Runtuhnya Benteng Terkuat Yahudi

Sarkub Share:
Share

Perang Khaibar.

Khaibar merupakan wilayah di jazirah Arab yang subur dan banyak pohon kurma, letaknya 150 km di sebelah timur laut kota  Madinah.

Di Khaibar terdapat benteng-benteng yang menjulang dan kokoh, dintaranya An Nathat yang meliputi Na’im, Ash Shu’ab, dan Qillah. Ada juga benteng Asy Syaqq yang meliputi Ubay dan al Bari’. Selain itu ada benteng Al Katibah yang meliputi Al Qamush, Al Wathih dan As Sulalim. Khaibar mempunyai pasar bernama Pasar An Nathah. Pasar ini dilindungi oleh Kabilah Ghathafan. Kabilah Ghathafan menganggap bahwa Khaibar termasuk tanah wilayahnya. Selain itu Khaibar juga mempunyai kegiatan pertukaran uang yang luas.

Khaibar adalah nama pemukiman bangsa Yahudi, kl. 30 km sebelah timur laut Madinah. Mereka sudah hidup berkembang biak di sana, selama ratusan tahun. Yaitu sejak bangsa Yahudi terusir cerai-berai (diaspora) ke seluruh penjuru dunia, akibat dihancurkan Titus Rumawi (th.70 Masehi)

Bersama etnis-etnis Yahudi lainnya, yang  berkumpul di Yatsrib (sebelum diganti menjadi Madinah, setelah datang umat Islam hijrah ke sana),  seperti Bani Qainuka, Bani Khaibar berhasil menjalin kekuatan di bidang sosial, ekonomi, politik dan pertahanan. Mereka mampu  mengalahkan reputasi penduduk asli, yaitu klan Arab Aus dan Khajraz. Keahlian Yahudi di bidang ekonomi, dimanfaatkan untuk menguras sumberdaya alam Yatsrib yang melimpah. Terutama komiditi pertanian berupa kurma dan sayur-sayuran. Mereka kembangkan sistem ijon dan riba, sehingga petani-petani Arab tak berdaya. Sebagai produsen, mereka terbelenggu renten mencekik yang diterapkan orang-orang Yahudi yang menjadi bandar. Sebagai konsumen juga, mereka sangat repot, karena segala kebutuhan dipasok dan ditentukan harganya oleh para distributor Yahudi.

Setelah umat Islam datang berhijrah ke sana, keadaan mulai berubah. Nabi Muhammad Saw mulai menata “muamalah“ (sistem sosial) umat Islam.  Nabi Saw memerintahkan sahabat Abdurahman bin Auf, mendidik kaum Muhajirin (yang berhijrah) dan kaum Anshar (penduduk pribumi) menerapkan sistem ekonomi Islami, yang mengutamakan kejujuran, keadilan, bebas riba, bersih dari rente, dan jauh dari eksploitasi terhadap sumberdaya ekonomi, baik manusia maupun barang.

Tentu  saja, sistem ekonomi yang dicontohkan Abdurahman bin Auf, segera menarik perhatian semua pihak. Umat Islam yang merasa diuntungkan, berbondong-bondong menyambut sistem itu di seluruh Yatsrib. Sedangkan umat Yahudi merasa terhina, karena sistem kapitalisme-liberalisme ekonomi yang mereka kendalikan, mulai terancam dan meredupkan reputasi mereka.

Pasar-pasar milik umat Islam Yatsrib, berdiri di dekat masjid-masjid. Sehingga hubungan antara urusan ukhrawi (ibadah ritual), dengan urusan duniawi (ibadah sosial) sangat erat. Tidak terpisahkan satu sama lain. Berada dalam prinsip mencari kebahagiaan akhirat, tanpa melupakan bagian di dunia (Q.s.al Qhasash : 77).

Legitimasi kegiatan ekonomi  di kalangan umat Islam, sangat kuat. Firman Allah SWT, dalam S.Jumu’ah ayat 9-10 menunjukkan ke arah itu :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at,  bersegeralah kalian kepada mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual-beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah ke segala penjuru bumi, dan carilah karunia Allah, serta banyaklah mengingat Allah agar kalian beruntung“

Bagi umat Yahudi, kekalahan di bidang ekonomi, membawa implikasi luas, berupa kekalahan-kekalahan di bidang lain. Mereka tidak lagi menjadi superpower. Tapi mereka berusaha melawan kekuatan umat Islam. Melakukan persekongkolan-persekongkolan jahat dengan kabilah-kabilah kafirin-musyrikin Arab yang gerah menyaksikan kemajuan syiar Islam  Madinah. Apalagi setelah umat Islam mampu mengalahkan pasukan musrikin Quraisy dalam perang Badar (th.2 Hijrah), konsolidasi kekuatan amat cepat dalam perang Uhud (th.3 Hijrah), dan mencapai puncaknya ketika menaklukkan Mekah (Futuh Mekah) th.8 Hijrah dan mengalahkan sisa-sisa kaum kafirin-musyrikin  dalam perang Hunain (th.8 Hijrah).

Bersama kelompok-kelompok anti Islam, Yahudi Madinah, baik Qainuka maupun Khaibar, pernah menggalang kekuatan pasukan multinasional, untuk mengepung Madinah dalam perang Khandak (th.6 Hijrah). Namun umat Islam mampu mematahkannya dengan taktik bertahan di belakang parit (Khandak) dan mengirimkan intel ke tengah pasukan pengepung. Menyebarkan kabar-kabar menakutkan tentang kehebatan pasukan Islam Madinah. Sehingga pasukan pengepung, kabur sebelum berhasil melaksanakan tujuan mereka.

Andalan Yahudi hanya tinggal benteng-benteng Khaibar yang kokoh-kuat. Mereka menyimpan cadangan makanan untuk dua tahun, dan menyiapkan persenjataan terhebat yang belum pernah ada dalam sejarah peperangan masa itu.

Awal Mula Peperangan

Sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah saw. tinggal di Madinah selama bulan Dzulhijjah dan sebagian bulan Muharram. Di akhir bulan Muharram beliau segera mempersiapkan langkah berikutnya yang telah beliau jadikan khiththah dalam politik luar negerinya, yaitu berangkat menuju Khaibar. Langkah sebelumnya telah berhasil dengan gemilang. Melalui Perjanjian Hudaibiyah, beliau mampu memecah koalisi politik dan militer (kafir Quraisy dan kaum Yahudi) sekaligus mengisolasi pengaruh politik Makkah dari kawasan Jazirah Arab. Rasulullah saw. merasa aman dari ancaman yang berasal dari Selatan (kota Makkah). Tinggal menuntaskan ancaman dari wilayah Utara (yaitu Khaibar) dengan menyerang mereka secara tiba-tiba dan tak terduga.

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, orang-orang Yahudi memang tidak dapat dipercaya kejujurannya dalam melaksanakan perjanjian perdamaian. Peristiwa
pengkhianatan itu telah terjadi beberapa kali dilakukan oleh orang-orang Yahudi dari Banu Quraidah, Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir.

Setelah perjanjian Hudaibiyah (Dzulqaidah 6 H) disepakati antara kaum muslimin dengan musyrikin dari Mekah, maka bahaya yang  mengancam kaum muslimin datang dari sebelah utara kota Madinah yaitu  kaum Yahudi di Khaibar.

Mereka berupaya untuk menghancurkan kaum muslimin di Madinah. Dasar kaum Yahudi adalah penakut, mereka tidak berani melakukannya sendiri akan tetapi menggunakan tangan orang lain, memakai  kelompok bayaran yaitu orang-orang Ghathafan untuk merealisasikan maksud dan tujuannya serta dendam kusumatnya kepada kaum muslimin. Sebagai imbalannya, orang-orang Ghathafan akan diberikan sebagian dari hasil buah-buahan dan kurma Khaibar.

Kaum Yahudi juga menjalin hubungan dengan Fadak, Taima’ dan Wadil Quraa untuk menyerang kota Madinah, pusat kekuasaan kaum Muslimin saat itu.

Perjalanan Menuju Khaibar

Mengetahui hal tersebut, maka Rasulullah saw bersama 1.400 orang sahabat semuanya adalah yang dahulu ikut dalam Bai’atur Ridhwan di Hudaibiyah, 100 orang diantaranya berkuda bergerak menuju Khaibar, lama perjalanan yang ditempuh tiga hari tiga malam. Rasulullah saw. menunjuk Numailah bin Abdullah al-Laitsi sebagai imam sementara di Madinah selama kepergiannya ke Khaibar dan menyerahkan bendera perang yang berwarna putih ( liwa ) kepada Ali bin Abi Thalib.

Ketika orang-orang yang lemah iman dan kaum munafikin mendengar banyaknya ghanimah (rampasan perang) yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka berusaha untuk ikut serta dalam perang ini. Padahal sebelumnya mereka tidak mau menyertai beliau di Hudaibiyah. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, menerangkan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal ini:

سَيَقُولُ الْمُخَلَّفُونَ إِذَا انْطَلَقْتُمْ إِلَى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوهَا ذَرُونَا نَتَّبِعْكُمْ يُرِيدُونَ أَنْ يُبَدِّلُوا كَلاَمَ اللهِ قُلْ لَنْ تَتَّبِعُونَا كَذَلِكُمْ قَالَ اللهُ مِنْ قَبْلُ فَسَيَقُولُونَ بَلْ تَحْسُدُونَنَا بَلْ كَانُوا لاَ يَفْقَهُونَ إِلاَّ قَلِيلاً’

“Orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: ‘Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu; mereka hendak mengubah janji Allah.’ Katakanlah: ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami: demikian Allah telah menetapkan sebelumnya’; mereka akan mengatakan: ‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (Al-Fath: 15)

Kabar keberangkatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat ini menurut sebagian ahli sejarah telah sampai kepada Yahudi Khaibar. Tak pelak lagi, kaum munafikinlah yang berulah. Diceritakan, bahwa ‘Abdullah bin Ubai bin Salul –gembong munafikin Madinah– menyampaikan berita ini kepada para pemimpin Yahudi Khaibar. Mereka pun mengutus beberapa orang Yahudi, di antaranya Kinanah bin Abil Huqaiq dan Haudzah bin Qais, ke Ghathafan meminta bantuan, karena mereka adalah sekutu Yahudi Khaibar. Tapi mereka meminta syarat, kalau berhasil maka separuh hasil kurma Khaibar buat mereka.

Sebagian orang Yahudi yang tinggal di Madinah meremehkan kaum muslimin. Bagaimana mungkin mereka menembus Khaibar, karena wilayah itu dikelilingi benteng-benteng kokoh di puncak-puncak bukit. Juga jumlah pasukan dan perlengkapan mereka sangat banyak, demikian juga perbekalan mereka. Seandainyapun mereka bertahan di dalam benteng itu selama setahun, masih cukup.

Tapi keyakinan para sahabat akan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang sudah disebutkan tidak luntur. Mereka tetap menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keimanan sejati, karena kemenangan bukan dinilai dari kekuatan dan perlengkapan pasukan. Kemenangan adalah karunia dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan diperoleh dengan kemaksiatan.

Sementara orang-orang Yahudi Khaibar sendiri yakin, tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu menaklukkan mereka. Karena mereka berada dalam benteng yang kokoh, persenjataan dan logitistik yang memadai. Setiap hari ribuan orang prajurit keluar dari benteng itu dalam keadaan berbaris.

Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu bercerita: Kami berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Khaibar, berjalan di malam hari. Lalu ada yang berkata kepada ‘Amir: “Mengapa tidak engkau perdengarkan kepada kami dendangmu?” Dahulu, ‘Amir dikenal sebagai penyair. Diapun turun lalu bersyair:

Demi Allah, kalau tidak karena Allah, niscaya kami tidak mendapat petunjuk
Tidak bersedekah, tidak pula shalat
Kami tidak merasa cukup dari karunia-Mu
Maka teguhkan kaki kami jika bertemu (dengan musuh)
Dan turunkanlah ketenangan kepada kami

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:
مَنْ هَذَا السَّائِقُ؟
“Siapa penggiring ini?”

“Amir,” kata para sahabat. Beliaupun berkata:
يَرْحَمُهُ اللهُ
“Semoga Allah merahmatinya.”

Berkatalah seseorang: “Pasti, wahai Rasulullah, mengapakah tidak engkau biarkan kami bersenang-senang dengan dia?”

Menurut mereka, kalau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menyatakan demikian, tentulah orang yang didoakan itu mati syahid. Kenyataannya memang demikian. ‘Amir gugur sebagai syahid terkena pedangnya sendiri ketika menghadapi Marhab, pemuka Yahudi yang menantang adu tanding (duel satu lawan satu).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongan tetap berjalan hingga tiba di Ar-Raji’, sebuah lembah antara Khaibar dan Ghathafan. Beliau sengaja melintasi wilayah ini, untuk berjaga-jaga jika Ghathafan mengirimkan bala bantuan kepada Khaibar sehingga beliau mendahului untuk memutus jalur hubungan mereka.

