Siang ini, sekitar pukul 09.30 WIB, acara Konferensi Internasional Bela Negara resmi dibuka. Acara pembukaan digelar di Gedung Junaid, Pekalongan. Selanjutnya, siang nanti pukul 13.00, akan dimulai konferensi di dua tempat, yakni di Hotel Santika (tertutup, khusus undangan) dan di Gedung Junaid (terbuka untuk umum).
Melalui konferensi ini, semoga Indonesia bisa menjadi inisiator bela negara kaum muslimin sebagai perwujudan rasa cinta dan kasih sayang kepada tanah air dan alam semesta. Melihat begitu banyaknya konflik di negeri-negeri kaum muslimin, kita bisa lihat banyak nyawa yang melayang, infrastruktur rusak, peninggalan-peninggalan peradaban Islam yang tak ternilai hancur, dan tentu saja sangat sulit untuk membangunnya kembali.
Ada tangan-tangan kotor yang ingin memadamkan cahaya Islam, ada pihak yang ingin memundurkan Islam dari segi ekonomi, politik, budaya, dan agama. Ada kejadian yang sangat miris, orang menyembelih dengan membaca bismillah, sementara yang disembelih membaca takbir, sedangkan mereka adalah sesama muslim. Untuk itulah, sebagai rasa tanggung jawab ulama sebagai pewaris agama Nabi Muhammad SAW, diadakanlah Konferensi Ulama Ahlu Thariqah ini.
Berikut ini petikan-petikan pembicara dari para ulama ahlu thariqah dan berbagai pengisi acara yang kami petik dari akun Facebook resmi Jatman Event :
“Ada banyak hal yang bisa menjadi faktor persatuan umat. Ada banyak juga yang bisa menjadi faktor perpecahan umat, di antaranya ialah fanatisme golongan. Mazhab apapun yang menggunakan kekerasan untuk memaksakan orang lain untuk mengikuti mazhabnya tersebut, maka ini adalah bukti bahwa mazhab tersebut gagal membuktikan kedamaian. Dan Islam tentu menolak hal tersebut.”
(Syaikh Abdul Malik Abdurrahman As-Sa’di (Irak), dalam Konferensi Internasional Bela Negara, di Hotel Santika Pekalongan, sesi pertama)
“Ada lima faktor persatuan bagi umat Islam saat ini. Pertama, dengan mengedepankan aspek-aspek ushul, dan tidak sibuk dalam perkara-perkara khilafiyah. Kedua, menumbuhkan rasa cinta tanah air. Ketiga, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam berbangsa. Keempat, semangat kebersamaan bersama Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai kelompok terbesar umat Islam. kelima, meninggalkan kebiasaan menghakimi mereka yang berbeda paham dan aliran. Selain itu, saya mengusulkan agar kita selektif dalam penyiapan para dai (penyeru agama Islam). Harus ada kriteria yang jelas, berkompeten, terkualifikasi dengan sanad keilmuan yang sahih. Jangan sampai semua orang bebas bicara menyampaikan isi Al-Qur’an dan hadits Rasulullah tanpa ilmu.”
(Syaikh Usamah Abdurrazzaq Ar-Rifa’i (Libanon) dalam Konferensi Internasional Bela Negara, di Hotel Santika Pekalongan, sesi pertama)
“Umat Islam menjadi pelopor dalam meletakkan asas kebangsaan, yakni ketika Rasulullah mengakui peran umat Yahudi dan Nasrani di Madinah sebagai satu bangsa, bersama-sama dengan umat Islam. Maka kita pahami bahwa peradaban Islam sangat terbuka bagi seluruh umat manusia. Kita harus menegaskan bahwa kaum muslimin adalah umat yang penuh kebaikan, kedamaian, kasih sayang, yang diperuntukkan bagi seluruh manusia, binatang, dan tumbuhan. Maka kita juga akan intensif melakukan dialog tidak hanya dengan yang sesama pemahaman, tetapi juga terbuka dengan pihak-pihak lain. Keyakinan kita bahwa agama yang kita anut adalah agama yang benar, tidak kemudian memungkiri eksistensi agama lain, sehingga tidak menjadikan kita mudah menumpahkan darah umat yang lain.”
(Syaikh Musthafa Abu Shway dari Palestina (kanan) dan Dr. Othman Shibly dari Amerika Serikat (kiri), dalam Konferensi Internasional Bela Negara hari pertama sesi kedua di Hotel Santika, Pekalongan)
Ikuti up date terbaru dari Konferensi Ulama Ahlu Thariqah Pekalongan di sarkub.com.
Kontributor : Tim Sarkub
Foto : Jatman Event
No Responses