Siapa Yang Menanggung Rejekimu?

Sarkub Share:
Share

Tapi memang ada hal-hal yang tidak bisa diusahakan dan hanya bisa berserah diri kepada Allah. Apa yang dialami oleh Auf bin Malik Al-Asyja’i adalah sebuah contoh. Ketika semua prajurit muslim sudah kembali ke Madinah usai sebuah peperangan, Auf tidak menemukan anaknya di antara mereka. Itu berarti bahwa anaknya menjadi tawanan musuh. Auf pun datang melapor kepada Nabi. Nabi bersabda: “bersabarlah dan perbanyak ucapan la haula wala quwwata illa billah”.

Tiba-tiba di tengah malam, anaknya datang dan membawa segerombolan kambing. Dia bercerita bahwa musuh telah menangkap dan mengikatnya kuat-kuat dengan rantai besi. Usahanya untuk melepaskan ikatan sia-sia. Tapi tiba-tiba ikatan itu melonggar, sehingga dia bisa melarikan diri. Anehnya, kambing-kambing milik musuh yang dilepas bebas, dengan mudah digiring mengikutinya sampai di rumah. Ayahnya terheran-heran karena jarak kampung musuh itu sangat jauh, bagaimana bisa dia tempuh dalam waktu kurang dari setengah malam. Anaknya menjelaskan, “Saya tidak tahu ayah. Tapi saya merasa seperti ada malaikat yang membawa saya”.

Pagi-pagi Auf segera datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Tapi sebelum dia melapor, beliau bersabda, “Wahai Auf bergembiralah, karena Allah telah menurunkan ayat tentang urusanmu”. Kemudian beliau ucapkan ayat 2 dan 3 surat At-Thalaq yang artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan kepadanya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.

Jadi pilih mana? Bekerja mencari rezeki atau duduk diam bertawakkal menunggu datangnya rezeki?

Kisah Ibrahim bin Adham berikut ini bisa menjadi inspirasi. Ibrahim yang dikenal sebagai pengusaha sukses suatu hari melihat seekor burung yang sayapnya patah tergeletak di sangkarnya. Tidak lama kemudian datang burung lain membawa makanan dan menyuapinya.

Adegan ini memberikan pemahaman kepadanya bahwa rezeki itu benar-benar anugerah dari Allah. Dengan tawakkal, rezeki itu akan datang. Maka ia pun memutuskan untuk berhenti berdagang dan menghabiskan waktunya untuk ibadah kepada Allah, tidak khawatir tidak bisa makan karena rezeki manusia sudah dijatah oleh Allah. Mendengar hal ini, seorang ulama datang kepadanya dan bertanya: “Wahai Ibrahim, mengapa kamu memilih jadi burung yang lumpuh karena patah sayapnya, dan tidak memilih jadi burung yang setiap hari membawa makanan dan menyuapi burung yang malang itu?”.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah di atas. (Cak Dayat/Tim Sarkub)

Diambil dari tulisan : KH. Ahmad Fuad Effendy

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan