Gus Dur Dan Jalur Silsilah Dari Tionghoa

Sarkub Share:
Share

Kiprah Gus Dur dalam membela kaum minoritas tak lepas dari warisan semangat perjuangan dari sang Kakek dan Ayahandanya. Kiprah Hadlratussyaikh Hasyim Asy’ari dan Kiai Abdul Wahid Hasyim dalam mengawal kemerdekaan dan berjuang untuk keindonesiaan menancap kuat dalam sanubari, visi dan gerakan sosial Gus Dur. Kemudian, pencarian keilmuan Gus Dur di beberapa pesantren dan kuliah di Timur Tengah menguatkan pondasi pengetahuan dan perspektif dalam memahami masalah bangsa. Pertemanan Gus Dur dengan tokoh lintas etnis, agama dan bangsa kemudian menjadi menjadikan renungan dan pemikiran-pemikirannya semakin matang. Inilah fase-fase penting Gus Dur dalam melakukan kiprah kebangsaan, menjaga tradisi dan memperjuangkan kepentingan kaum minoritas.

Hal inilah yang mengantarkan Gus Dur selalu konsisten dalam jalan berpikir dan sikap untuk membela orang Papua, aktifis komunis yang terdiskriminasi dan kaum Tionghoa di negeri ini. Selain itu, secara genealogis, silsilah Gus Dur tersambung dengan orang-orang Tionghoa asli, yakni dari jalur Tan Eng Hian dan Tan A Lok, putra dari pasangan Brawijaya V dan Putri Campa. Garis nasab inilah yang menjadi riwayat kekerabatan Gus Dur dengan orang-orang Tionghoa di Indonesia, serta dengan jaringan ulama-kyai dan penguasa Muslim pada masa Demak, Pajang dan Mataram.

Gus Dur mengaku sebagai seorang keturunan Tionghoa asli. “Saya ini China tulen sebenarnya, tapi ya sudah nyampurlah dengan Arab dan India. Nenek moyang saya orang Tionghoa asli,” ungkap Gus Dur, dalam sebuah talkshow ‘Living Harmony The Chinese Heritage in Indonesia’, di Mal Ciputra, Jalan S. Parman, Jakarta Barat, 30 Januari 2008.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Dur menyatakan bahwa dirinya merupakan keturunan Putri Campa yang menjadi selir Raja Brawijaya V. Dari perkawinan dengan Brawijaya V, Putri Campa melahirkan dua anak: (1) laki-laki bernama Tan Eng Hiang; (2) perempuan Tan A Lok. Tan Eng Hiang inilah yang kemudian mengganti namanya menjadi Raden Patah dan menjadi pendiri kerajaan Demak. Sedangkan, Tan A Lok menikah dengan seorang muslim keturunan Tionghoa, yang bernama Tan Kim Han. Sosok inilah yang menjadi salah satu orang Tionghoa yang menggulingkan kerajaan Majapahit dan menghantar berdirinya kerajaan Demak. Dari catatan sejarah, Tan Eng Hiang adalah seorang pejuang Tionghoa yang hidup pada abad XV-XVI. Ia diutus oleh iparnya, Tan Kim Ham (versi Gus Dur) atau Jin Bun (Raden Patah) bersama Maulana Ishak dan Sunan Ngudung (ayah Sunan Kudus), untuk mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan Majapahit.

Ketika menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, Gus Dur pernah mengadakan kunjungan ke Universitas Beijing di Tiongkok, pada 3 Desember 1999. Di kampus ini, Gus Dur mendapat sambutan meriah sebagai tamu kehormatan. Ia mengatakan sebagai keturunan Tan Kim Han, dan mempromosikan putrinya yang belajar bahasa Mandarin di Universitas Indonesia. Kunjungan ini, menandai hubungan politik, diplomasi dan historis antara Indonesia dan Tiongkok, yang sebelumnya mengalami dinamika dalam beberapa abad.

Tiga tahun berselang setelah kunjungan pada 1999, ia diundang lagi untuk meresmikan monumen Tan Kim Han, pada 2003. Pada tahun itu, muncul silsilah singkat tentang Tan Kim Han, berdasarkan dua catatan silsilah dari marga Tan cabang Meixi dan cabang Chizai yang dikompilasi pada 1576 dan 1907. Dari pelacakan catatan inilah, diketuhui bahwa Tan Kim Han lahir pada 1383. Ia hidup pada masa pemerintahan Hongwu dan mengajar di satu sekolah di Leizhou, setelah menamatkan pendidikan dan lulus ujian pada 1405. Tan Kim Han kemudian ikut bersama rombongan Laksamana Cheng Ho untuk berkunjung ke Lambri Aceh, berdasar catatan Chizai Fang Jiapu 1907.

Dalam catatan Ma Huan, Tan Kim Han ikut bersama rombongan muhibah Cheng Ho ke Nusantara, pada 1405, 1408, dan 1412. Pada 1413, Ma Huan mencatat Lambri telah menjadi kerajaan Islam, dengan tingkat populasi penduduk sekitar 1000 keluarga. Dari perjalanan rombongan Cheng Ho ke Nusantara inilah, dimungkinkan Tan Kim Han menetap di Nusantara. Ia memiliki nama panggilan Syech Abdul Qodir as-Shini. Peneliti Prancis, Louis-Charles Damais melakukan riset tentang jejak Tan Kim Han. Ia menyimpulkan, Tan Kim Han atau Syech Abdul Qodir as-Shini, dimakamkan di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Makam Abdul Qodir as-Shini berada dalam satu kompleks pemakaman dengan Raja Majapahit Brawijaya V dan Putri Campa.

Sumber : http://www.nugallery.net/gus-dur-dan-jaringan-silsilah-tionghoa/

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan