Kebolehan Aneka Redaksi Shalawat Nabi

Sarkub Share:
Share

sholawat kok musyrikDalam amaliah sehari-hari mayoritas kaum Muslimin, yang sangat mencintai dan menghormati Nabi Muhammad SAW dengan penuh ta’zhim, telah dikenal sekian banyak redaksi shalawat kepada Nabi SAW, seperti Shalawat Munjiyat, Shalawat Nariyah, Shalawat Fatih, Shalawat Thibbul Qulub dan lain-lain. Kebanyakan redaksi shalawat-shalawat tersebut tidak disusun oleh Nabi sendiri, tapi disusun oleh para ulama dan auliya terkemuka yang tidak diragukan dalam keilmuan dan ketakwaannya.

Pertanyaan yang sering diajukan oleh kaum Wahhabi seperti Ibn Baz, al-Utsaimin, al-Albani, Mahrus Ali, dan lain-lain adalah: Bolehkah mengamalkan shalawat yang tidak disusun oleh Nabi SAW, bahkan tidak dikenal pada masa beliau?. Bahkan terakhir, tayangan Khazanah Trans 7 pada hari Jum’at 12 April 2013 menayangkan hal tersebut dengan membid’ahkan amaliah sholawat yang dikarang oleh ulama.

Sedangkan mengenai bentuk redaksinya, shalawat itu ada dua macam, yaitu Shalawat Ma’tsur dan Shalawat Ghoiru Ma’tsur. Shalawat Ma’tsur adalah shalawat yang dibuat oleh Rasululloh SAW sendirir, baik kalimat, cara membaca, waktu maupun fadhilahnya.

Adapun Shalawat yang masuk kategori Ghoiru Ma’tsur, adalah seperti shalawat yang disusun oleh Imam Al Ghazali, shalawat Quthbul Aqthab yang disusun oleh Sayid Abdullah bin Alawi Al-Hadad, Shalawat Nariyah, Shalawat Munjiyat, Shalawat Mukhathab dan lain – lain.

Mayoritas kaum “muslimin, berpandangan bahwa mengamalkan shalawat-shalawat yang disusun oleh para ulama dan auliya seperti Shalawat Munjiyat, Shalawat Nariyah, Shalawat al-Fatih, Shalawat Thibbul Qulub dan lain-lain adalah dibolehkan dan disunnahkan sesuai dengan paradigma umum yang mengakui adanya bid’ah hasanah dalam agama. Terdapat sekian banyak dalil -selain dalil-dalil bid’ah hasanah sebelumnya- yang menjadi dasar kebolehan membaca doa-doa dan shalawat-shalawat yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Di antara dalil- dalil tersebut akan kami sebutkan satu persatu di bawah.

1. Hadits Anas bin Malik RA.

hadits anas

“Anas bin Malik berkata: “Suatu ketika Rasulullah SAW  bertemu dengan laki-laki a’rabi (pedalaman) yang sedang berdoa dalam shalatnya dan berkata: “Wahai Tuhan yang tidak terlihat oleh mata, tidak dipengaruhi oleh keraguan, tidak dapat diterangjkan oleh para pembicara, tidak diubah oleh perjalanan waktu dan tidak oleh malapetaka; Tukan yang mengetahui timbangan gunung, takaran lautan, jumlah tetesan air luijan, jumlah daun-daun pepohonan, jumlah segala apa yang ada di bawah gelaapnya malam dan terangnya siang, satu langit dan satu bumi tidak menghalanginya ke langit dan bumi yang lain, lautan tidak dapat menyembunyikan dasarnya, gunung tidak dapat menyembunyikan isinya, jadikanlah umur terbaikku akhimya, amal terbaikku pamungkasnya dan hari terbaikku hari aku bertemu dengan-Mu.”

Setelah laki-laki a’rabi itu selesai berdoa, Nabi SAW memanggilnya dan memberinya hadiah berupa emas dan beliau berkata kepada laki-laki itu: “Aku memberimu emas itu karena pujianmu yang bagus kepada Allah ‘azza wa jalla”.

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al- Ausath (9447) dengan sanad yang jayyid.

Hadits ini menunjukkan bolehnya berdoa dengan doa yang belum pernah diajarkan oleh Nabi Dalam hadits tersebut, Nabi tidak menegur si a’rabi yang berdoa dengan susunannya sendiri, juga tidak berkata kepadanya: “Mengapa kamu berdoa dengan doa yang belum pernah aku ajarkan?!”. Akan tetapi Nabi SAW justru memujinya dan memberinya hadiah.

2. Hadits Abdullah bin Mas’ud

وَعَنِ أَبِنِ مَسْعُوْدٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: اِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاَحْسِنُوْا الصَّلاَةَ عَلَيْهِ فَاِنَّكُمْ لاَتَدْرُوْنَ  لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ فَقَالُوْا لَهُ : فَعَلِّمْنَا, قَالَ: اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ اِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ , الَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ بِهِ اْلاَوَّلُوْنَ وَاْلاَخِرُوْنَ.رواه ابن ماجه

“Abdullah bin Mas’ud berkata: “Apabila kalian bershalawat kepada Rasulullah SAW, maka buatlah redaksi shalawat yang bagus kepada beliau, siapa tahu barangkali shalawat kalian itu diberitahukan kepada beliau.” Mereka bertanya: “Ajari kami cara shalawat yang bagus kepada beliau.” Beliau menjawab: “Katakan, ya Allah jadikanlah segala shalawat, rahmat dan berkah-Mu kepada sayyid para rasul, pemimpin orangorang yang bertakwa, pamungkas para nabi, yaitu Muhammad hamba dan rasul-Mu, pemimpin dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat. Ya Allah anugerahilah beliau mcujam terpuji yang menjadi harapan orang­orang terdahulu dan orang-orang terkemudian.” Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (906), Abdurrazzaq (3109), Abu Ya’la (5267), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (9/115) dan Ismail al-Qadhi dalam Fadhl al-Shalat (hal. 59). Hadits ini juga disebutkan oleh Ibn al-Qayyim -ideolog kedua faham Wahhabi- dalam kitabnya Jala’ al-Afham (hal. 36 dan hal 72).

3. Hadits Ali bin Abi Thalib

عَنْ سَلاَمَةَ الْكِنْدِيِّ قَالَ: كَانَ عَلِيٌّ  رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ يُعَلّمُ النَّاسَ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِّيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَقُوْلُ : اَللَّهُمَّ دَاحِىَ الْمَدْحُوَّاتِ, وَبَارِئَ الْمَسْمُوْكَاتِ, وَجَبَّارَ الْقُلُوْبِ عَلَى فِطْرَتِهَا شَقِيِّهَا وَسَعِيْدِ هَا,اجْعَلْ شَرَائِفَ صَلَوَاتِكَ  وَنَوَاميَ بَرَكَاتِكَ وَرَأْفَةَ تَحَنُّنِكَ , عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِ كَ وَرَسُوْلِكَ, الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ وَالْمُعْلِنِ الْحَقَّ  بِالْحَقِّ وَالدَّامِغِ لِجَيْشْاتِ اْلاَبَاطيِْ كَمَا حُمِّلَ ,فَاضْطَلَعَ بِأَمْرِكَ بِطَاعَتِكَ ,مُسْتَوْفِزًا فِى مَرْضَاتِكَ,بَغَيْرِ نَكْلٍ فِى قَدَمٍ وَلاَوَهْيٍ فِى عَزْمٍ ,وَاعِيًا لِوَحْيِكَ ,حَافِظًا لِعَهْدِ كَ ,مَاضِيًّا عَلَى نَفَاذِ  أَمْرِكَ ,حَتَّى أَوْرَ ى قَبَسًا لِقَابِسٍ , آلا ءَ اللهِ تَصِلُ بِهِ أَسْبَابَهُ ,بِهِ هُدِيَتِ اْلقُلُوْبُ بَعْدَ حَوْضاتِ الْفِتَنِ وَاْلاِثْمِ ,وَأَبْهَجَ مُوْ ضِحَاتِ اْلاَعْلاَمِ وَنَائِرَاتِ اْلاَحْكاَمِ وَمُنِيْرَاتِ اْلاِسْلاَمِ,فَهُوَ أَمِيْنُكَ الْمَأْمُوْنُ وَخَازِنُ عِلْمِكَ الْمَخْزُوْنِ وَشَهِيْدُكَ يَوْمَ الدِّيْنِ وَبَعِيْثُكَ نِعْمَةً وَرَسُوْلُكَ بِالْحَقِّ رَحْمَةً.َ اَللَّهُمَّ افْسَحْ لَهُ فِى عَدْنِكَ وَاجْزِهِ مُضَا عَفَاتِ الْخَيْرِ مِنْ فَضْلِكَ لَهُ مُهَنّئَاتٍ غَيْرَ مُكَدَّرَاتٍ مِنْ فَوْزِ ثَوَابِكَ الْمَحْلٌوْلِ وَجَزِيْلِ عَطَائِكَ الْمَعْلُوْلِ . اَللَّهُمَّ أَعْلِ عَلَى بِنَاءِ النَّاسِّ  بِنَاءَهُ وَأَكْرِمْ  مَثْوَاهُ لَدَيْكَ وَنُزُلَهُ وَأَتْمِمْ لَهُ نُوْرَهُ وَاجْزِهِ مِنِ ابْتِعَاثِكَ لَهُ مَقْبُوْلَ الشَّهَادَةِ وَمَرْضِيَّ اْلمَقَالةِ ذَا مَنْطِقٍ عَدْلٍ وَخُطَّةٍ فَصْلٍ وَبُرْهَانٍ عَظِيْمٍ   

“ Salamah al Kindi berkata,” Ali bin Abi Thalib r.a mengajarkan kami cara vershalawat kepada Nabi SAW  dengan berkata:” Ya Alloh, pencipta bumi yang menghampar, pencipta langit yang tingi, dan penuntun hati yang celaka dan yang bahagia pada ketetapanya, jadikanlah shalawat –Mu yang mulia, berkah-Mu yang tidak terbatas dan kasih saying-Mu yang lebut pada Muhammad hamba dan utusan-Mu, pembuka segala hal yang tertutup, pamungkas yang terdahulu, penolong agama yang benar dengan kebenaran,dan penkluk bala tentara kebatilan seperti yang dibebankan padanya, sehingga ia bangkit membawa perintah-Mu dengan tunduk kepada-Mu, siap menjalankan ridha-Mu, tanpa gentar dalam semangat dan tanpa kelemahan dalam kemauan, sang penjaga wahyu-Mu, pemelihara janji-Mu, dan pelaksana perintah-Mu sehingga ia nyalakan cahaya kebenaran pada yang mencarinya, jalan – jalan nikmat Alloh terus mengalir pada ahlinya dengan Muhammad hati yang tersesat memperoleh petunjuk setelah menyelami kekufuran dan kemaksiatan,  ia ( Muhammad ) telah memperindah rambu – rambu yang terang, hukum – hukum yang bercahaya, dan cahaya – cahaya  Islam yang menerangi, dialah ( Muhammad )orang yang jujur yang dipercayai oleh-Mu dan penyimpan ilmu-Mu yang tersembunyi, saksi-Mu di hari kiamat, utusan-Mu yang membawa nikmat, rasul-Mu yang membawa rahmat dengan kebenaran. Ya Alloh, luaskanlah surga-Mu baginya, balaslah dengan kebaikan yang berlipat ganda dari anugerah-Mu baginya, yaitu kelipatan yang mudah dan bersih, dari pahala-Mu yang dpat diraih dan anugerah-Mu yang agung dan tidak pernah terputus . Ya Alloh, berilah ia derajat tertinggi diantara manusia, muliakanlah tempat tinggal dan jamuannya di surga-Mu, sempurnakanlah cahayanya, balaslah jasanya sebagai utusan-Mu dengan kesaksian yang diterima, ucapan yang diridhai, pemilik ucapan yang lurus, jalan pemisah antara yang benar dan yang bathil dan hujjah yang kuat.

Hadits ini diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur, Ibn Jarir (224- 310 H/839-923 M) dalam Tahdzib alAtsar, Ibn Abi Ashim, Ya’qub bin Syaibah dalam Akhbar ‘Ali, Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (29520), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath (9089) dan lain-lain. Hadits ini juga dikutip oleh ahli hadits sesudah mereka seperti al-Hafizh al- Qadhi Iyadh dalam al-Syifa, al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al- Badi’, Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Durr al-Mandhud, al-Hafizh al- Ghummari dalam Itqan alShan’ah dan lain-lain. Menunit al-Hafizh Ibn Katsir, redaksi shalawat ini popular dari Ali bin Abi Thalib.

4.  Hadits Abdullah bin Abbas

Lebih  dari itu, ada beberapa shahabat yang membuat shalawat tersendiri untuk Rasululloh SAW. Diantaranya adalah shahabat Abdullah bin Abbas seperti yang disebutkan pada hadits berikut ini:

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ كَانَ اِذَا صَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ : اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ شَفَاعَةَ مُحَمَّدٍ الْكُبْرَى وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ الْعُلْيَا وَأَعْطِهِ سُؤَلَهُ  فِى اْلاَخِرَةِ  وَاْلاُوْلَى كَمَا اَتَيْتَ اِبْرَاهَيْمَ وَمُوْسَى

“ Ibn Abas r.a apabila membaca shalawat kepada Nabi SAW beliau berkata,” Ya Alloh kabulkanlah syafaat Muhammad yang agung, tinggikanlah derajatnya yang luhur, dan berilah permohonanya di dunia dan akhirat sebagaimana Engkau kabulkan permohonan Ibrahim dan Musa” Hadits ini diriwayatkan oleh Abd bin Humaid dalam al-Musnad, Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (3104) dan Ismail al-Qadhi dalam Fahdl al-Shalat ‘Ala al-Nabiy (hal 52). Hadits ini juga disebutkan oleh Ibn al-Qayyim dalam Jala’ alAfham (hal 76). Al-Hafizh al- Sakhawi mengatakan dalam alQaul al-Badi’ (hal. 46), sanad hadits ini jayyid, ku at dan shahih.

5.  Shalawat al-Hasan al-Bashri

Al-Hasan al-Bashri, ulama generasi tabi’in terkemuka mengatakan: “Barangsiapa berkeinginan minum dengan gelas yang sempuma dari telaga Nabi maka bacalah:

“Ya Allah curahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sahabatnya, anak-anaknya, istri-istrinya, keturunannya, ahli baitnya, keluarga istri-istrinya, para penolongnya, pendukungnya, kekasihnya dan umatnya dan kepada kami bersama mereka semuanya ya arhamarrahimin.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Qadhi Iyadh dalam al Syifa dan al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ (hal. 47).

6. Shalawat al-Imam al-Syafi’i

Abdullah bin al-Hakam berkata: “Aku bermimpi bertemu al-Imam al- Syafi’i setelah beliau meninggal. Aku bertanya: “Bagaimana perlakuan Allah kepadamu?” Beliau menjawab: “Allah mengasihiku dan mengampuniku. Lalu aku bertanya kepada Allah: “Dengan apa aku memperoleh derajat ini?” Lalu ada orang yang menjawab: “Dengan shalawat yang kamu tulis dalam kitab al-Risalah:

sholawat imam syafi'i

“Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Muhammad sejumlah ingatan orang-orang yang berdzikir kepada-Nya dan sejumlah kelalaian orang-orang yang lalai kepada-Nya”.

Abdullah bin al-Hakam berkata: “Pagi harinya aku lihat kitab al Risalah, ternyata shalawat di dalamnya sama dengan yang aku lihat dalam mimpiku.”

Kisah ini diriwayatkan oleh banyak ulama seperti Ibn al-Qayyim dalam Jala’ alAjham (hal. 230), al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ (haL 254) dan lain-lain.

Hadits-hadits di atas, dan ratusan riwayat lain dari ulama salaf dan ahli hadits yang tidak disebutkan di sini, dapat mengantarkan kita pada beberapa kesimpulan di antaranya:

 

Pertama, dalam Islam tidak ada ajaran yang mengajak meninggalkan shalawat-shalawat atau doa-doa yang disusun oleh para ulama dan auliya.

Seperti Dalail al-Khairat, Shalawat al-Fatih, Munjiyat, Nariyah, Thibbul Qulub, Badar dan lain-kin. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam menganjurkan untuk mengamalkan shalawat-shalawat dan doa-doa yang disusun oleh para ulama dan auliya. Sejak generasi sahabat Nabi SAW kita dianjurkan untuk menyusun shalawat yang baik kepada Nabi SAW, sebagai tanda kecintaan dan ekspresi keta’zhiman kita kepada beliau. Mereka juga mengajarkan kita cara menyusun shalawat yang baik kepada Nabi SAW, seperti shalawat yang disusun oleh Sayidina Ali, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan ulama-ulama sesudahnya. Dari sekian banyak shalawat yang disusun oleh mereka, lahirlah karya-karya khusus dalam shalawat vang ditulis oleh para hafizh dari kalangan ahli hadits seperti Fadhl al-Shalat ‘aha. al-Nabi karya al-Imam Ismail bin Ishaq al- Qadhi, Jala’ al-Ajham karya Ibn al-Qayyim, al-Qahl al-Badi’ karya al-Hafizh al-Sakhawi dan ratusan karya shalawat lainnya.

Dengan demikian, ajakan Wahhabi agar meninggalkan shalawat dan doa yang disusun oleh para ulama dan auliya, termasuk bid’ah madzmumah yang berangkat dari paradigma Wahhabi yang anti bid’ad hasanah, serta bertentangan dengan Sunnah Rasul yang membolehkan dan memuji doa-doa yang disusun oleh para sahabatnya.

Kedua, di antara susunan shalawat yang baik adalah bacaan shalawat yang disertai dengan pujian kepada Nabi SAW.

 Seperti yang dicontohkan dalam shalawat Sayidina Ali bin Abi Thalib dengan menyertakan nama-nama dan sifat-sifat Nabi yang terpuji seperti, ‘alfatih lima ughliq, aldafi’ lijaysyat alabathil, al-khatim lima sabaq’ dan lain-lain. Oleh karena itu, Shalawat al-Fatih dan lain-lain yang mengandung pujian kepada Nabi SAW dengan kalimat ‘alfatih lima ughliq, al-khatim lima sabaq, thibbil qulub wa dawaiha’ dan lain-lain termasuk mengikuti Sunnah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang diakui sebagai salah satu Khulafaur Rasyidin oleh kaum Muslimin. Rasulullah sendiri memerintahkan kita agar mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin sebagaimana juga diakui oleh al-‘Utsaimin (Ulama Wahabi) dalam Syarh al-‘Aqidah al- Wasithiyyah (hal. 639).

Ketiga, hadits-hadits di atas, dapat mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa para sahabat telah terbiasa menyusun doa-doa dan bacaan shalawat kepada Nabi.

Hal ini kemudian diteladani oleh para ulama salaf yang saleh dari kalangan ahli hadits hingga dewasa ini. Lalu bagaimana dengan pernyataan Ustadz Mahrus Ali dalam bukunya Mantan Kiai NU Menggugat Sholaunt & Dzikir Syirik (hal. 91) berikut ini:

“Para sahabat yang fasih berbahasa Arab, lihai berbicara bahasa Arab dan ahli sastra bahasa Arab pun tidak mau membuat dan mereka-reka sendiri kalimat atau bacaan sholawat untuk Rasulullah Padahal bila mereka mau, tentunya mereka akan dengan mudah sekali membuat bacaan tersebut”

Tentu saja pernyataan Ustadz Mahrus Ali ini merupakan bentuk kebohongan dan ketidaktahuan. Hal ini menjadi bukti yang sangat kuat bahwa ia dan Ustadz Mu’ammal Hamidy serta guru-guru mereka seperti Ibn Baz, al-‘Utsaimin, al-Albani dan Arrabi’, bukan pengikut ahli hadits dan bukan golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, karena kitab- kitab hadits seperti Kitab Standar Hadits yang Enam (al-Kutub al-Sittah) dan lain-lain telah meriwayatkan bahwa tidak sedikit di antara sahabat yang menyusun dan mereka-reka sendiri doa-doa yang mereka baca dalam ibadah shalat, haji dan lain-lain.

