Pondok Pesantren Berdiri Megah Di Tanah Hibah Sang Pendeta

Sarkub Share:
Share

Abdu L Wahab dan Masyarakat PapuaBeberapa hari kemarin saya bertemu dengan H. Nur Alam SE, M.Si Wakil walikota jayapura ,beliau menceritakan tentang hubungan lintas agama yang ada di jayapura, beliau menjelaskan kalau di jayapura hubungan lintas agama sangat " harmonis , sampai beliau mengatakan

" Jika ingin belajar tentang kerukunan umat beragama datanglah ke jayapura"

Sebelum menginjakan kaki di pulau cendrawasih, saya begitu sering dicekoki pandangan stereotip tentang orang Papua.

Namun setelah berada di sini dan bergaul dengan mereka, bayangan kejam dan biadab itu tak terlihat sama sekali. Yang aku temukan justru masyarakat yang ramah tamah dan cenderung pemalu. Mereka juga bisa menerima pendatang dengan baik-baik dan tidak suka mendahului berbuat ulah dengan dalih yang punya kawasan.

Bahkan setiap berpapasan dengan orang asli sini malah mereka selalu mendahului untuk tersenyum.

Saya pikir semua pandangan negatif itu hanyalah satu bagian dari budaya "sawang sinawang" sebagian dari kita, bahkan tak jarang ketika ada acara agama tertentu dari perwakilan muslim atau kristen saling datang untuk bersilaturohim, karakter dasar masyarakat Papua sesungguhnya harmonis. Dalam banyak hal mereka mampu berdampingan dengan rukun dan kerja sama.

Kenyataan ini tampak dari berbaurnya mereka dalam pembangunan rumah ibadah, kepanitiaan MTQ, dan seremoni keagamaan lainya. Disini tidak ada kekerasan apapun yang mengatasnamakan agama.

Hubungan antara Kiai dan pendeta disini begitu luar biasa, bahkan kalau sampean sempat berkunjung ke Papua alangkah baiknya sampean mengunjungi sebuah pesantren di daerah Koya Distrik Abepura Kota Jayapura.

Pesantren yang didirikan oleh Aktifis NU yang berdiri begitu megah ternyata berdiri di atas Tanah Hibah seorang Pendeta.

Pesantren tersebut di dirikan Pada tahun 2008 oleh Gus Ismail Asso. Tanah pesantren seluas 2 hektar tersebut merupakan hibah dari seorang pendeta di Keondoafian Leseng Papua, atas nama Elly Waskai (66 tahun) Gus Ismail Asso menceritakan Sebelumnya, ia memiliki tanah 500 m di daerah lain untuk mendirikan pesantren bernama Al-Hidayah.Tapi tanah itu diserobot orang. Ia kemudian mengadu ke Keondoafian Leseng Papua, menemui Pendeta Elly. 

Mendengar tanah Gus Ismail telah diserobot, Pendeta elly sangat mengecam penyerobotan tanah yang di tanah tersebut akan didirikan sebuah pesantren, Akhirnya pendeta Elly memberikah hibah tanah seluas 2 hektar kepada Gus ismail  “Hilang 500 m dapat 2 hektar,” Ini baru subhnallah yaa.

Gus Ismail sangat bersyukur atas kebaikan Pendeta Elly yang mendukung pendirian pesantren.

Selain kebesaran hati pihak Ondoafi, faktor KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga sangat membantu. “Gus Dur sangat dihormati di Papua,” kata Gus Ismail.

Banyak sekali tokoh" agama di sini yang sangat kagum dengan Gus Dur ketika beliau menyelesaikan kemelut di Bumi Cendrawasih ini, termasuk setelah lengser dari kursi presiden.

Pendekatan yang bijak membuat Gus Dur sangat dicintai rakyat Papua hingga saat ini. Sikap tersebut dinilai mencerminkan sikap NU yang lentur dan ramah dalam menyikapi persoalan.

“Waktu Gus Dur datang ke Papua, beliau mengucapkan Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Suasana diam semua. Tenang. Nggak ada suara sama sekali. Padahal, itu kalau bukan Gus Dur yang ngucapin, pasti sudah ribut. Ini menunjukkan Gus Dur sudah tepat cara masuknya,”

Bahkan gus Ismail menceritakan, ketika cucu KH Hasyim Asy’ari itu wafat, pendeta-pendeta Papua meneteskan air mata. Karangan-karangan bunga dari mereka dikirim ke lembaga umat Islam Papua seperti Dewan Muslim Papua.

“Kita orang Islam belum tentu seperti ini ",

Pesantren tersebut kini dihuni sekitar 245 santri. Santri-santri tersebut ada yang asli Papua yang sudah muslim, ada juga anak muslim dari luar Papua. Sambil mondok, mereka diajarkan pertanian dan perikanan.

Gus Ismail Asso pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Al hidayah adalah asli Papua kelahiran tanah Walesi, daerah Wamena. Masa kecilnya beliau menimba ilmu agama di pesantren Al-Istiqomah yang didirikan ayahandanya, Tauluk Asso pada tahun 1978. Pada tahun 1988, Gus Ismail mencari ilmu ke Jawa. Mulanya karena ia mewakili Papua pada MTQ tingkat nasional di Lampung.

Penampilannya mewakili Papua, mengesankan panitia MTQ sehingga ia diminta untuk memperdalam ilmu agama lebih lanjut. Kemudian ia mondok di Pesantren Almukhlisin, Ciseeng. “Dari panitia musabaqah disuruh ngaji. Dikirim ke Al-Mukhlisin

Gus Ismail kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Syari’ah Universitar Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di situ ia bergabung dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Da'wah ala NU yang dibawa Gus Ismail Alhamdulillah sangat diterima di sini

Semoga kita sebagai generasi muda bisa mencontoh mereka" yang merangkul semua golongan dengan penuh cinta dan kasih sayang

 

Sumber : Abdu L Wahab 6:45:56 PM Cikombong Kotaraja Abepura Papua

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

One Response

  1. Sodikin Azzahra17/03/2015 at 03:51Reply

    Ber share ke facebook dan twitternya donk

Tinggalkan Balasan