadi bergelombang kecuali Anda melemparkan sebuah gunung ke dalamnya! Hal yang sama tidak dapat Anda lakukan pada sebuah lautan, kecuali jika Anda melemparkan sebuah planet ke dalam lautan tersebut!

Tapi saya (George Jordac) mengetahui sebuah laut yang tidak dapat digerakkan sama sekali kecuali oleh satu hal! Yaitu jeritan orang yang dizalimi!

Lautan itu adalah Ali bin Abi Thalib! Seorang yang berbagai hasrat keinginan dan bermacam syahwat tidak mampu menggerakkannya! Akan tetapi jeritan seorang wanita Yahudi yang berada dibawah perlindungan Pemerintahan Islam telah menggerakkan dan mengguncangkannya” (George Jordac, Voice of Justice)

Orang yang telah mengenal Nabi Muhammad Saw, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain serta Ahlul Baitnya yang lain tidak akan heran dengan keutamaan-keutamaan mereka.

Bacalah sejarah Ali! Bacalah sejarah Fathimah! Bacalah sejarah Hasan! Bacalah sejarah Husain! Anda akan memahami mengapa Allah SwT berfirman, “Katakanlah (Wahai Muhammad, kepada mereka): “Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku (ini) kecuali kecintaan kepada keluarga (ku)!” (al-Quran Surah 42 : 23)

Sementara Nabi Nuh as berkata: “Dan aku sekali-kali tidak minta upah atas seruan-seruanku itu. Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Semesta Alam!” (QS 26 : 109)

Juga Nabi Hud as berkata : “Dan aku sekali-kali tidak minta upah atas seruan-seruanku itu. Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Semesta Alam!” (QS 26 : 127)

Juga Nabi Saleh as berkata : “Dan aku sekali-kali tidak minta upah atas seruan-seruanku itu. Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Semesta Alam!” (QS 26 : 145)

Juga Nabi Luth as berkata : “Dan aku sekali-kali tidak minta upah atas seruan-seruanku itu. Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Semesta Alam!” (QS 26 : 164)

Juga Nabi Syu’aib as berkata : “Dan aku sekali-kali tidak minta upah atas seruan-seruanku itu. Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Semesta Alam!” (QS 26 : 180)

Lalu mengapa Nabi Muhammad Saw diperintahkan Allah SwT untuk meminta upah atas seruannya? Sementara Nabi-nabi lainnya tidak ? Mengapa?

Siapakah keluarga yang diperintahkan Allah untuk dicintai oleh seluruh manusia!

Rasulullah saw pun pernah bersabda, “Didiklah anak-anak kalian akan tiga hal : Mencintai Nabi kalian, Mencintai Ahlul Baitnya dan Membaca Al-Qur’an!” (Hadits Riwayat ad-Dailamy)

Rasulullah saww bersabda, “Seorang hamba Allah tidaklah beriman sebelum ia mencintai diriku lebih daripada dirinya sendiri dan lebih mencintai keturunanku daripada keturunannya, dan lebih mencintai keluargaku daripada keluarganya dan lebih mencintai zatku daripada zatnya sendiri!” (H.R. Baihaqi & Dailamy)

Mencintai Ahlul Bait Nabi bukan sunnah tetapi kewajiban bagi setiap muslim! Mencintai Ahlul Bait Nabi adalah bagian dari pokok keimanan.

Al-Qalyubi berkisah, “Seorang lelaki tertidur di dalam masjid. Ia meletakkan dua kantong uangnya di sebelahnya. Ketika terbangun dilihatnya kedua kantong uangnya telah lenyap. Lalu ia memandang kee sekeliling ruang masjid, tidak ada seorangpun kecuali seorang lelaki yang sedang shalat. Dia mendekati lelaki yang sedang shalat itu dan menunggu sampai lelaki itu selesai melakukan shalatnya. Lelaki yang telah usai dari shalatnya bertanya : “Ada apa?”

“Begini, tadi saya tertidur dan disebelahku ada dua kantong uang milikku. Setelaah kubangun ternyata kedua kantongku sudah hilang. Aku perhatikan tidak ada orang lain di ruangan ini selain aku dan tuan?!”, kata lelaki yang kehilangan uang tersebut.

Lalu lelaki yang usai shalat itu bertanya “,Berapa uangmu yang hilang itu?” “Seribu Dinar!”, jawabnya.

Kemudian orang itu pulang dan kembali membawa uang sebanyak 1000 dinar. Diserahkannya uang tersebut kepada lelaki yang kehilangan uang itu. Setelah menerima uang tersebut lelaki itu kembali menemui ke tempat di mana biasa kawan-kawannya berkumpul. Kawan-kawannya berkata, ”Sebenarnya uangmu itu ada pada kami! Kami hanya bercanda saja. Ini uangmu itu!”

Lelaki itu terkejut bukan kepalang dan menceritakan peristiwa yang dialaminya tentang lelaki yang memberikan uang kepadanya. Kawan-kawannya berkata ,”Dia adalah Imam Ja’far ash-Shadiq (salah seorang Ahlul Bait Nabi)!”

Lelaki itu merasa malu, apalagi setelah mengetahui bahwa lelaki yang secara tidak langsung dituduh mengambil uangnya adalah Imam Ja’far ash-Shadiq. Maka ia segera bergegas ke rumah Imam Ja’far untuk mengembalikan uang tersebut. Imam menolaknya dan berkata ,”Sesungguhnya bila kami (Ahlul Bait) telah memberikan suatu pemberian maka kami tidak akan menariknya kembali”

Siapakah Imam Ja’far? Beliau adalah salah seorang Ahlul Bait Rasulullah Saw.

Riwayat-riwayat menakjubkan seperti ini tidak akan Anda temui pada siapa pun kecuali pribadi-pribadi besar seperti para Imam Ahlul Bait. Mereka adalah bintang penerang, penunjuk jalan dan suri tauladan bagi orang-orang yang beriman!

Agama Cinta

Dasar ajaran Islam adalah Cinta. Imam Muhammad al-Baqir as berkata, ““Agama adalah cinta dan cinta adalah agama” (Nur ats-Tsaqalain 5 : 285)

Para Imam Ahlul Bait sendiri menjadikan Cinta sebagai sebuah keyakinan agama.

Allah SwT berfirman, “Katakanlah (Hai Muhammad kepada manusia): ‘Jika kamu (benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku (Muhammad) niscaya Allah mencintaimu pula serta mengampuni dosa-dosamu” (al-Quran Surah 3 : 31)

Jika Anda benar-benar mencintai Allah maka ikutilah sunnah Rasulullah, ikutilah ajaran-ajaran beliau dan jangan Anda menyimpang dari sunnah Rasul-Nya!

Di dalam kitabnya Al-Kabir, Thabrany dan ar-Rafi’iy dan Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa senang hidup seperti hidupku dan mati seperti matiku, dan ingin mendapatkan Surga Eden yang dibangun Tuhanku, maka sepeninggalku hendaklah ia berwali (menjadikan pemimpin) kepada Ali dan hendaknya ia mengikuti pimpinan yang yang diangkat Ali dan meneladani para Ahlul Baitku. Mereka itu (Ahlul Baitku) adalah keturunanku. Mereka diciptakan dari darah dagingku dan dikarunia pemahaman dan ilmuku. Celakalah umatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku melalui mereka. Allah tidak akan menurunkan syafa’at kepada orang-orang seperti itu!”

Rasul saw bersabda, “Tidaklah yang mencintai kami Ahlul Bait melainkan orang beriman dan tidaklah yang membenci kami kecuali orang munafiq pendurhaka!” (Al-Mala dalam Sirah-nya)

Penulis bukanlah penganut Syi’ah

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

4 Responses

  1. baru belajar aswaja30/01/2012 at 02:14Reply

    haditsnya ko nggak ada perawinya, biasanya kalo hadits ada perawinya…

  2. elfan21/06/2012 at 10:42Reply

    Kalau terhadap Saidina Husain begitu besarnya sanjungan Nabi Muhammad SAW dan bahkan nabi mengetahui akan kematiannya, lalu bagaimana kedudukan Saidina Hasannya?

  3. elfan20/08/2012 at 10:36Reply

    APAKAH ADA KETURUNAN AHLUL BAIT?

    Dlm Al Quran yang menyebut ‘ahlulbait’, rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.

    1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah”.

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna ‘ahlulbait’ adalah terdiri dari isteri dari Nabi Ibrahim.

    2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: ‘Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu ‘ahlulbait’ yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna ‘ahlulbait’ adalah meliputi Ibu kandung Nabi Musa As. atau ya Saudara kandung Nabi Musa As.

    3. QS. 33:33: “…Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu ‘ahlulbait’ dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna para ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW.

    Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 maka penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. yakni para isteri dan anak-anak beliau.

    Jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas dan bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait tersebut sifat dan maknanya menjadi universal terdiri dari:

    1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg ‘nabi’ dan rasul sudah meninggal terlebih dahulu.

    2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya saudara kandung beliau ini, tak ada karena beliau ‘anak tunggal’ dari Bapak Abdullah dengan Ibu Aminah.

    3. Isteri-isteri beliau.

    4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau yang berhak menurunkan ke-‘nasaban’-nya, sayang tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan.

    Bagaimana tentang pewaris tahta ‘ahlul bait’ dari Bunda Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidaklah mengambil garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam.

    Lalu, apakah anak-anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali boleh kita anggap bernasabkan kepada nasabnya Bunda Fatimah?. ya jika merujuk pada Al Quran maka anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali tidaklah bisa mewariskan nasab Saidina Muhammad SAW.

    Kalaupun kita paksakan, bahwa anak Bunda Fatimah juga ahlul bait, artinya kita mau mengambil garis dari perempuannya (Bunda Fatimah), maka untuk selanjutnya yang dijadikan patokan nasab seharusnya pemegang waris tahta ahlul bait diambil dari anak perempuannya bukan dari anak lelakinya seperti Fatimah dan juga Zainab, bukan Hasan dan Husein sbg penerima warisnya.

    Dengan demikian sistim nasab yang diterapkan itu tidan sistim nasab berzigzag, setelah nasab perempuan lalu lari atau kembali lagi ke nasab laki-laki, ya seharusnya diambil dari nasab perempuan seterusnya.

    Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta ‘ahlul bait’.

    Kesimpulan dari tulisan di atas, bahwa pewaris tahta ‘ahlul bait’ yang terakhir hanya tinggal bunda Fatimah. Berarti anaknya seperti Saidina Hasan dan Husein maupun yang perempuan bukanlah pewaris tahta AHLUL BAIT.

    Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

    ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))، رواه البخاريُّ (3508)، ومسلم (112)، واللفظ للبخاري

    “Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Kalaupun ada anggapan kini ada yang ngaku keturunan nabi atau rasul, ya mereka mengambil nasab yang zigzag dari Bunda Fatimah lalu ke anak lelakinya Saidina Ali seperti Saidina Hasan dan Husein. Yang pasti, Saidina Hasan dan Husein adalah ‘keturunan’ Saidina Ali bin Abi Thalib. Terlebih lagi jika merujuk pada QS. 33:4-5 dan hadits tersebut, maka tetap saja yang ngaku-ngaku sebagai keturunan nabi saat ini adalah keturunan Saidina Ali bin Abi Thalib bukannya keturunan Saidina Muhammad SAW.

  4. hamba allah28/08/2013 at 13:17Reply

    hadits palsu.
    tidak mungkin ada orang (aisyah) kaget berulang2 sampai 90 kali.

Tinggalkan Balasan