Di antara mereka ada pula yang mereka-reka sendiri bacaan shalawat kepada Nabi SAW seperti shalawat yang disusun oleh Sayidina Ali, Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas yang kemudian diikuti oleh para ulama salaf yang saleh dan generasi penerus mereka hingga dewasa ini. Sebagian bacaan shalawat para sahabat dan ulama salaf yang saleh juga diriwayatkan oleh Ibn al-Qayyim-ideolog kedua ajaran Wahabi – dalam kitabnya Jala’ al-Afham.

(Tim Sarkub)

– Membongkar Kebohongan Buku Mahrus Ali Yang Mengaku-ngaku Kiai NU

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

30 Responses

  1. anake ibuku14/04/2013 at 18:24Reply

    terimakasih artikelnya tim sarkub
    jelas dan gamblang
    kalau udah ditunjukkan dalilnya gini tapi masih ngeyel membid’ahkan berarti “kebangeten nganggo nemen”

  2. WONG NDESO15/04/2013 at 09:44Reply

    manteb
    I Like

  3. Ajisaka15/04/2013 at 14:09Reply

    Kesimpulannya dan inti masalahnya sudah jelas mereka mengaku HANYA pengikut Nabi Muhammad SAW saja, tapi bukan pengikut Nabi Muhammad SAW beserta dengan para sahabat, para ulama salaf dan para aulia yang saleh. beda boleh , merasa paling benar juga boleh, tapi jangan mengusik dan bikin gara2 provokasi kepada orang lain yang cara pemahamannya berbeda, dan jangan konyol merasa jadi prajurit Alloh untuk membuat dan memancing keributan serta perpecahan dengan saudara2nya di muka bumi ini. jangan2 mereka tidak sadar tercuci otaknya “menjadi agen” dg “Pola kerangka berfikir cingkrang ” hasil konspirasi yang dibuat untuk menghancurkan Islam dari dalam.

  4. Pencariilmu15/04/2013 at 20:31Reply

    Kalau apa yg di yakini spt dlm artikel ini mendapat ridho Allah , pahala akan didapat, bila diamalkan tetapi bila tidak sesuai kehendak atau tidak di ridhoi Allah dan hanya sebagai angan2 kita , maka dosa yang didapat.
    Namun bila tidak mengamalkan apa yg seperti artikel ini dan tidak meyakininya , tidak akan mendapat pahala, dan juga tidak berdosa.
    Maka bersholawatlah seperti yg sudah ada dan sangat jelas sekali yg ada tuntunan, spt dalam sholawat dalam shalat kita sehari2, amaan….dan insyaallah jaminan pahala dari Allah SWT.

  5. Ganjur15/04/2013 at 21:13Reply

    Jelas sekali bahwa banyak redaksi sholawat yang sudah dicontohkan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW, para ulama salaf dan para aulia.
    Anehnya orang yang tidak mengamalkan redaksi sholawat tersebut menyalahkan bahkan membid’ahkan orang yang mengamalkan redaksi sholawat tersebut, sedangkan orang yang mengamalkan redaksi sholawat tersebut TIDAK pernah menyalahkan/mengusik orang yang tidak mengamalkan sholawat tersebut, dengan kata lain orang yang menyalahkan/membid’ahkan orang yang mengamalkan sholawat tersebut berarti merasa paling benar sendiri dan secara tidak langsung berarti menyalahkan apa yang dilakukan oleh para sahabat, para ulama salaf dan aulia. Naudzubillah…

  6. afa15/04/2013 at 23:16Reply

    sae pisaaann lurrrr….

  7. zainudin itu presmast(Presiden Master)16/04/2013 at 15:57Reply

    karena semau menunjukkan dalil yg dianggap sohih,maka untuk mencari mana yg lbh benar sebaiknya istikhoroh.Atau kita amalkan yg terkuat dalilinya.
    Insya Alloh apa yg disampaikan pak Kyai Mahrus ali itu juga benar kok.
    Dan sarkub jg benar.maka silahkan pilih salah satu yg diyakini,tanpa memusuhi yg lain.

    • Author

      Tim Sarkub16/04/2013 at 18:10Reply

      benarnya mahrus ali itu dimananya? ya menurut kami juga benar sih, benar-benar pendusta maksudnya!

  8. Nuha16/04/2013 at 22:19Reply

    Artike yg sangat bermanfaat…
    Jelas, gamblang, dan terang benderang apa yg telah dikemukakan pada artikel ini…
    ayo sahabat, teman, dan saudaraku semua yang mengaku muslim, mari kita hentikan saling menyalahkan apalagi membid’ahkan, mengkafirkan, bahkan mengatakan syirik thdp saudara muslim lain.
    Mari dengan senantiasa mengharap ridlo dan hidayah Allah SWT, kita saling menghargai, menghormati amaliyah saudara2 kita se-Iman se-Islam.
    yg senang bersholawat, tahlil & Yasinan, silahkan diamalkan, tentunya tanpa meninggalkan perkara yang telah diwajibkan.
    yg tidak berkenan tahlil, sholawatan, yasinan, dan sejenisnya, silahkan mengamalkan yg sesuai dengan keyakinan anda sekalian, tentunya tanpa harus mengkafirkan, membid’ahkan, bahkan mengatakan syirik saudara muslim yang lain..
    Mari bersama kita menjalin tali persaudaraan dalam semangat Ukhuwah Islamiyah.
    Sedih dan pilu rasanya hati ini, dikala melihat sesama muslim saling caci dan saling hujat, yang mestinya hal ini tidak perlu dan tidak boleh terjadi..
    Yaa Allaah..! Hanya kepada-Mu kami menyembah dan memohon pertolongan. Tunjukkanlah kepada kami ke jalan yang lurus yang Engkau Ridloi….!

  9. awamiyun16/04/2013 at 22:19Reply

    Aneh klo org2 salafi nda ngerti hadits2 tsb.
    Aneh jg klo mrk tau hadits2 tapi tetap mbid’ahkanya.
    Kcuali hats tab lemah dan TDK bs djadikn hujjah.
    Yg jls siapa yg brani brdusta atas nm Alloh dan rosulNya, bersiaplah….

  10. Bukan abdulwahab18/04/2013 at 09:20Reply

    Artikel diatas sangat bagus,jelas dan gamblang. namun tetap tidak akan membuka ciutnya wawasan antek salafi-wahabi terhadap Sholawat. karena mereka hanya menerima masukan hanya dari golongan mereka saja, walaupun nyimpang,janggal,lemah dan keliru pasti mereka manut kalau penjelasan itu datang dari ‘syekh2 dan ustadz’ mereka.
    Antek salafi-wahabi itu katak dalam tempurung!

  11. Prabu Minakjinggo18/04/2013 at 12:09Reply

    Jika maulidan, tahlilan dan sholawatan dikatakan bid’ah oleh wahabi dan kalau semua bid’ah itu dikatakan sesat dan kalau sesat itu masuk neraka, maka semoga Allah Azza wa Jalla tetap memberi kekuatan pada diri saya di neraka untuk tetap tahlilan, maulidan dan sholawatan agar api neraka dengan ijin dan ridlo Allah Azza wa Jalla akan menjadi dingin, Amiiin…
    Reply

  12. antirokok19/04/2013 at 08:38Reply

    paling tidak orang salafy atau yg biasa anda sebut wahabi tidak merokok,
    anda ngaku2 ahli sunnah tapi kebanyakan ngerokok, padahal MUI udah mengharamkan,
    semoga pada cepet mampus aja deh kena kangker paru ahli bidah yg hoby ngerokok.

    • Author

      Tim Sarkub19/04/2013 at 19:01Reply

      apa hubungannya sholawat sama rokok?
      mbok yo wahabi kalau komentar yang teratur, yang nyambung dengan isi artikel.
      tapi terimakasih sudah mampir dimari.
      salam sarkub!

      • Masyhudi03/11/2013 at 16:33Reply

        Ass.WW. Marilah kita berkata baik, santun, dan luhur, serta hormat (akhlaqulkarimah). Allah SWT maha Mengetahui segalanya. Beda pendapat adalah wajar dan sesuai dengah Sunnatullah. Berucap, berkata, berbicara, unjuk pendapat, berperilaku hendaklah dalam koridor ibadah, keilmuan, keislaman dan ihsan. Setiap apapun nanti harus diperkatakan ataupun diperbuat haruslah dipertanggungjawakan ke hadapanNYA. siapapun anda. Kebenaran agama secara ilmiah adalah kesesuaian dalil alQurán dan Hadits, serta ijtihad ulama (ijma’, Qiyas, lain2). kita semua pasti bisa lebih bijak atau lebih hasanah karena akhlak seperti dicontohkan Rasulullah SAW. Hindari caci maki. Utamakan kejujuran. Kebenaran haruslah disampaikan dengan cara yang benar. Demikian pula, kebatilan harus disampaikan dengan cara yang baik. Ini akan membuka hati dan pikiran secara jernih. Ajaran Islam haruslah disampaikan secara Islami.
        Semoga bermanfaat. Wass WW. Masyhudi

    • Prabu Minakjinggo20/04/2013 at 07:55Reply

      Mungkin yang dimaksud adalah merokok sambil sholawatan akan tetap mendapat pahala dari pada tidak merokok tapi tidak sholawatan, he…he…he…

  13. juhaiman20/04/2013 at 09:22Reply

    yang menjadi masalah ……. shalawat buatan itu lebih diutamakan dari shalawat yang diajarkan nabi ..
    Dan parahnya lagi ditambahi fadilah fadilah buatan bagi yang mengamalkan….
    Isinya belum tentu sesuai dengan shalawat yang diajarkan nabi…
    Lebih aman …pakai shalawat yang diajarkan nabi ….100 persen tOKCER

  14. hafid Muhsin20/04/2013 at 14:10Reply

    Nah ini bukti baru, coba kitab2 pegangan antum semua (baik yg pro dan kontra sholawat ghoiru ma’sur), lihat muqaddimahnya. Nah itu sholawat ma’sur atau bukan ya?. Kebetulan sy baru sj buka Subulussalam/Syarah Bulughul Maram ternyata salawatnya bukan seperti sholawat di bacaan tahiyyat. Artinya sholawat ghoru ma’sur. Nah untuk kaum yg kontra bisa anda jelaskan ini salah yg nulis sholawat atau dari kemarin anda yg belum paham?.

  15. Papa Lani05/05/2013 at 05:27Reply

    Nih baca Sarkub. Cara shalawat yang diajarkan Nabi. Lantas Shalawat Badar, apa diajarkan Nabi yah Sarkub. Hhahahhaha bahlul.

    59. 4/5762. Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al A’masy dia berkata; telah menceritakan kepadaku Syaqiq dari Abdullah dia berkata; Ketika kami membaca shalawat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami mengucapkan: ASSALAAMU ‘ALALLAHI QABLA ‘IBAADIHI, ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU ‘ALAA MIKAA`IIL, ASSALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika’il, kepada fulan dan fulan). Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai melaksanakan shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Sesungguhnya Allah adalah As salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat), hendaknya mengucapkan; AT-TAHIYYATUT LILLAHI WASH-SHALAWAATU WATH-THAYYIBAATU, ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH, ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tetap ada pada engkau wahai Nabi. Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang shalih. Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi, lalu melanjutkan; ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Setelah itu ia boleh memilih do’a yang ia kehendaki(HR.Bukhari)

    • Author

      Tim Sarkub05/05/2013 at 08:58Reply

      ULAMA SALAF (SAHABAT DAN TABI’IN) MENGGUGAT KAUM WAHABI YANG ANTI SHALAWAT DAN ANTI BID’AH HASANAH

      Silahkan buka kitab Jala’ul Afham, karya Ibnu Qayyimil Jauziyyah, murid terkemuka Ibnu Taimiyah, dan ulama panutan kaum Wahabi. Kaum Wahabi akan menganggap perkataan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyimil Jauziyyah, sebagai pendapat terbaik yang harus diikuti. Ternyata dalam kitab tersebut, Ibnu Qayyimil Jauziyyah mengutip banyak riwayat dari kaum salaf yang membaca shalawat susunan sendiri, bukan susunan Rasulullah SAW. Sementara ini kaum Wahabi membid’ahkan shalawat susunan para ulama, seperti shalawat faith, thibbil qulub, nariyah dan lain-lain, dengan alasan semuanya shalawat bid’ah, bukan susunan Rasulullah SAW. Ternyata Ibnu Qayyimil Jauziyyah menampar pandangan Wahabi, dengan mengutip beberapa riwayat dari kaum salaf antara lain:

      1. Shalawat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

      عَن عبد الله بن مَسْعُود قَالَ إِذا صليتم على رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فَأحْسنُوا الصَّلَاة عَلَيْهِ فَإِنَّكُم لَا تَدْرُونَ لَعَلَّ ذَلِك يعرض عَلَيْهِ قَالَ فَقَالُوا لَهُ فَعلمنَا قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ اجْعَل صلواتك ورحمتك وبركاتك على سيد الْمُرْسلين وَإِمَام الْمُتَّقِينَ وَخَاتم النَّبِيين مُحَمَّد عَبدك وَرَسُولك إِمَام الْخَيْر وقائد الْخَيْر وَرَسُول الرَّحْمَة اللَّهُمَّ ابعثه مقَاما مَحْمُودًا يغبطه بِهِ الْأَولونَ وَالْآخرُونَ اللَّهُمَّ صل على مُحَمَّد وعَلى آل مُحَمَّد كَمَا صليت على إِبْرَاهِيم وعَلى آل إِبْرَاهِيم إِنَّك حميد مجيد اللَّهُمَّ بَارك على مُحَمَّد وعَلى آل مُحَمَّد كَمَا باركت على إِبْرَاهِيم وعَلى آل إِبْرَاهِيم إِنَّك حميد مجيد

      2. Shalawat Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, atau Abdullah bin Umar, terdapat keraguan dari perawi, sama dengan redaksi di atas.

      3. Shalawat ‘Alqamah (ulama salaf):

      صلى الله وَمَلَائِكَته على مُحَمَّد السَّلَام عَلَيْك أَيهَا النَّبِي وَرَحْمَة الله وَبَرَكَاته

      4. Shalawat Abdullah bin Abbas:

      اللَّهُمَّ تقبل شَفَاعَة مُحَمَّد الْكُبْرَى وارفع دَرَجَته الْعليا وأعطه سؤله فِي الْآخِرَة وَالْأولَى كَمَا آتيت إِبْرَاهِيم ومُوسَى عَلَيْهِمَا الصَّلَاة وَالسَّلَام

      4. ٍShalawat Imam al-Syafi’i:

      وَصلى الله على مُحَمَّد عدد مَا ذكره الذاكرون وَعدد مَا غفل عَن ذكره الغافلون قَالَ فَلَمَّا اصبحت نظرت إِلَى الرسَالَة فَوجدت الْأَمر كَمَا رَأَيْت النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم

      Fakta-fakta di atas membantah teori kaum Wahabi yang anti bid’ah hasanah, membid’ahkan shalawat dan dzikir yang disusun oleh para ulama. Teori wahabi, bukan teori salaf, bukan teori Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyimil Jauziyyah, akan tetapi teori Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi al-Qarni. Semoga kita semua selamat dari fitnah dan keburukan pendiri Wahabi, amin. Demikian catatan singkat, semoga bermanfaat.

    • cok02/07/2013 at 17:00Reply

      @Papa Lani..
      Lihat konteksnya dong..yang dikritik adalah kalimat ASSALAAMU ‘ALALLAHI QABLA ‘IBAADIHI…dengan kata-kata bahwa Allah sendirilah As Salam(Maha pemberi keselamatan)..jadi Allah tidak butuh, yang butuh keselamatan adalah mahluk..

      terus….”apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat)…..dst”
      adalah Beliau sedang mengajarkan shalawat yang dibaca saat tahiyyat…. ya memang itu yang shalawat yang dibaca umat Muhammad pada shalatnya bukan redaksi yang lain..

      Diluar shalat ya boleh saja menggunakan redaksi lain untuk bershalawat seperti dijelaskan pada inti artikel ini..monggo direnungkan.

    • Masyhudi03/11/2013 at 16:40Reply

      ASS. Papa Lani
      Yang anda sampaikan itu utamanya dalam sholat, bukan diluar sholat. sedangkan kita semua dalam sholat ya yang ma’tsur. samalah abah. masyhudi

  16. Abu Nawfal02/07/2013 at 13:13Reply

    Anehnya, dari 6 redaksi shalawat (dan doa) yang dijadikan contoh dari artikel di atas malah tidak dilakukan oleh mereka yang (katanya) rajin bershalawat. Mereka lebih memilih redaksi shalawat yang lain.

    Padahal shalawatnya Imam Syafi’i malah lebih mudah dihapal dan isinya pun agung.

    • cok02/07/2013 at 16:54Reply

      Ya dari sekarangmas Abu coba lakukan shalawatnya Imam syafii..kan sudah tau itu bukan bid’ah, mudah dihapal dan isinya pun agung..

      Saudara2 kita yang lain ya biarkan saja baca redaksi manapun yang mereka sukai..seawam2nya pun tidak ada yang berani mengganti redaksi shalawat nabi dalam shalat..tetap redaksi shalawat yang bukan dari rasul dibaca diluar shalat..

    • Abu Nawfal04/07/2013 at 02:58Reply

      Saya memang mengakui dan memuji agungnya shalawat Imam Syafi’i, Mas Cok, tapi saya memilih shalawat Ibrahimiyah saja meski diluar shalat.

      Saya juga tidak mempersoalkan kalau ada tetangga di lingkungan saya yang memilih redaksi shalawat yang mereka sukai. Di lingkungan saya, sifat kekeluargaan sangat kental. Mereka menghargai dan menghormati saya yang tidak ikut tahlilan/yasinan, tidak ikut zikir berjamaah sehabis shalat jamaah di musholla, dsb, dan saya juga tidak merecoki tetangga yang melakukannya.

      jadinya ada sikap saling menghargai dan menghormati, dan menghindari sikap saling mencaci sesama muslim. Kalau ada yang bertanya kenapa saya berbeda dengan mereka, saya akan menjelaskannya disertai dalil dan referensi semampu saya. Dan semua pihak memang punya dalil, jadi terserah saja mana yang dipilih. Asal jangan memaksakan kehendak.

      • Masyhudi03/11/2013 at 16:47Reply

        Ass. Mas Abu Nawfal. Itulah yang bagus. Beda pendapat wajar. saling menghargai, menghormati. tidak saling merecoki. Amalkanlah sesuai keyakinan masing-masing, sesuai pegangan dalil. Insyaalloh semua benar. Yang tidak benar adalah yang ga mau baca sholawat, apalagi mengolok-olok. Masyhudi

  17. manshur05/08/2013 at 17:18Reply

    tumben saudara abu nawfal pinter/bijaksana.
    gunakan jg itu kepintaran/kebijaksanaan saudara untuk teman2 saudara.

  18. kangharun10/08/2013 at 05:34Reply

    Hembusan was-was itu tercerahkan juga,,,sangat manfaat
    maju trus sarkub….kami dukung…

  19. manshur10/08/2013 at 11:54Reply

    insya allah kalo kita ikuti petunjuk ulama’ yang faqqih kita tidak tersesat

  20. Ali02/08/2016 at 10:34Reply

    Sesungguhnya kita patut berterimakasih kepada penyususn acara khasanah ini, karena dengan mengangkat tema yang kontroversi seperti sholawat tersebut mengingatkan umat Islam untuk belajar dan belajar lagi. Akan lebih lengkap apabila tim Sarkub juga menampilkan dasar hukum yang dipakai Wahabi dalam membahas bab sholawat ini baru melengkapi informasinya sesuai dasar hukum Aswaja. Para pembaca dipersilahkan mengambil sikap sendiri setelah semua data dan fakta ditampilkan. Toh sudah jelas mana haq mana bathil.

Tinggalkan Balasan