Kajian Hadits “Aku Bukan Tempat Meminta Pertolongan”

Sarkub Share:
Share

Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW ada seorang munafik yang menyakiti hati se­orang Mukmin.

Maka berkatalah Abu Bakar Assiddiq ra, “mari kita minta per­tolongan kepada Rasulullah SAW unluk melawan orang munafik itu.” Maka Nabi Muhammad SAW bersabda (artinya):

“Sesungguhnya aku bukan tempat meminta pertolongan. Meminta pertolongan itu hanya kepada Allah semata.”

 

Hadits ini, juga dipakai sebagai dalil oleh sebagian orang untuk melarang meminta pertolongan kepada Rasulullah SAW. Padahal sungguh suatu cara berdalil yang tidak pada tempatnya, lantaran mengartikan hadits ini secara harfiah akan menafikan meminta pertolongan kepada Nabi secara mutlak.

 

Sedangkan permintaan dan permohonan para Sahabat kepada Nabi SAW, telah menunjukkan bahwa mengartikan Hadits tersebut haruslah dengan tafsiran yang sesuai dengan indikasi asasi dari sabda Rasulullah tersebut, agar tidak menimbulkan pertentangan dengan nash-nash lainnya.

 

Sehingga penafsiran kami adalah sebagai berikut:

Maksud hadits di atas adalah mengistbatkan hakikat tauhid dan mengukuhkannya dalam i’tikad yang murni, yaitu bahwa yang dapat memberikan sesuatu pertolongan pada hakikatnya hanyalah Allah semata.

 

Sedangkan keberadaan seorang hamba dalam suatu bentuk permohonan hanya berfungsi sebagai perantara. Atau dengan kata la­in, Nabi SAW bermaksud memberikan pelajaran kepada para Sahabat bahwa mereka tidak dibenarkan meminta kepada manusia, sesuatu yang berada di luar kesanggupannya, seperti; menggapai sorga, terbebas dari api neraka, dan atau meminta hidayah yang akan dijadikan tameng Kesesalan dan jaminan untuk mendapatkan kesudahan yang baik (Husn Al-Khatimah)

.

Hadits di alas tidak memberi pengertian bahwa meminta tolong (istighatsah) hanya dapat dilakukan kepada orang yang masih hidup dan bukan kepada orang yang sudah mati. Secara tekstual, hadits tersebut melarang meminta pertolongan kepada selain Allah SWT.

 

Namun demikian, arti tekstual tersebut bukanlah makna yang dituju oleh hadits itu dengan alasan seperti yang telah kami paparkan.

 

Untuk dapat menangkap pengertian seperti tersebut di atas, Syaikhul Islam Wahhabiyah Ibnu Taimiyah telah memberi petunjuk dalam kitab Fatawa sebagai berikut: “Terkadang memang terjadi pada firman Allah dan rasul-Nya, susunan kalimat yang mempunyai arti yang jelas (sharih), akan tetapi lantas dipahami oleh sebagian orang bertolak belakang dengan maksud Allah dan rasul-Nya tersebut.

 

Maka paham semacam itu tertolak. Contohnya adalah riwayat At-Thabrany dalam kitab Majma’ Al-Kabir, yang mengisahkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang munafik menyakiti hati orang-orang beriman, maka Abu Bakar Assiddiq ra berkata; “Marilah kita meminta pertolongan kepada Rasulullah SAW dari cercaan munafik ini”. Maka Nabi Muhammad SAW bersabda (artinya):

“Sesungguhnya aku bukanlah tempat meminta pertolongan. Akan tetapi meminta pertolongan itu hanya kepada Allah.”

 

Maksud larangan Nabi Muhammad SAW ini, memiliki makna yang berada di balik yang tersurat, yaitu melarang meminta kepada makhluk, apa saja yang tidak mampu dilakukan oleh selain Allah.

 

Jika tidak demikian, maka tidaklah mungkin para Sahabat me­minta beliau berdo’a untuk mereka, dan atau meminta turunnya hujan melalui beliau, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Ummar, katanya (Ibnu Ummar); “Mungkin kau ingat Arab Badui yang bersyair meminta hujan melalui Rasulullah SAW. Dimana pada waktu itu, aku melihat Nabi Muhammad SAW meminta hujan (kepada Allah) dengan mendongakkan kepalanya. Dan beliau tidak terlihat menundukkan wajah beliau sampai hujan diturunkan.”

 

(Disadur dari Buku Paham-Paham Yang Perlu Diluruskan Karya Prof. Dr. Muhammad ‘Alwy Al Maliky, Penerbit Fikahati Aneska)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan