Dusta Wahabi Atas Nama Imam Ath-Thabari: Fitnah Duduknya Allah di Arsy

Sarkub Share:
Share
dusta wahabi atas nama imam ath-thabari
Menjawab Fitnah Duduknya Allah Di Atas Arsy

Oleh : Ibn Abdillah Al-Katiby

 
Menjelaskan dan meluruskan persoalan yang sejak awal disalah pahamkan, memang sedikit sulit. Apalagi persoalan yang sejak kemunculannya sudah dilontarkan oleh seorang yang ucapannya selalu dianggap benar. Kesulitan bukan dari yang menjelaskan melainkan dari pihak yang dijelaskan yang hatinya sudah merasa paling benar dari kelompok lainnya yang mayoritas.
 
Di antara persoalan yang menjadi fitnah di antara kaum muslimin minoritas (wahabi) dan mayoritas (Asy’ariyyah) adalah persoalan “ Allah mendudukkan Nabi Muhammad bersama-Nya di Arsy “. Ucapan ini dipopulerkan kembali oleh Ibnu Taimiyyah yang mengklaim (mengaku) telah diucapkan oleh para ulama yang diridhoi dan para wali yang diterima. 
 
Ulama Asy’ariyyah memahami benar ucapan Ibnu Taimiyyah ini, dan mengatakan bahwa ucapan ini mengandung tajsim terhadap Dzat Allah Ta’aala.
Sedangkan taimiyyun (pengikut paham Ibnu Taimiyyah) mengatakan bahwa Asy’ariyyah bodoh kerana ucapan itu juga diucapkan oleh para ulama yang diridoi dan para wali yang diterima sebagaimana dikatakan oleh Mujahid dan ath-Thobari bukan hanya Ibnu Taimiyyah sendiri. 
 
Baiklah sekarang kita cuba jelaskan persoalan ini dengan terperinci dan mendalam :
 
Ibnu Taimiyyah mengatakan :
 
إذَا تَبَيَّنَ هَذَا فَقَدْ حَدَثَ الْعُلَمَاءُ الْمَرْضِيُّونَ وَأَوْلِيَاؤُهُ الْمَقْبُولُونَ : أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجْلِسُهُ رَبُّهُ عَلَى الْعَرْشِ مَعَهُ . رَوَى ذَلِكَ مُحَمَّدُ بْنُ فَضِيلٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ مُجَاهِدٍ ؛ فِي تَفْسِيرِ : { عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا } وَذَكَرَ ذَلِكَ مِنْ وُجُوهٍ أُخْرَى مَرْفُوعَةٍ وَغَيْرِ مَرْفُوعَةٍ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ : وَهَذَا لَيْسَ مُنَاقِضًا لِمَا اسْتَفَاضَتْ بِهِ الْأَحَادِيثُ مِنْ أَنَّ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ هُوَ الشَّفَاعَةُ بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ مِنْ جَمِيعِ مَنْ يَنْتَحِلُ الْإِسْلَامَ وَيَدَّعِيه لَا يَقُولُ إنَّ إجْلَاسَهُ عَلَى الْعَرْشِ مُنْكَرًا. وَإِنَّمَا أَنْكَرَهُ بَعْضُ الْجَهْمِيَّة وَلَا ذَكَرَهُ فِي تَفْسِيرِ الْآيَةِ مُنْكَرٌ 
 
“ Jika telah jelas hal ini, maka sungguh para ulama yang diridhai dan para wali yang diterima telah menceritakan (membawakan riwayat hadits) bahwa “ Muhammad Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam akan Allah dudukkan di atas Arsy bersama-Nya “, telah meriwayatkannya Muhamamd bin Fudhail dari Laits dari Mujahid tentang tafsir “ Semoga Allah memberikan padamu kedudukan yang terpuji “, dan menyebutkan riwayat ini dari jalan lainnya yang marfu’ dan (bukan marfu’) mauquf. Ibnu Jarir berkata : “ Ini tidaklah bertentangan dengan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa maqam Mahmud adalah syafa’at dengan kesepakatan para imam dari  seluruh orang yang mengaku Islam, tidak mengatakan bahwa riwayat Allah mendudukkan nabi di atas arsy itu hadits munkar, sesungguhnya yang mengingkarinya hanyalah sebagian dari kelompk jahmiyyah, beliaupun tidak menyebutkan munkar dalam tafsir ayat itu “.[1]
 
Penjelasan :
 
Ucapan ini mengandung dua pemahaman :
 
Pertama : Allah duduk di atas Arsy
Kedua : Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy.
 
Ibnu Taimiyyah dengan mengatasnamakan imam ath-Thabari mengatakan bahwa nabi Muhammad akan Allah dudukkan bersama-Nya di atas Arsy. Dan Ibnu Taimiyyah juga mengatasnamakan imam Ath-Thabari bahwa ucapan ini telah disepakati oleh seluruh umat Islam dan tidak ada yang mengatakan hadits ini mungkar kecuali sebagian kaum jahmiyyah.
 
Benarkah apa yang dikatakan Ibnu Taimiyyah bahwa imam Ath-Thabari mengatakan seperti itu ? dan diikuti oleh para pengikut Ibnu Taimiyyah hingga saat ini ? 
 
Benarkah maksud ucapan Ath-Thabari seperti yang dikatakan Ibnu Taimiyyah ??
Mari kita selidiki dan kita kaji kembali nash-nash dari imam ath-Thabari agar kita tahu dan mengerti pokok-pokok permasalahannya sehingga kita semua akan memahami apa yang dimaksud oleh imam ath-Thabari :
 
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari menyebutkan beberapa pendapat tentang penafsiran ayat Maqam Mahmud sebagai berikut :
 
ثم اختلف أهل التأويـل فـي معنى ذلك الـمقام الـمـحمود، فقال أكثر أهل العلـمذلك هو الـمقام الذي هو يقومه صلى الله عليه وسلم يوم القـيامة للشفـاعة للناس لـيريحهم ربهم من عظيـم ما هم فـيه من شدّة ذلك الـيوم
 
“ kemudian ahli takwil berbeda pendapat tentang makna ayat maqam Mahmud tersebut,  mayoritas ulama memaknainya bahwa maqam itu adalah yang dididirkan oleh Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan syafa’at bagi manusia agar Allah mendamaikan rasa takut mereka dari dahysatnya bahaya saat itu “.[2]
 
Kemudian setelah itu beliau menyebutkan pendapat kedua tentang maqam mahmud  sebagai berikut :
 
 وقال آخرون: بل ذلك الـمقام الـمـحمود الذي وعد الله نبـيه صلى الله عليه وسلم أن يبعثه إياه، هو أن يقاعده معه علـى عرشه
 
“ Yang lain berpendapat bahwa maqam Mahmud yang Allah janjikan kepada nabi Muhammad adalah kelak Allah akan mendudukkannya di atas arys bersama-Nya “.[3]
 
Dan beliau juga menyebutkan bahwa pendapat ini dikatakan oleh Mujahid.
Setelah itu beliau memberikan komentar dan kesimpulan sebagai berikut :
 
وأولـى القولـين فـي ذلك بـالصواب ما صحّ به الـخبر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم. وذلك ما:
 حدثنا به أبو كريب، قال: حدثنا وكيع، عن داود بن يزيد، عن أبـيه، عن أبـي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عَسَى أنْ يَبْعَثَكَ رَبّكَ مَقاما مَـحْمودا سُئل عنها، قال: هِيَ الشّفـاعَةُ 
.
“ Pendapat yang paling benar adalah apa yang sahih dari hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam tentang ini di antaranya : Telah menceritakan padaku Abu Kuraib, ia berkata : telah menceritakan padaku Waki’, dari Dawud bin Yazid dari ayahnya dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Semoga Tuhanmu membangkitkanmu dan memberikan tempat yang terpuji “, Rasul ditanya tentang itu, maka beliau menjawab : “ Itu adalah syafa’at “. 
 
Penjelasan : 
 
Imam ath-Thabari sama sekali tidak mensahihkan atsar atau pendapat Mujahid, justru sebaliknya beliau mentarjih pendapat Mujahid dengan hadits sahih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan beliau mengatakan bahwa hadits yang menafsirkan Maqam Mahmud dengan Syafa’at adalah lebih utama untuk dibenarkan daripada pendapat Mujahid.
 
Kemudian ath-Thabari mengatakan :
 
وهذا وإن كان هو الصحيح من القول فـي تأويـل قوله عَسَى أنْ يَبْعَثَكَ رَبّكَ مَقاما مَـحْمُودا لـما ذكرنا من الرواية عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه والتابعين، فإن ما قاله مـجاهد من أن الله يُقعد مـحمدا صلى الله عليه وسلم علـى عرشه، قول غير مدفوع صحته، لا من جهة خبر ولا نظر
 
“ Dan pendapat ini (maqam Mahmud bermakna syafa’at) adalah pendapat yang sahih, dalam menafsirkan ayat “ Semoga Allah membangkitkanmu dan memberikanmu maqam yang terpuji “ dari riwayat-riwayat yang telah kami sebutkan dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi’in, maka apa yang dikatakan oleh Mujahid bahwa Allah mendudukkan Muhamamd Shallahu ‘alaihi wa sallam di atas Arsy, asalah ucapan yang tidak boleh ditolak kesahihannya, tidak dari segi khobar maupun pendapat “.
 
Penjelasan :
 
Yang dibicarakan di sini adalah bukan duduknya Allah berasama Nabi di atas Arsy, melainkan duduknya Nabi di atas Arsy. Ath-Thabari mengaskan bahwa tidak mustahil Allah mendudukkan Nabi di atas Arsy, cuba perhatikan kembali ucapan beliau ini :
 
فإن ما قاله مـجاهد من أن الله يُقعد مـحمدا صلى الله عليه وسلم علـى عرشه، قول غير مدفوع صحته، لا من جهة خبر ولا نظر
 
maka apa yang dikatakan oleh Mujahid bahwa Allah mendudukkan Muhamamd Shallahu ‘alaihi wa sallam di atas Arsy, asalah ucapan yang tidak boleh ditolak kesahihannya, tidak dari segi khobar maupun pendapat “.[4]
 
Jika dipandang dari sisi keutamaan Nabi, maka tidaklah mustahil Allah memberikan keutamaan kepada Nabi dengan mendudukkannya di atas Arsy-Nya. Dan ini tidak bisa ditolak dari segi khobar maupun pandangan, kenapa ? kita perhatikan kembali jawaban dan lanjutan ucapan ath-Thabari berikut ini :
 
وذلك لأنه لا خبر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ولا عن أحد من أصحابه ، ولا عن التابعين بإحالة ذلك
 
“ Yang demikian itu (tidak boleh ditolak) karena tidak ada hadits dari Rasulullah, dari seorang pun sahabat maupun tabi’in yang memustahilkan hal tersebut “.[5]
 
Dari penjelasan ath-Thabari ini sangat dipahami bahwa beliau sedang membicarakan kemustahilan duduknya Nabi di atas Arsy, bagi beliau hal ini tidaklah mustahil sebab tak ada satu pun hadits maupun atsar yang mengatakan mustahil. Pemahaman seperti inilah yang tidak boleh ditolak. Karena duduknya makhluk di atas makhluk tidaklah mustahil terlebih adalah Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih utama daripada Arsy. 
 
Dari ucapan beliau ini juga dapat kita pahami bahwa tak ada satu pun hadits ataupun perkataan sahabat yang mengatakan Allah mendudukkan Nabi di atas Arsy. Apalagi duduk bersama Allah di atas Arsy. 
 
Maka kesimpulannya adalah :
 
Pertama : imam ath-Thabari sama sekali tidak mensahihkan atsar Mujahid yang mengatakan Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy bersamanya.
 
Kedua : ath-Thabari lebih memilih dan mensahihkan pendapat jumhur ulama yang menafsirkan maqam Mahmud dengan syafa’at. 
 
Ketika : ath-Thabari tidak memungkiri atau menolak terjadinya duduknya Nabi di atas Arsy, sebab itu tidak mustahil bagi Rasulullah dan juga tak ada satu pun hadits yang memustahilkan hal tersebut.
 
Keempat : ath-Thabari mengakui tidak ada satu pun hadits atau ucapan sahabat yang menolak mungkinnya duduknya Nabi di atas Arsy. Dan juga mengakui tidak ada satu pun hadits sahih yang mengatakan Allah mendudukkan Nabi di atas Arsyanya. 
 
Untuk mengetahui lebih jelas maksud ucapan ath-Thabari, kita simak kelanjutan ucapan beliau berikut ini :
 
فأما من جهة النظر ، فإن جميع من ينتحل الإسلام إنما اختلفوا في معنى ذلك على أوجه ثلاثة : فقالت فرقة منهم : الله عز وجل بائن من خلقه كان قبل خلقه الأشياء ، ثم خلق الأشياء فلم يماسها ، وهو كما لم يزل ، غير أن الأشياء التي خلقها ، إذ لم يكن هو لها مماسا ، وجب أن يكون لها مباينا ، إذ لا فعال للأشياء إلا وهو مماس للأجسام أو مباين لها . قالوا : فإذا كان ذلك كذلك ، وكان الله عز وجل فاعل الأشياء ، ولم يجز في قولهم : إنه يوصف بأنه مماس للأشياء ، وجب بزعمهم أنه لها مباين ، فعلى مذهب هؤلاء سواء أقعد محمدا صلى الله عليه وسلم على عرشه ، أو على الأرض إذ كان من قولهم إن بينونته من عرشه ، وبينونته من أرضه بمعنى واحد في أنه بائن منهما كليهما ، غير مماس لواحد منهما
 
“ Adapaun dari sisi pandangan / pendapat, maka semua yang mengaku Islam sesungguhnya hanya berbeda pendapat di dalam maknanya itu atas tiga pendapat : kelompok pertama mengatakan Allah terpisah dari mahkluk-Nya dan ada sebelum mencipta segala sesuatu, kemudian menciptakan segala sesuatu dan tidak menyentuhnyz. Allah ada sebagaimana waktu azali, kecuali jika segala sesuatu yang Dia ciptakan tidak disentuhnya, maka keharusan adanya Allah terpisah darinya, karena tidak ada pencipta sesuatu kecuali dia menyentuh jisim atau terpisah darinya. Mereka berkata : “ Jika seperti itu, dan Allah Dzat yang mencipta segala sesuatu dan Allah tidak boleh disifati dengan menyentuh pada sesuatu, maka sebuah keharusan Allah terpisah darinya. Maka atas dasar madzhab mereka ini, baik Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy-Nya atau di bumi, karena dari ucapan mereka bahwa terpisahnya Allah dari Arsy-Nya dan terpisah-Nya dari bumi bermakna satu bahwa Dia terpisah dari keduanya , tidak menyentu salah satunya “. [6]
 
Kemudian ath-Thabari melanjutkan :
 
وقالت فرقة أخرى : كان الله تعالى ذكره قبل خلقه الأشياء ، لا شيء يماسه ، ولا شيء يباينه ، ثم خلق الأشياء فأقامها بقدرته ، وهو كما لم يزل قبل خلقه الأشياء لا شيء يماسه ولا شيء يباينه ، فعلى قول هؤلاء أيضا سواء أقعد محمدا صلى الله عليه وسلم على عرشه ، أو على أرضه ، إذ كان سواء على قولهم عرشه وأرضه في أنه لا مماس ولا مباين لهذا ، كما أنه لا مماس ولا مباين لهذه  
 
“ Kelompok kedua berpendapat : “ Allah telah menyebutkan bahwa Allah sebelum mencipta sesuatu, tidak ada sesuatu yang menyentuh-Nya dan juga tidak ada sesuatu yang berpisah dari-Nya. Kemudian Allah mencipta segala sesuatu dan menegakkannya dengan qudrah-Nya. Dan Allah ada sebagaimana waktu azali. Maka atas adasar madzhab mereka ini juga, baik Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy-Nya atau di bumi. Karena bagi mereka Arsy dan bumi tidak menyentuh Allah dan juga tidak berpisah dari-Nya, sebagaimana Dia tidak menyentuh dan tidak berpisah dari ini semua “.[7]
 
Penjelasan :
 
Madzhab yang kedua ini sangat jelas adalah madzhab Ahlus sunnah dari Asy’ariyyah dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka. Atas dasar ini, Asy’ariyyah tidak menolak duduknya Nabi di atas Arsy, sebab bagi kelompok ini, sama saja mau Nabi Muhammad duduk di atas Arsy atau di bumi, Allah tetap seperti sedia kala yang tidak menyentuh sesuatu dan tidak butuh (bain) terhadap sesuatu. Diakui oleh ath-Thabari bahwa kelompok ini tidak menolak duduknya Nabi di atas Arsy. Adapun yang kelompok ini tolak adalah duduknya Allah di atas Arsy. 
 
Dua kelompok di atas menafikan mumasah (persentuhan) Allah kepada makhluk-Nya, ini jelas bertentangan dengan pendapat Mujahid yang mengatakan Allah duduk bersama Nabi Muhammad di atas Arsynya. 
 
Kemudian ath-Thabari melanjutkan :
 
وقالت فرقة أخرى : كان الله عز ذكره قبل خلقه الأشياء لا شيء ولا شيء يماسه ، ولا شيء يباينه ، ثم أحدث الأشياء وخلقها ، فخلق لنفسه عرشا استوى عليه جالسا ، وصار له مماسا ، كما أنه قد كان قبل خلقه الأشياء لا شيء يرزقه رزقا ، ولا شيء يحرمه ذلك ، ثم خلق الأشياء فرزق هذا وحرم هذا ، وأعطى هذا ، ومنع هذا ، قالوا : فكذلك كان قبل خلقه الأشياء يماسه ولا يباينه ، وخلق الأشياء فماس العرش بجلوسه عليه دون سائر خلقه ، فهو مماس ما شاء من خلقه ، ومباين ما شاء منه ، فعلى مذهب هؤلاء أيضا سواء أقعد محمدا على عرشه ، أو أقعده على منبر من نور ، إذ كان من قولهم : إن جلوس الرب على عرشه ، ليس بجلوس يشغل جميع العرش ، ولا في إقعاد محمد صلى الله عليه وسلم موجبا له صفة الربوبية ، ولا مخرجه من صفة العبودية لربه ، كما أن مباينة محمد صلى الله عليه وسلم ما كان مباينا له من الأشياء غير موجبة له صفة الربوبية ، ولا مخرجته من صفة العبودية لربه من أجل أنه موصوف بأنه له مباين ، كما أن الله عز وجل موصوف على قول قائل هذه المقالة بأنه مباين لها ، هو مباين له . قالوا : فإذا كان معنى مباين ومباين لا يوجب لمحمد صلى الله عليه وسلم الخروج من صفة العبودة والدخول في معنى الربوبية ، فكذلك لا يوجب له ذلك قعوده على عرش الرحمن ، فقد تبين إذا بما قلنا أنه غير محال في قول أحد ممن ينتحل الإسلام ما قالهمجاهد من أن الله تبارك وتعالى يقعد محمدا على عرشه
 
“ kelompok ketiga : “ Mengatakan bahwa Allah ketika belum mencipta sesuatu, tidak ada sesuatu yang menyentuh atau bain dari-Nya, kemudian Allah mencipta sesuatu dan mencipta Arsy untuk diri-Nya yang Allah beritsiwa duduk di atas-Nya dan menjadikan Allah menyentuhnya. Sebagaimana ketika Allah belum mencipta, maka tidak ada sesuatu yang ia beri rezeki atau mengharamkannya, kemudian mencipta sesuatu, maka Allah memberikan rezeki kepada ini dan mengharamkan kepada ini. Mereka berkata : “ Allah sebelum mencipta sesuatu tidak ada yang menyentuhnya atau pun bain darinya, lalu mencipta sesuatu maka Allah Bersentuhan dengan Arsy dengan duduk-Nya tanpa makhluk lainnya. Dia Allah bersentuhan dengan sesuatu yang Allah kehendaki dan bain dari sesuatu yang Allah kehendaki “. Maka atas dasar madzhab mereka, baik Allah mendudukkan Nabi Muhammad di atas Arsy atu pun di atas mimbar dari cahaya, karena pendapat mereka adalah sesungguhnya duduknya Allah di atas Arsy bukan duduk yang menempati semua Arsy-Nya, dan bukan berarti dengan mendudukkannya Nabi Muhammad menjadikan Nabi Muhammad memiliki sifat rububiyyah, dan tidak mengeluarkannya dari sifat ubudiyyah, sebagaimana pisahnya Nabi Muhammad mengharuskkan memiliki sifat rububiyyah dan mengeluarkannya dari sifat ubudiyyah karena dia disifati dengan bainunah (terpisah/butuh makhluk). Sebagaimana atas dasar pendapat mereka ini bahwa Allah disifati dengan bainunah darinya maka Allah juga bainunah darinya. Jika makna bainunah seperti itu dan bainunah tidak menjadikan bagi Muhammad keluar dari sifat ubudiyyah dan masuk pada sifat rububiyyah, demikian juga tidak menjadikannya duduk di atas Arsy Allah”. Maka menjadi jelas dari apa yang kami katakan bahwasanya tidak mustahil ucapan orang yang mengaku Islam dari apa yang diucapkan Mujahid berupa ucapan bahwa Allah mendudukkan nabi Muhammad di atas Arsy-Nya. “ [8]   
 
Penjelasan :
 
Ucapan kelompok ketiga ini sangat jelas adalah ucapan kaum Mujassimah. Dari penadap mereka ini jelas bahwa Allah duduk di atas Arsy dan bersentuhan dengan Arsy dan Nabi Muhammad duduk bersama Allah. Inilah yang Ibnu Taimiyyah nisbatkan kepada para ulama yang diridhaoi dan para wali yang diterima. Padahal jelas bahwa ucapan atau pendapat ini adalah pendapat kelompok tertentu dari tiga pendapat yang disebutkan oleh imam ath-Thabari di atas tadi. Maka ini jelas bertentangan dengan pengakuan Ibnu Taimiyyah yang mengatakan ini adalah ucapan seluruh kelompok Islam.
 
Dan dari semua penjelasan ath-Thabari semakin jelas bahwa beliau bermaksud menetapkan bahwa tidak mustahil duduknya Nabi di atas Arsy bukan membahas duduknya Allah di atas Arsy, sebagaimana kesimpulan akhir beliau ini :
 
، فقد تبين إذا بما قلنا أنه غير محال في قول أحد ممن ينتحل الإسلام ما قاله مجاهد من أن الله تبارك وتعالى يقعد محمدا على عرشه
 
“ Maka menjadi jelas dari apa yang kami katakan bahwasanya tidak mustahil ucapan orang yang mengaku Islam dari apa yang diucapkan Mujahid berupa ucapan bahwa Allah mendudukkan nabi Muhammad di atas Arsy-Nya. “
 
Dari semua penjelasan imam Ibnu Jarir ath-Thabari ini, ada beberapa faedah yang dipahami yaitu :
 
1. Pendapat bahwa Allah tidak bersentuhan dengan sesuatu adalah pendapat jumhur kelompok umat Islam.
 
2. Pendapat bahwa Allah tidak bersentuhan dengan sesuatu dan tidak mubaayin, baik sewaktu belum mencipta atau sesudahnya, maka ini adalah pendapat Ahlus sunnah, ahlul haq. 
 
3. Pendapat bahwa Allah di atas Arsy-Nya dengan Dzat-Nya yakni Allah duduk di atas Arsy-Nya dan bersentuhan dengan-Nya. Dan ini adalah pendapat mujassimah.
 
4. Pendapat semua kelompok Islam adalah Allah sebelum mencipta sesuatu tidaklah bersentuhan dan tidak baain dari sesuatu. Ini sangat berbeda pendapat dengan Ibnu Taimiyyah yang meyakini bahwa tidaklah berlalu zaman bagi Allah kecuali ada bersamanya sebagian makhluk yang Allah mubaayin dari-Nya atau Allah duduk di atas Arsy-Nya, atau Allah senantiasa mubaayin atau bersentuhan dari makhluk-Nya, dan ini adalah persoalan tasalsul nau’il aalam. 
 
Adapun klaim bahwa atsar Mujahid diterima oleh jumhur ulama, maka saya tampilkan sebagaimana komenyat al-Imam Abdul Barr berikut ini :
 
على هذا أهل العلم في تأويل قول الله عز وجل : ( عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوداً ) أنه الشفاعة .
وقد روي عن مجاهد أن المقام المحمود أن يقعده معه يوم القيامة على العرش ، وهذا عندهم منكر في تفسير هذه الآية .
والذي عليه جماعة العلماء من الصحابة والتابعين ومن بعدهم من الخالفين أن المقام المحمود هو المقام الذي يشفع فيه لأمته ، وقد روي عن مجاهد مثل ما عليه الجماعة من ذلك ، فصار إجماعا في تأويل الآية من أهل العلم بالكتاب والسنة
ذكر ابن أبي شيبة عن شبابة ، عن ورقاء ، عن ابن أبي نجيح ، عن مجاهد في قوله تعالى : ( عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوداً ) قال : شفاعة محمد صلى الله عليه وسلم
 
“ Atas dasar inilah para ulama mentakwil firman Allah “ Semoga Tuhanmu menutusmu kepada kedudukan yang terpuji “, ditafsirkan dengan syafa’at. Dan telah diriwayatkan dari Mujahid bahwa maqam mahmud adalah Allah mendudukkan Nabi Muhammad bersama-Nya di atas Arsy, dan ini menurut mereka (para ulama) adalah mungkar di dalam menafsirkan ayat ini. Dan yang disepakati oleh kelompok ulama dari sahabat, tabi’in dan setelahnya dari orang yang berbeda pendapat dari Mujahid adalah bahwa maqam mahmud ialah Nabi Muhammad menberikan syafa’at kepada umatnya. Ini juga diriwayatkan dari Mujahid sebagaimana pendapat jumhur ulama. Maka hal ini menjadi ijma’ di dalam mentakwil ayat dari para ulama dengan Quran dan sunnah. Ibnu Abi Syaibah menyebutkan dari Syubabah dari Warqa dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah Ta’ala “ Semoga Allah mengutusmu kepada kedudukan yang terpuji “, berkata bahwa itu adalah syafa’at nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam “. [9]
 
Peringatan :
 
Saya sedikit curiga wahabi-salafi melakukan kecurangan ilmiyyah.
Di situs islamweb.net tidak menyebutkan nash ath-Thabari yang berbunyi :
" Laa syaiun yumaassuhu ", coba perhatikan yang saya garis merahkan :
 

 Sedangkan di kitab yang saya punya nash itu disebutkan, coba perhatikan nash yang saya garis merahkan :
 

Kitab yang saya punya ditahqiq :
Ahmad Abdur Razzaq al-Bakri 
Muhammad ‘adil Muhammad 
Muhammad Abdul Lathif Kholaf 
Mahmud Mursi Abdul Hamid

Jilid ketujuh terbitan Dar as-Salaam Halaman 5241 surat al-Isra ayat 79
 

 
Memang disengaja oleh mereka atau tidak, wa Allahu A'lam…
 
 
 
 

 


[1] Majmu al-Fatawa : 4/374

[2] Tafsir ath-Thabari juz 15 halaman 97 atau jilid ke tujuh halaman 5236 cetakan Dar as-Salam.

[3] Tafsir ath-Thabari juz 15 halaman 98 atau jilid ke tujuh halaman 5238 cetakan Dar as-Salam.

[4] Tafsir ath-Thabari juz 15 halaman 100 atau jilid ke tujuh halaman 5240 cetakan Dar as-Salam.

[5] ibid

[6] Tafsir ath-Thabari juz 15 halaman 100 atau jilid ke tujuh halaman 5240 cetakan Dar as-Salam.

[7] Idem

[8] Tafsir ath-Thabari juz 15 halaman 102 atau jilid ke tujuh halaman 5242 cetakan Dar as-Salam.

[9] At-Tamhid : 19/63-64

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

2 Responses

Tinggalkan Balasan