Nuzulul Qur’an Dalam Berbagai Madzhab

Sarkub Share:
Share

Kitab suci Al-Qur’an, turunnya Wahyu Allah Ta’ala kepada Rasulullah (lewat Jibril) disampaikan melalui berbagai cara. Ada yang didiktekan, ada pula yang dlmasukkan ke dalam kalbu. Bahkan, ada yang disertai suara lonceng bergemerincing dahsyat. Malaikat bisa tampil sebagai lelaki yang gagah rupawan, pernah pula dalam wujud asli yang menakutkan.

Mekkah, pertengahan bulan Ramadan, 15 abad silam. Cuaca kering, suasana sunyi senyap.Gua Hira di lereng Bukit Nur tak jauh dari jantung kota Mekah, remang-remang dan lengang. Seorang lelaki berusia 40 tahun tengah melakukan tahanut, khalwat, atau uzlah (menyepi) di gua yang hampir tak pernah dijamah manusia. Dialah Sayidina Muhammad lelaki yang kelak menjadi pemimpin besar sebagian umat manusia.

Di tengah keheningan itu, tiba-tiba muncul kilauan cahaya memasuki gua, mendekati Muhammad. Perlahan kilauan itu menjelma Jadi sosok manusia yang belum pernah dikenalnya, yang  kemudian menyuruhnya membaca.

“Bacalah..!” katanya.

Dengan gemetar Nabi Muhammad SAW menggeleng, ”Aku tidak bisa membaca”

Sosok sangat berwibawa itu, lalu mendekap Nabi Muhammad, yang menggigil ketakutan. Setelah melepaskannya, kembali sosok tersebut menyuruh Nabi  Muhammad SAW membaca, dan sekali lagi ia menggeleng. Hal itu berulang Sampai 3 kali.

Karena takut kembali didekap, Nabi Muhammad SAW pun bertanya “Apa yang harus saya baca?”

Maka sosok yang tiada lain adalah Malaikat itu lalu menuntun Muhammad membaca,”Bacalah! Dengan menyebut nama yang telah mencipta. Dia ciptakan dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, yang telah Mengajar dengan kalam, yang mengajar apa yang tidak diketahuinya.

Peristiwa itu pun kemudian melekat di benak setiap kaum muslimin sebagai kronologi  bersejarah turunnya wahyu Allah SWT yang pertama, yaitu surah Al-Alaq ayat 1-5, satu dari 114 surah Al-Quran.

Sebagian besar ulama yakin, wahyu pertama turun pada 17 Ramadhan, saat Rasulullah SAW tengah bertahanut di Gua Hira. Tanggal 17 Ramadan adalah juga tanggal pecahnya Perang Badr, beberapa tahun setelah peristiwa di gua Hira tersebut. Para mufasir (ahli tafsir) Al-Quran mendasarkan hal itu pada ayat 41 surah Al-Anfal, “… jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa kami turunkan kepada hamba Kami di hari Furqan (pembeda yang hak dari batil), yaitu hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Namun menurut sebagian Ayat Al-Quran turun pada  Lailatul Qodar (malam penentuan), yang diperkirakan jatuh pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Misalnya ayat 1 surah Al-Qadr, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulkadar.” Juga ayat 185 surah Al-Baqarah, “Bulan Ramadan (ialah) bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk Itu, serta pembeda antara yang hak dan yang batil.” Selain itu juga ayat 3 surah Ad-Dukhan, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang diberkahi.” Tapi di sisi lain, sejarah justru mencatat, Rasulullah SAW menerima wahyu Al-Quran bagian demi bagian sepanjang 22 tahun dua bulan 22 hari. Mengapa demikian?

.

LAUHUL MAHFUZH

Meskipun Al-Qur’an diimani sebagai kalamullah, firman Allah, kajian mengenai keberadaannya sejak dari sumbernya pun telah membuahkan beda pendapat. Para ulama Ahlusunah meyakini, semua firman Allah sama-sama kadim (“maha-dahulu”) dengan Allah. Sebab, kalam tentulah tak terplsahkan dari Sang Mutakalim, yang mengucapkannya. Sementara kalangan Mu’tazilah berpendapat sebaliknya. Al-Quran adalah “makhluk”, yang tentu bersifat hadits atau huduts (baru), sebagaimana makhluk Allah lainnya.

Proses penurunan wahyu itu melalui berbagai cara. Kepada malaikat, misalnya, Allah selalu berbicara langsung dengan bahasa yang hanya dipahami oleh mereka. Hal itu dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Nawas bin Sam’an, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila Allah hendak mewahyukan suatu urusan, Dia pun berblcara melalul wahyu. Maka langit pun berguncang dengan dahsyat, karena takut kepada Allah SWT. Apabila penghuni langit mendengarnya, jatuh bersujudlah mereka. Yang pertama mengangkat wajah adalah Jibril, maka Allahpun berbicara kepadanya menurut cara yang dikehendaki-Nya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malalkat. Setiap kali melewati satu langit, malalkat penjaga langit bertanya, ‘Apa yang telah dikatakan oleh Tuhan kita, wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Dia mengatakan yang hak, dan Dialah Zat Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.’ Para malaikat itu pun lalu menirukan yang diucapkan Jibril…”

Al-Quran juga diyakini tercatat di suatu tempaf di arsy (takhta) Allah yang disebut Lauhul Mahfuzh. Proses perjalanan wahyu dari Lauhul Mahfuzh sampai ke Rasulullah juga tak lepas dari beda pendapat. Setelah melalui polemik cukup panjang, ulama Ahlu-sunah terbagi dalam tiga mazhab besar. Mazhab pertama bersandar pada pendapat Ibn Abbas dan sejumlah ulama yang menjadi pegangan mayoritas ulama saat ini. Menurut mazhab ini, yang dimaksud dengan turunnya Al-Quran dalam ketiga ayat tadi iaiah turunnya seluruh ayat Al-Quran sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke BaituI Izzah di langit dunia, ketika para malaikat terkagum-kagum menyaksikan kebesaran peristiwa tersebut.

Setelah itu barulah Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW secara berangsur-angsur selama 22 tahun dua bulan 22 hari berdasarkan berbagai peristiwa dan kejadian sejak Rasulullah diutus sebagai rasul hingga wafat. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadis sahih. Antara lain, riwayat Ibn Abbas, yang menyatakan, “Al-Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada Lailatulkadar, kemudian diturunkan selama 22 tahun.” Lalu la membacakan ayat 33 surah Al-Furqan, ‘Tidakkah orang-orang kafir itu datang kepadamu dengan sesuatu yang ganjil, sedangkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling balk penjelasannya.”

Dalam riwayat yang lain, Ibnu Abbas berkata, “Al-Quran itu dipisahkan dari az-Zikr, lalu diletakkan di BaituI Izzah di langit dunia. Maka Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi SAW.” Kata Ibn Abas lagi, “Al-Quran diturunkan pada Lailatulkadar di bulan Ramadan ke langit dunia sekaligus, lalu diturunkan secara berangsur-angsur.”

.

LEWAT MIMPI

Mazhab kedua berdasarkan riwayat Asy-Sya’bi Menurut mazhab ini, turunnya Al-Quran sebagaimana disebutkan dalam tiga ayat tersebut merupakan permulaan turunnya Al-Quran pada Rasulullah SAW. Dimulai pada Lailatulkadar di bulan Ramadan, kemudian turun bertahap sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang dialami atau terjadi di masa hidup Rasulullah SAW selama kurang lebih 23 tahun. Jadi, menurut mazhab ini, Al-Quran diturunkan dengan satu cara, yaitu secara bertahap kepada Rasulullah SAW. Mereka menyandarkan pendapatnya kepada ayat 106 surah Al-lsra, “Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”

Menurut ulama tafsir mula-mula RASULULLAH SAW diberi oleh Allah SWT lewat mimpi di bulan Rabi’ulawal, bulan kelahirannya. Mimpi itu berlangsung terus selama 6 bulan sampai kemudian beliau mendapat wahyu dalam keadaan sadar, terjaga,pada bulan Ramadhan dengan surah AI-‘Alaq. Madzhab kedua ini juga bersandar pada dalil-dalil shohih Dan tidak bertentangan dengan madzhab pertama.

Pendapat Madzhab ketiga lain lagi. Menurut madzhab ini, Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia selama 23 tahun pada setiap datangnya Lailatul Qodar, selama masa kenabian Rasulullah SAW. Pada setiap Laylatul Qodar tahunnya setiap tahunnya, diturunkan ayat-ayat yang telah ditentukan oleh Allah di sepanjang tahun tersebut. Baru kemudian wahyu untuk satu tahun itu diturunkan berangsur-angsur oleh JIbril kepada Rasulullah sepanjang tahun. Mazhab ini adalah hasil ijtihad sebagian mufasir, tidak mempunyai dalil.

Namun pada akhirnya pendapat yang unggul ialah diturunkan dalam dua piode.Pertama diturunkan sekaligus pada laylatur qodar dari Lauhul Mahfuzh di arsy ke Baitul Izzah di langit dunia. Kedua, Al-Quran diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama lebih kurang 23 tahun.

Al-Qurtubi seorang ulama mufasir yang termasyur menukil riwayat ijma'(kesepakatan) ulama dari Muqatil bin Hayyan bahwa Alturunnya Al-Quran itu sekaligus, dari Lauhul Mahfuzh ke BaituI Izzah di langit dunia. Sementara Ibn Abbas sendiri memandang, tidak ada pertentangan antara ketiga ayat yang berkenaan dengan turunnya Al-Quran tersebut dengan realitas sejarah kehidupan Rasulullah SAW, bahwa Al-Quran turun selama lebih kurang 23 tahun, dan bukan hanya di bulan Ramadan.

Para ulama ahli tafsir mengisyaratkan hikmah sistem penurunan Al-Qur’an tersebut. As-Suyuti misalnya, berpendapat, “Rahasia diturunkannya Al-Quran sekaligus ke langit dunia iaiah untuk memuliakan kitab suci tersebut dan orang yang menerimanya. Yaitu dengan memberitahukan kepada penghuni tujuh langit dan bumi bahwa Al-Quran adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul terakhir dan umat yang paling mulia. Kitab itu telah berada di ambang pintu dan akan segera diturunkan kepada mereka.”

.

AGAMA SAMAWI

Seandainya tidak ada hikmah llahi yang menghendaki disampaikannya Al-Qur”an secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, As-Suyuthi melanjutkan, tentulah la diturunkan ke bumi sekaligus seperti halnya kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Untuk memperkuat pendapatnya, la mengutip ayat 192-195 surah Asy-Syu’ara, “Dan sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta Alam; dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.”

Proses turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu memang suatu keistlmewaan, karena kitab-kitab agama samawi seiaelumnya, seperti Taurat (untuk Nabi Musa), Injil (untuk Nabi Isa), dan Zabur (untuk Nabi Dawud), turun sekaligus. Dalam Al-Qur’an surah Al-Furqan ayat 32, Allah SWT berfirman, “Berkatalah orang-orang kafir, ‘Mengapa Al-Quran Itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’ Demikianlah, supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (jelas).” Sementara turunnya Al-Qur’an di bulan Ramadan juga menguatkan autentisitasnya sebagai firman Allah SWT. Karena di bulan Ramadanlah diturunkannya semua kitab suci agama samawi. Menurut sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imran dari Qatadah, Nabi SAW bersabda, “Shuhuf (lembaran-lembaran wahyu) Ibrahim diturunkan Allah pada awal malam bulan Ramadhan, Taurat diturunkan Allah pada pertengahan bulan Ramadan, Injil diturunkan Allah pada tanggal 13 bulan Ramadan, Zabur diturunkan Allah pada tanggal 18 bulan Ramadan, dan Al-Quran diturunkan Allah pada tanggal 24 bulan Ramadan.”Yang dimaksud turunnya Al-Qur’an pada tanggal 24 bulan Ramadan iaiah turun dari Lauhul Mahfuzh di arsy ke BaituI Izzah di langit pertama. Sedangkan turunnya wahyu kepada Rasululah SAW melalui Jibrll di Gua Hira terjadi pada 17 Ramadan. Diawali dengan lima ayat pertama surah Al-Alaq dan seterusnya, diturunkan berangsur-angsur selama 22 tahun dua bulan 22 hari, sampai tanggal 9 Zulhijah, tiga bulan sebelum Rasulullah SAW wafat.

Ditinjau dari periode turunnya, Al-Qur’an terbagi dua. Surah Makiyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan di Mekah sebelum Nabi berhijrah ke Medinah. Jumlahnya meliputi 19/30 dari seluruh kandungan Al-Qur’an, terdiri dari 86 surah atau 4.780 ayat. Surah-surah Makiyah itu umumnya pendek-pendek, dan  “banyak didahului dengan kata-kata “Ya ayyuhan nasi’ (Wahai manusia), dan berkaitan dengan iman, akhlak, ancaman dan pahala, serta kisah-kisah umat terdahulu yang mengandung hikmah keteladanan.

.

GEMERINCING LONCENG

Bagian kedua lalah surah-surah Madaniyah, yang turun di Medinah, yaitu sesudah Nabi hijrah ke Medinah. Jumlahnya meliputi 11/30 dari kandungan Al-Qur”an, atau 28 surah atau 1.456 ayat. Surah Madaniyah umumnya panjang-panjang, banyak diawali dengan “Ya, ayyuhal ladzina amanu’ (Hai, orang-orang yang beriman), dan berkaitan dengan hukum kemasyarakatan, tata negara, perang, hubungan internasional, hubungan antar-agama, dan sebagainya. Adapun metode penyampaian Al-Quran oleh Jibril kepada Rasulullah SAW melalui berbagai cara. Antara lain Jibril “memasukkan” wahyu itu secara langsung ke dalam hati Rasulullah tanpa memperlihatkan wujudnya. Beliau tiba-tiba merasakan wahyu itu telah berada di dalam hatinya. “Ruhul kudus mewahyukan ke dalam kalbuku…,” sabda Rasulullah SAW.

Terkadang Jibril juga menampakkan diri kepada Nabi Muhammad SAW sebagai seorang laki-laki yang gagah dan rupawan. la mengucapkan wahyu, kata demi kata, dihadapan Rasulullah SAW, sehingga beliau menghafalnya. Di lain waktu, wahyu yang turun seperti gemerincing lonceng. Cara ini oleh Rasulullah dirasakan paling berat, sampai beliau “mandi” keringat, padahal terkadang terjadi di musim dingin.

Meski hanya serangkaian kalimat, pada hakikatnya wahyu hal yang sangat agung dan berat. Bahkan apabila Nabi Muhammad SAW menerima wahyu ketika ia sedang mengendarai unta, seketika itu juga untanya berhenti dan terduduk, karena merasa sangat berat. Pernah juga Jibril menyampaikan wahyu dengan menampakkan wujud aslinya.

Setiap kali menerima wahyu, Rasulullah SAW kemudian menghafalnya di bawah pengwasan Jibril. Setelah itu Rasulullah membacakannya di hadapan para sahabat dan memerintahkan mereka untuk menghafalnya. Rasulullah juga memerintahkan sahabat yang pandai baca tulis untuk mencatat wahyu tersebut di pelepah kurma, lempsengan batu, kepingan tulang unta, dengan sangat hati-hati. Di Medinah, Rasulullah memiliki beberapa juru tulis wahyu. Yang paling terkenal Zaid bin Tsabit, dan belakangan Muawiyah bin Abi Sufyan.

Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Bukhari dan Muslim, setiap tahun Jibril mendatangi Rasulullah SAW untuk memeriksa dan hafalan beliau. Jibril menyuruh mengulangi bacaan seluruh ayat yang telah diwahyukan. Kemudian Nabi sendiri juga melakukan hal yang sama, mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan Demikian terpeliharalah Al-Qur”an dari segala kesalahan atau kekeliruan.

Al-Quran, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah mukjizat yang tiada tanding. Ditinjau dari keindahan kalimatnya, ia memiliki ketinggian nilai sastra yang tiada tara Kandungan isinya pun sangat beragam, mencakup seluruh aspek kehidupan dan ilmu pengetahuan, baik fisik maupun metafisika. Tak seorang pun yang dapat membuat kitab yang menyamai atau menandingi Al-Qur”an, sebagaimana firman Allah dalam surah Bani Israil ayat 88, “Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat (kitab) serupa Al-Qur”an, niscaya mereka tidak akan dapat membuatnya, biarpun sebagian dari mereka membantu sebagian (yang lain).”

.

Dikutip Oleh Tim Sarkub dari Majalah Alkisah No. 21 Tahun III, 7-20 Ramadhan

.

Di Liang Lahat, Khatam 8.000 Kali Baca Qur’an

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan