Enam Jurus Menghadapi Radikalisme Wahabi

Sarkub Share:
Share

Radikalisme wahabi yang paling berbahaya adalah upaya mereka menafsirkan ayat-ayat Alqur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW sesuai hasrat ideologi dan afiliasi politik mereka sendiri. Konyolnya lagi, karakter gerakan mereka sangat narsis, kaku, dan arogan sehingga sulit sekali untuk diajak kompromi. Dalam perkembangannya sekarang, Wahabi bergerak dengan tujuan meruntuhkan aliran-aliran paham lain dan jika perlu juga meruntuhkan pemerintahan yang mereka sebut sebagai thoghut termasuk pemerintahan Republik Indonesia. Di sinilah letak bahaya pengaruh Wahabi.

Strategi Hadapi Wahabi

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PBNU, KH As’ad Said Ali, mensinyalir bahwa gerakan radikalisme Wahabi secara nyata memang sangat mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut Kiai As’ad, gerakan Wahabi ini selain membid’ahkan amaliyah warga nahdliyyin (NU), juga berusaha sekuat tenaga merebut posisi-posisi strategis di tengah kehidupan masyarakat, bahkan di jajaran eksekutif, legsislatif, dan yudikatif. Lebih lanjut dikatakan Kiai As’ad, gerakan Wahabi harus dihadapi dengan strategi, di tengah kehidupan masyarakat kita jangan memberi peluang kepada penganut Wahabi sebagai pemimpin, dan dalam kehidupan negara, diimbau agar dilakukan screening yang ketat sehingga penganut Wahabi tidak mengobok-obok pemerintahan.

Singkat kata, gerakan Wahabi yang sudah terlanjur berkembang ini harus dibendung, karena mereka tidak bersedia untuk diajak berdialog dan berkompromi. Dalam praktiknya, implementasi strategi ini perlu didukung oleh langkah-langkah lain hingga dapat dioptimalkan.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH As’ad Said Ali meminta kepada segenap pengurus dan warga NU untuk mewaspadai gerakan Wahabi di lingkungan masing-masing. Kiai As’ad menengarai, saat ini gerakan Wahabi sudah cukup jauh menyusup ke tengah masyarakat, dan bahkan telah masuk ke jajaran pemerintahan, sehingga pemerintah tampak tidak berdaya menghadapinya.

Taktik Pengelabuan

Dalam menghadapi gerakan Wahabi, Prof Baharun mengingatkan agar kita bersikap jeli dan hati-hati karena mereka menggunakan taktik pengelabuan untuk mengecoh agar masyarakat mau menerima mereka dalam pergaulan. Taktik tersebut, yakni mereka mengaku sebagai penganut ahlus sunnah wal jamaah (aswaja) dan mengaku mengikuti Madzhab Empat, tetapi setelah mereka kita terima, mereka membelokkan umat kepada ajaran-ajaran Wahabi.

Warga nahdliyin hingga saat ini telah berupaya menangkal radikalisme Wahabi dengan cara mereka sendiri-sendiri, namun upaya itu tak sebanding dengan gencarnya gerakan mereka. Mereka sudah lama melakukan kaderisasi, pembukaan yayasan, pembentukan opini via berbagai media massa, media online, media cetak, radio, TV dan penyebaran kader di pemerintahan dan parpol. Mereka meluaskan pengaruh pada masyarakat. Sementara resistensi umat mayoritas terhadap agresivitas mereka ini belum cukup memadai. Bahkan yang memprihatinkan adalah beberapa masjid NU sudah dikuasai, sehingga hilanglah karakteristik ke-NU-an yang selama ini dipertahankan.

Enam Jurus Hadapi Wahabi

Dalam kondisi objektif seperti ini, menurut Prof Baharun, sulit sekali bila kita mau berupaya untuk merajut ukhuwwah dengan mereka. Karena dalam kenyataannya pengaruh ‘radikal’ mereka kini sudah sangat sistemik di tengah masyarakat, hingga timbul kekawatiran. Radikalisme Wahabi yang jelas sekarang ini telah merusak soliditas persaudaraan di tengah umat dan lebih jauh menampilkan potensi ancaman terhadap kelangsungan NKRI. Oleh karena itu, untuk menghentikan gerakan radikalisme Wahabi diperlukan enam jurus:

Pertama, harus ada respons terhadap buku-buku dan ceramah yang mereka terbitkan untuk meluruskan segala upaya tahrif dan takfir. Jaringan para penerbit Aswaja harus lebih solid dalam melakukan radd (bantahan) terhadap manuver mereka ini, karena mereka memiliki akses luas dan sumber-sumber finansial yang besar untuk mengancam eksistensi Aswaja.

Kedua, membangun jaringan (networking) yang lebih luas untuk mengembangkan pengaruh Aswaja dalam rangka revivalisme Aswaja di tengah generasi muda yang kini sebagian mulai merasa goyah terkena virus aliran sesat dan menyesatkan itu.

Ketiga, mewaspadai adanya konspirasi anti Pancasila dan NKRI yang berbungkus agama, sehingga mempengaruhi sebagian umat, terutama remaja dan mahasiswa yang dapat ditunggangi untuk kepentingan politik praktis mereka. Kepentingan asing juga ikut berpengaruh dalam aktivisme ini.

Keempat, semua ponpes se-Indonesia- melalui RMI – menerapkan kurikulum Aswaja, yang harus diajarkan sejak dini kepada para santri. Pemahaman Aswaja tidak dibatasi pada kajian furu’ (perkara-perkara insidental) dalam syari’ah, namun juga hendaknya dimulai dari telaah ushul (pokok-pokok yang prinsipal) dalam ‘aqidah.

Kelima, NU harus mengusulkan agar manhaj Aswaja yang sudah berakar diamalkan oleh umat NU, Muhammadiyah, Tarbiyah Islamiyah, Mathla’ul Anwar, Persis, Rabithah ‘Alawiyah, dan Al-lrsyad. Alangkah baiknya bila manhaj ini dikukuhkan pemerintah sebagai manhaj (faham) resmi negara.

Keenam, ukhuwwah yang sejati dan sungguh-sungguh harus dimulai secara internal antar kalangan nahdliyyin dan intra antara ormas Islam yang ada dalam koridar Aswaja.

(Dikutip Oleh Tim SARKUB dari Majalah Risalah NU No. 38/Tahun VI/1434H/2013)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

9 Responses

  1. Ahmad Zayyinul Khasan (Camat) Calon Mati06/04/2013 at 00:55Reply

    “I`tiqad Kaum Ahmadiyah Yang Bertentangan Dengan Kaum Ahlusunnah Wal – Jama`ah”

    *Oleh Ahmad Zayyinul Khasan

    1. Ia Seorang Nabi Dan Rosul

    Seorang Mirza Ghulam Ahmad Mendakwakan Dirinya sebagai Nabi dan Rasul dalam buku “Izatul Auham” pagina 673, Ia berkata : “Sayalah yang dikabarkan tuhan dengan firmannya didalam alqur`an “Dan ketika Isa anak maryam berkata, hai Bani Israil!, Sesungguhnya Aku ini adalah Utusan Allah untukmu, membenarkan wahyu yang diturunkan Allah sebelum Aku, yaitu Taurat, dan menyampaikan kabar gembira akan kedatangan seorang rasul kemudian namanya Ahmad, tetapi setelah rasul itu datang kepada mereka, dengan bukti yang nyata, mereka berkata :“ inilah tukang sihir yang nyata”. (QS. As- Saf : 6).

    Disitu diterangkan oleh nabi Isa As bahwa akan datang seorang rasul namanya Ahmad, sayalah yang dimaksut oleh beliau kata pemimpin aliran Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad, karena nama saya Ahmad.

    Mirza Ghulam Ahmad telah merangkul ayat diatas untuk dirinya karena ia bernama Ahmad.

    Andai kata boleh menafsirkan Al-qur`an macam ini maka setiap orang yang bernama Ahmad berhak untuk mendakwakan dirinya sebagai rasul sesudah nabi Muhammad Saw.

    Tafsir Al-qur`an itu harus dicari dalam hadits-hadits, bukan seperti yang dikatakan Mirza Ghulam Ahmad (Tafsiran Sendiri) atau isapan jempol sendiri.

    Kaum Ahlusunnah wal jama`ah menafsirkan ayat diatas. Dengan hadits nabi Muhammad Saw , dimana dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perkataan “Ahmad” dalam ayat diatas adalah nabi Muhammad Saw sendiri, karena nama beliau disamping Muhammad juga Ahmad, jadi maksud ayat diatas adalah bahwa nabi Isa As memberi kabar suka kepada muridnya akan kedatangan seorang rasul yaitu nabi Muhammad Saw yang juga bernama Ahmad.

    Didalam Sebuah Hadits tersebut “Dari Muhammad bin Jubair bin Muthim dari bapaknya Ra berkata ” Rasulullah Saw berkata bagiku ada lima nama aku Muhammad dan aku Ahmad, aku Al Mahi yakni penghapus kekafiran, aku Al Hasyir, yaitu yang dikumpulkan pada hari kiamat, manusia dibelakangku, dan aku Al Aqib(tidak ada nabi lagi, Nabi sesudahnya. (Bukhori II hal 183, Muslim II hal 336).

    Hadits diatas diletakkan oleh pengarang tafsir khazin berkenaan dengan tafsiran ayat tadi (Tafsir Khazin VII hal 71).

    Mirza Ghulam Ahmad Mengatakan Lagi dalam buku “Haqiqotul Wahyu”, Begini diwahyukan kepada saya Inni Rosulullahi ilaikum Jamia
    Artinya “bahwasannya saya utusan tuhan kepada seluruh manusia”.
    (Haqiqotul Wahyu hal 391).

    Dengan ucapan ini teranglah bahwa ia Mirza Ghulam Ahmad Mendakwakan dirinya, Nabi dan Rasul sesudah Nabi Muhammad Saw.

    Kepercayaan ini ditentang keras oleh kaum Ahlusunnah Wal jamaah karena menurut i`tiqod mereka bahwa nabi dan Rasul yang paling akhir adalah Nabiyullah Muhammad Saw.

    2.Kebenaran dan Kesalahan

    Siapakah yang benar antara dua keyakinan i`tiqodul Ahlusunnah wal jamaah ataukah i`tiqodul Ahmadiyah?.

    Dari beberapa hadits dan Al qur`an yang dikupas habis diatas dapat disimpulkan yang namanya Mirza Ghulam Ahmad Atau nabinya Ahmadiyah mendakwakan dirinya sebagai nabi dan rasul sekaligus juru selamat namun apakah semua itu benar?.

    Tentunya jawaban seperti inilah yang membuat sang tokoh menjadi kontrofersial dimata pendengar sekalian namun kenyataannya sang Mirza sudah mati dulu sebelum menghancurkan keburukan di Muka bumi Ini petanda sang Mirza hanya Omdo, selain itu dia juga bukan dari anak Maryam kenapa harus mengaku Al masih sangat bertentangan dengan yang dinamakan Islam Itu Sendiri Wallahu `alam.

    Jika I`tiqod ahmadiyah dibandingkan dengan I`tiqodul Ahlu Sunnah Wal Jamaah Jauh Sekali mungkin Ahmadiyah dinilai mendustakan atau menggorohkan Agama karena Ahmadiyah tak sesuai dengan Syariat Islam ya`ni mengakui adanya nabi baru sesudah Nabi Muhammad Saw wallahu `alam.

    *Penulis Adalah Ketua Komisariat PMII Sunan Giri Bojonegoro Periode 2013-2014

  2. arie10/04/2013 at 16:57Reply

    Makasih artikelnya.

  3. faqih romi12/04/2013 at 22:45Reply

    wahhaby adalah fitnah besar bagi kita ummat islam, dan itu memang sudah sunnatullah, sebagai pengingat dan penyemangat bagi kita agar lebih giat dan bersemangat lagi dalam mengamalkan islam yang rohmatan lil’alamiin.. tentu kita harus berusaha sebaik mungkin untuk mengikis ajaran wahhaby dengan cara2 ilmiah, santun dan tegas, serta sekaligus selalu memohon petunjuk dan pertolongan dari ALLAH SWT.

    Kalo boleh usul tim SARKUB sudah memulai dengan menerbitkan buku2 ilmiah dan hikmah dalam menjawab isu2 yang disebarkan oleh wahhabiyun… misal ttg :

    * Kajian ilmiah tentang apa itu Nejed dlm hadits di atas
    * Kajian ttg efek gerakan wahhaby terhadap ukhuwwah islamuyyah
    * Keretakan kohesi sosial akibat adanya wahabiyyah
    * Apakah wahhaby punya subangsih terhadap ilmu pengetahuan???

    dll…

  4. bintang raya13/04/2013 at 10:04Reply

    Alhamdulillah..terima kasih artikelnya. Setelah beberapa waktu menghilang, Sarjana Kuburan bisa hadir kembali.

  5. Abu Nawfal17/05/2013 at 17:10Reply

    “Kelima, NU harus mengusulkan agar manhaj Aswaja yang sudah berakar diamalkan oleh umat NU, Muhammadiyah, Tarbiyah Islamiyah, Mathla’ul Anwar, Persis, Rabithah ‘Alawiyah, dan Al-lrsyad.”

    Manhaj aswaja diamalkankan oleh orang diluar NU? Itukan manhaj aswaja nya NU. Setiap kelompok memang mengaku ahlussunnah tapi mereka punya kriteria sendiri2. Bukankah orang2 aswaja mengklaim bahwa Muhammadiyah, persis, al irsyad adalah neo wahhabi?

    saya pernah tanya pada seorang aswaja (tentu ini tidak mewakili semua aswaja), kenapa mereka disebut wahhabi? Si aswaja menjawab:
    ” Karena mereka tidak mau yasinan, tahlilan, dan menolak bertasawuf.”
    ” Oo gitu tho artinya wahabi….”
    ” Iya, itu kata kyai saya.” jawabnya mantaaabbb.

  6. anang martapura24/05/2013 at 00:26Reply

    jd org miskin yg ga sanggup baacaraan tahlilan disebut wahabi jua lih…

    • Author

      Tim Sarkub24/05/2013 at 06:40Reply

      tidak ada anggapan seperti itu pada kami.

  7. ali shahab08/06/2013 at 11:03Reply

    dialog gusdur dengan seorang santri

    Santri : “Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!”

    Gus Dur : “Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam, kenapa Kang.”

    Santri : “Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu makan buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak tergoda Iblis kan kita anak cucunya ini tetap di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal di bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara terkorup, sudah begitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu, Gus?”

    Gus Dur : “Ya tidak tahu lah, saya kan juga belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya.”

    Santri : “Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai tergoda?”

    Gus Dur : “Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi.”

    Santri : “Anti-aging gitu, Gus?”

    Gus Dur : “Iya. Pokoknya kekal.”

    Santri : “Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya.”

    Gus Dur : “Lho, Iblis itu kan seniornya Nabi Adam.”

    Santri : “Maksudnya senior apa, Gus?”

    Gusdur : “Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari pada Nabi Adam dan Siti Hawa.”

    Santri : “Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?”

    Gus Dur : “Iblis itu dulu nya juga penghuni surga, terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis bisa membisik dan menggoda Nabi Adam.”

    Santri : “Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Gara- garanya, aku jadi miskin kayak gini.”

    Gus Dur : “Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi.”

    Santri : “Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?”

    Gus Dur : “Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).

    Santri : “Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?”

    Gus Dur : “Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau turun ke bumi.”

    Santri : “Aneh.”

    Gus Dur : “Kok aneh? Apanya yang aneh?”

    Santri : “Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan.”

    Gus Dur : “Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat.”

    Santri : “Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?”

    Gus Dur : “Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang enggak.”

    Santri : “Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?”

    Gus Dur : “Dua-duanya.”

    Santri : “Kok dua-duanya?”

    Gus Dur : “Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan.”

    Santri : “Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus.”

    Gus Dur : “Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat.”

    Santri : “Ooh…”

    Gus Dur : “Jadi intinya begitu lah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri, sehingga menjadi sombong.”

    Santri : “Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?”

    Gus Dur : “Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu.”

    Santri : “Masa sih, Gus?”

    Gus Dur : “Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok.”

    Santri : “Terus, kesalahan terbesar dia apa?”

    Gus Dur : “Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran.”

    Santri : “Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh.”

    Gus Dur : “Siapa? Ente?

    Santri : “Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid’ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah nih, Gus. Orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak, mencuri kitab kitab para ulama. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh.”

    Gus Dur : “Wah, persis Iblis tuh.”

    Santri : “Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka mati nanti masuk surga katanya.”

    Gus Dur : “Siap mati, tapi tidak siap hidup.”

    Santri : “Bedanya apa, Gus?”

    Gus Dur : “Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak siap menjalankan agama.”

    Santri : “Lho, kok begitu?”

    Gus Dur : “Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga.”

    Santri : “Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?”

    Gus Dur : “Pinter kamu, Kang!”

    Santri : “Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur.”

  8. Muhammad Andy Yahya12/12/2013 at 03:33Reply

    saya di NU ko ga merasakan hal-hal tersebut diatas yaa…. Jangan-jangan anda ingin adanya konflik yaa…

Tinggalkan Balasan