Kelembutan KH Abdul Wahab Hafidh, Kauman Rembang

Sarkub Share:
Share

KH Abdul Wahab adalah putera dari pasangan KH Abdullah Hafidh dan Hj Sofiah Zuhdi, pada usia remaja beliau belajar di pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta asuhan KH Ali Maksum lalu meneruskan kuliah di Al-Azhar University, Cairo. Beliau sebagai mahasiswa yang kiyai sehingga mata kuliahnya sudah terkuasai. Selama di sana dalam memanfaatkan waktu senggangnya selalu digunakan untuk sowan kepada para Syekh mursyid di Mesir termasuk Syekh Najmuddin Al-Kurdi putera Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi. Sowan kepada para ulama Tassawuf ini merupakan kesenangan dan himmahnya dalam memperdalam ulum tasowufiah. Sebagai putera Kiyai Mursyid yang mengemban pesantren syari’at dan Thariqah pemuda Abdul Wahab terpanggil himmahnya akan penguasaan ilmu Tasawuf dan dunia Thariqah yang bagaikan lautan tak bertepi, yang tidak cukup hanya dengan membaca hazanah kitab tapi juga harus bertabarruk dengan para mursyid terutama di Mesir dan Indonesia untuk mendapatkan Barokah dari para masyayikh.

Suami dari bunda Masyrifah Muslih adalah merupakan pribadi yang tegar, disiplin, tegas dan serius dalam menempuh jalan, yang tangguh dalam hadapi kesulitan, serta bulat hatinya dalam memikul tanggungjawab menggantikan estafet kepemimpinan ayahandanya. Kegemarannya sowan pada guru-guru yang masih hidup beliau juga gemar menziarahi Rijalul Ghoib dari daerah sekitar Rembang sampai Madura, Bogor, Belitung, bahkan Mekkah, Madinah, dan Jordan.

Mbah Wahab bagi penulis merupakan figur sentral, karena memiliki sifat lembut, romantis pada istri dan anak-anaknya, pada murid-muridnya beliau jarang bicara sesuatu di luar masalah ilmu, bila mendengar Ta’limnya setiap pagi, suaranya yang lirih, lembut, namun membuat hati luluh lantak ingin menangis, nafsu bagai terpenjara dan hilang seketika.

Ada cerita menarik pada masa Pemilu dimana pada waktu itu Partai hanya ada tiga, yaitu P3, Golkar dan PDI. Kampanye partai berlangsung meriah, ketiga partai saling melontarkan yel-yelnya pada kawannya dan lawan partainya. Suatu ketika kawan dari partai P3 dituduh dan ditan gkap karena telah menghina dan melecehkan lawan partainya. Kemudian temannya sowan kepada mbah Wahab untuk menjelaskan dan mohon bantuan agar temannya bisa keluar dari tahanan polsek Rembang. Kemudian Mbah Wahab tanpa pikir-pikir lagi mendatangi polsek Rembang dan menjelaskan bahwa kata-kata “Assu”, arek Suroboyo sudah biasa gunakan kata-kata tersebut untuk kawan akrabnya, bukan karena menghina tapi karena akrabnya yang bisa jadi kata itu sebagai ekspresi senang karena kawannya mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Akhirnya temannya bisa dibebaskan juga.

Nasihatnya yang paling melekat pada penulis adalah, “Bila kamu disakiti orang lain, jangan sekali-kali mendoakan jelek kepada orang tersebut, karena bila doamu tidak sampai maka doa tersebut akan kembali kepadamu, begitupun sebalikanya.” Nasihat tersebut dijalankan dengan penuh rasa berat hati karena harus menahan rasa marahnya yang tak kunjung padam. Sehingga penulis mendapatkan kehidupan yang lebih Barokah…Beliau wafat di RS Rembang, bulan Syawal tahun 2010 pada usia 69 tahun. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kemuliaan kepada beliau (Allahumma Yarham)..Amiin Ya Robbal ‘alamin..

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

2 Responses

  1. faza ashoffurrijal17/02/2012 at 19:06Reply

    subhanallah, betapa lembut hatinya…..

  2. m.nur qomari04/10/2012 at 23:27Reply

    tlong klo punya rekaman pengajianya gus miek kediri / Gus Bahak yang rutinan di masjid daerah sumberejo Bojonegoro. kulo nyuwon tlg di uploadken njih…..

Tinggalkan Balasan