Ketika Ghathafan mendengar keberangkatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, segera pula mereka mempersiapkan diri untuk membantu Khaibar. Tetapi, belum jauh mereka berjalan meninggalkan perkampungan mereka, ketakutan mulai merayapi hati mereka: jangan-jangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama pasukannya akan menyerang harta dan keluarga mereka. Akhirnya, mereka mengurungkan niatnya membantu Khaibar dan membiarkan Yahudi Khaibar sendiri menghadapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sampai di Khaibar

Setelah sampai di Khaibar Nabi saw berkata kepada para sahabatnya:

“Berhentilah“, kemudian bermunajat kepada Allah :

“Ya Allah, Penguasa langit dan segala keteduhannya, Penguasa kami dengan segala isinya, Penguasa semua setan dengan segala penyesatannya, dan Penguasa angin dengan segala tiupannya, kami memohon kepada-Mu, ya Allah, semua kebajikan yang ada di pemukiman ini, segala yang baik penghuninya, dan segala kebaikan yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu, ya Allah, dari keburukan yang datang dari pemukiman ini, dari penghuninya dan dari apa yang ada di dalamnya.“

Setelah selesai bermunajat Rasulullah saw memerintahkan: “Majulah ….Bismillah…“.

Rasulullah saw. dan pasukannya menempuh perjalanannya dengan sangat cepat untuk memberi kesan serangan dadakan. Kaum Muslim tiba di Khaibar malam hari.

Biasanya Nabi saw tidak akan mulai memerangi suatu kaum sampai waktu pagi datang. Jika beliau mendengar suara adzan di tempat itu beliau tidak jadi memerangi kaum itu. Jika tidak terdengar suara adzan maka beliau akan menyerang kaum itu. Kemudian Rasulullah saw bergerak maju. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ketika itu dia berboncengan dengan Abu Thalhah (suami ibunya), dan kaki beliau menyentuh kaki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan sampai tersingkap sarung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga kelihatan putih sebagian paha beliau.

Pagi harinya para pekerja di Khaibar yang biasa berangkat pagi-pagi untuk bekerja dengan membawa sekop dan keranjang tidak menyangka bahwa di depan benteng-benteng mereka telah berkemah pasukan kaum Muslim. Menyaksikan kedatangan Nabi saw mereka lari terbirit-birit seraya berteriak “Muhammad datang beserta tentaranya.“ Menyaksikan hal ini kemudian Nabi saw bersabda :

“Allah Maha Besar! Binasalah Khaibar ! Bila kami tidak di halaman suatu kaum, maka pagi harinya orang-orang yang telah diberi peringatan akan mengalami nasib buruk“.

Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekati dan mengamati perkampungan mereka, beliau berkata:
قِفُوا
“Berhentilah.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berdoa:

اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَمَا أَظْلَلْنَ وَرَبَّ الْأَرَضِينَ وَمَا أَقْلَلْنَ وَرَبَّ الشَّيَاطِينِ وَمَا أَضْلَلْنَ وَرَبَّ الرِّيَاحِ وَمَا أَذْرَيْنَ فَإِنَّا نَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ الْقَرْيَةِ وَخَيْرَ أَهْلِهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا، أَقْدِمُوا بِسْمِ اللهِ

“Ya Allah, Rabb (Pencipta, Penguasa, dan Pengatur) langit-langit dan semua yang dinaunginya. Rabb bumi dan semua yang ditopangnya. Rabb para setan dan semua yang disesatkannya, dan Rabb angin serta semua yang diterbangkannya. Sesungguhnya kami mohon kepada Engkau, kebaikan negeri ini dan kebaikan penduduknya, serta kebaikan yang ada padanya. Kami berlindung dengan-Mu dari kejahatannya, dan kejahatan penduduknya serta kejahatan yang ada padanya. Majulah dengan nama Allah.”

Doa ini sering diucapkan beliau setiap kali tiba di suatu wilayah.

Wilayah Khaibar terbagi menjadi dua. Yang pertama mempunyai lima benteng:
1. Benteng Na’im
2. Benteng Ash-Sha’b bin Mu’adz
3. Qal’atu Az-Zubair
4. Benteng Ubai
5. Benteng An-Nizar

Tiga benteng pertama di daerah An-Nithah, sedangkan dua lainnya di daerah Syaq.
Wilayah kedua, dikenal dengan Katibah, terdapat tiga benteng yang kokoh, yaitu:
1. Benteng Qamush (benteng anak cucu Abul Huqaiq dari Bani Nadhir)
2. Benteng Wathih, dan
3. As-Sullam

Masih banyak benteng lain, tetapi kecil-kecil dan tidak sekuat delapan benteng ini. Adapun pertempuran terjadi di wilayah pertama.

Pasukan Yahudi

Pasukan Yahudi berjumlah sekitar 7.000 orang dengan rincian, lebih 3.000 orang penduduk Khaibar, 1.400 orang berasal dari Yahudi Qainuqa’(pelarian dari Madinah), Yahudi Bani Nadhir 1.500 orang (pelarian dari Madinah), Yahudi Waadil Qura berjumlah 500 orang dan Yahudi Fada’ 500 orang.

Walaupun pasukan Yahudi jumlahnya empat kali lebih banyak dari pasukan kaum muslimin, mereka berada di dalam benteng yang kokoh, peralatan perang yang lengkap, akan tetapi dengan izin Allah pasukan kaum muslimin yang dipimpin Rasulullah saw dapat meraih kemenangan yang gilang gemilang.

Peperangan Dimulai

Ibnu Sa‘ad berkata: Kemudian Rasulullah saw menyampaikan nasehat kepada para sahabat dan membaginya beberapa panji kepada mereka. Akhirnya pertempuran pun berkecamuk antara Rasulullah saw dan penduduk Khaibar yang bertahan di benteng-benteng mereka. Benteng demi benteng berhasil ditaklukan kecuali dua benteng: Al-Wathih dan benteng Sulalim. Rasulullah saw mengepung kedua benteng ini selama sepuluh malam.

Maka Rasulullah menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tak mudah dilakukan. Pasukan Romawi yang lebih kuat pun tak mampu menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.

Dari benteng ini keluarlah pemimpin mereka Marhab, yang kekuatannya setara dengan seribu prajurit. Dia berkata:

Khaibar tahu aku adalah Marhab
Senjata ampuh pahlawan kawakan

Mendengar ini, ‘Amir paman Salamah bin Al-Akwa’ turun ke gelanggang menyambut tantangan Marhab perang tanding.

Khaibar tahu aku adalah ‘Amir
Senjata ampuh pahlawan di medan laga

Kemudian keduanya saling serang beberapa kali. Suatu ketika pedang Marhab menebas tapi mengenai perisai di tangan ‘Amir dan terjepit. ‘Amir menunduk menebas ke arah kaki Marhab, namun sayang pedang pendeknya tidak mengenai sasaran dan berbalik mengenai urat nadi di lengannya. ‘Amir terluka dan gugur seketika itu juga. Ternyata sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengomentari bahwa ‘Amir telah gugur amalannya karena bunuh diri.

Kata Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu: Aku menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menangis sambil berkata: “Wahai Rasulullah, amalan ‘Amir telah gugur.”

Beliau bersabda:
مَنْ قَالَ ذَلِكَ؟

“Siapa yang mengatakan begitu?”

“Sebagian sahabat anda,” kataku. Beliau bersabda pula:
كَذَبَ مَنْ قَالَ ذَلِكَ بَلْ لَهُ أَجْرُهُ مَرَّتَيْنِ

“Salah orang yang mengatakan begitu. Bahkan dia memperoleh dua pahala.” Demikian diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam hadits yang panjang dalam Shahih-nya, Kitab Al-Jihad was Siyar dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu.

Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugasi Abu Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda:

“Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”.

Sepanjang malam banyak para sahabat yang meraba-raba siapakah gerangan yang akan diserahi panji itu? Keesokkan harinya mereka berdatangan kepada Nabi saw. Semua mengharapkan diserahkannya panji itu kepada dirinya. Kemudian Rasulullah saw bertanya: “Dimana Ali?“ Mereka menjawab: “Wahai Rasulullah saw ia sedang sakit mata.“ Setelah Ali dibawa ke hadapan Rasulullah saw lalu beliaupun meludahi kedua mata Ali seraya berdo‘a. Saat itu pula kedua mata Ali sembuh, kemudian Rasulullah saw menyerahkan panji kepadanya. Ali bertanya: “Wahai Rasulullah saw, apakah aku harus memerangi mereka sampai mereka jadi seperti kita (Muslim)?“ Jawab Nabi saw :

“Kerjakanlah! Tetapi jangan tergesa-gesa. Tunggu sampai engkau tiba di halaman mereka. Kemudian ajaklah mereka memeluk Islam dulu dan beritahukan mereka kewajiban apa yang harus mereka lakukan terhadap Allah. Demi Allah, jika Allah memberi hidayah kepada seorang dari mereka melalui engkau, itu lebih baik daripada engkau memperoleh nikmat yang berupa onta merah.“

Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Keberhasilannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari abad ke abad.

Salah seorang Yahudi berhasil memukul Imam Ali r.a. sampai perisai yang ada di tangannya terpental. Tetapi dengan gerakan kilat Imam Ali r.a. segera menjebol salah sebuah daun pintu yang ada di benteng dan dengan berperisaikan daun pintu itu terus menerjang dan menggempur. Akhirnya benteng itu dapat didobrak, dan daun pintu yang dipegangnya dijadikan jembatan. Dengan jembatan itu kaum muslimin menyeberang serentak dan menyerbu ke dalam benteng.

Ali dan pasukannya juga berhasil menjebol pertahanan lawan dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian. Harith bin Abu Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas.

Benteng penduduk Khaibar yang pertama kali beliau taklukkan adalah Benteng Na’im, lalu Benteng al-Qamush, dan kemudian Benteng Bani Abu al-Huqaiq. Dari mereka, Rasulullah saw. memperoleh banyak tawanan wanita, di antaranya Shafiyah binti Huyay bin Akhthab, istri Kinanah bin ar-Rabi’ bin Abu al-Huqaiq. Shafiyah inilah yang kemudian diperistri beliau. Setelah berhasil menaklukkan benteng-benteng Khaibar dan perkebunannya, Rasulullah saw. meneruskan perjalanannya hingga tiba di dua benteng lainnya, yaitu al-Wathih dan as-Sulalim. Kedua benteng Khaibar inilah yang ditaklukkan paling akhir.

Setelah itu benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan Islam.

Perang Khaibar menelan korban 93 orang dari pihak Yahudi dan 15 orang dari pihak Islam.

Kemenangan Kaum Muslimin

Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.

Perlindungan itu tampaknya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan beda perlakuan kalangan Islam dan Nasrani terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Nasrani dari kekaisaran Romawi akan menghancurkan kelompok Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.

Di samping itu mereka juga meminta kepada Rasulullah saw untuk bisa tetap menggarap tanah Khaibar, karena mereka lebih tahu tentang pengelolaan tanah garapan itu, dengan imbalan separuh dari hasil panennya. Permohonan ini dikabulkan oleh Nabi saw tetapi dengan persyaratan yang dikemukakan Nabi saw:

“Kalau kami hendak mengusir kalian maka kalian harus bersedia kami usir.“

Rasulullah saw. juga melakukan perjanjian seperti itu dengan penduduk Fadak. Dengan demikian. Khaibar termasuk fa’i bagi kaum Muslim, sedangkan Fadak khusus milik Rasulullah saw. karena tidak ditaklukkan melalui pasukan berkuda maupun pejalan kaki.

Peristiwa Peracunan Makanan kepada Rasulullah

Ibnu Ishaq berkata: “Setelah Rasulullah saw merasa aman dan tentang Zainab binti al-Harits, istri Sallam bin Misykan, menghadiahkan kambing bakar kepada beliau. Sebelumnya Zainab telah bertanya daging bagian manakah yang paling disukai Rasulullah saw? Dikatakan kepadanya: Daging bagian paha. Kemudian dia menaburkan racun ke seluruh kambing itu terutama bagian pahanya. Setelah dihidangkan maka Rasulullah saw pung mencicipi dan mengunyahnya tetapi tidak sampai ditelan. Sedang Basyar bin Barra‘ bin Ma‘rur yang ikut mencicipi bersama Rasulullah saw telah mengunyah dan menelannya. Rasulullah saw memuntahkan kunyahan itu seraya berkata: “Tulang ini memberitahukan kepadaku bahwa ia mengandung racun.“

Kemudian Nabi saw memanggil wanita itu dan mengakui perbuatannya. Nabi saw bertanya: “Kenapa kamu lakukan itu ?“ Ia menjawab: “Anda telah bertindak terhadap kaumku sedemikian rupa. Kalau anda seorang raja (akan mati karena racun) dan aku merasa lega, tetapi kalau anda benar seorang nabi tentu anda akan diberitahu (oleh Tuhan tentang racun itu).“ Perempuan itu kemudian dilepaskan oleh Rasulullah saw. Akibat makan daging beracun itu, Basyar bin Barra‘ meninggal dunia.

Az-Zuhri dan Sulaiman at-Taimi memastikan di dalam Maghazinya bahwa wanita itu kemudian masuk Islam. Tetapi para ahli sejarah berselisih pendapat apakah Nabi saw mengqishasnya atas kematian Basyar atau tidak. Ibnu Sa‘ad meriwayatkan dengan beberapa sanad bahwa Nabi saw menyerahkan kepada keluarga Basyar kemudian mereka membunuhnya. Tetapi yang shahih adalah riwayat yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi saw bersabda kepadanya: “Allah tidak akan mengizinkan kamu untuk membunuhku.“ Para sahabat bertanya: “Apakah kita tidak membunuhnya wahai Rasulullah?“ Jawab Nabi: “Tidak“.

Pengharaman Daging Khimar

“Dari Jabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa’i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).

Ghanimah Perang

Rasulullah saw membagikan barang rampasan perang Khaibar kepada kaum Muslimin. Bagi yang berjalan kaki mendapatkan satu saham sedangkan bagi seekor kuda mendapatkan dua saham. Nafi‘ ra di dalam riwayat Bukhari, menafsirkan hal tersebut dengan: Jika seorang membawa seekor kuda maka dia mendapatkan tiga saham, jika tidak maka dia mendapatkan satu saham.

Shafiyah binti Hiyai bin Akhthab pemimpin Yahudi Khaibar termasuk di antara para wanita Yahudi yang jatuh sebagai tawanan di tangan salah seorang sahabat Nabi saw. Oleh Rasulullah saw wanita Yahudi itu diminta dari sahabatnya, kemudian dimerdekakan dan dinikahi oleh beliau setelah masuk Islam dan pembebasannya itu dijadikan sebagai maharnya.

Harta kekayaan Khaibar yang dibagi-bagi adalah asy-Syiqq, Nathah, dan al-Katibah. Asy-Syiqq dan Nathah dibagikan kepada kaum Muslim karena memang bagian mereka. Untuk al-Katibah, seperlimanya untuk Allah, Rasulullah saw., sanak kerabat beliau, anak-anak yatim, orang-orang miskin, makanan untuk istri-istri beliau, dan makanan untuk orang yang menjadi penghubung beliau dengan penduduk Fadak yang membawa perdamaian. Di antara mereka adalah Muhaiyyishah bin Mas‘ud, saat itu diberi 30 wasq gandum dan 30 wasq kurma. Khaibar dibagi-bagikan kepada para sahabat yang turut hadir dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, yang turut serta dalam Perang Khaibar, dan yang tidak turut hadir, yaitu Jabir bin Abdullah bin Amr bin Haram. Rasulullah saw. memberikan kepadanya bagian sebagaimana orang yang turut serta dalam Perang Khaibar.

Lembah Khaibar mencakup as-Surair dan Khas. Kedua lembah itu diberikan Rasulullah saw. kepada Jabir bin Abdullah. Nathah dan Syiqq memiliki 15 bagian. Nathah dibagi-bagi lagi menjadi lima bagian dan asy-Syiqq tiga belas bagian; lalu dibagi menjadi 1.800 bagian. Sebab, jumlah bagian para sahabat terhadap harta kekayaan Khaibar adalah 1.800 bagian. Pasukan pejalan kaki berjumlah 1.400 orang dan pasukan berkuda berjumlah 200 orang. Setiap kuda memperoleh dua bagian dan penunggangnya satu bagian. Setiap bagian memiliki seorang koordinator yang membawahi 100 orang, sehingga jumlah total bagian tersebut adalah 18 buah.

Rasulullah saw. membagi al-Katibah, yaitu lembah Khas, kepada sanak keluarganya dan beberapa lelaki dan wanita kaum Muslim. Beliau memberi Fathimah 200 wasq , Ali bin Abi Thalib 100 wasq , Usamah bin Zaid 200 wasq biji-bijian, Aisyah Ummul Mukminin 200 wasq , Abu Bakar bin Abu Quhafah 100 wasq , Aqil bin Abu Thalib 140 wasq , anak-anaknya Ja‘far 50 wasq , Rabi‘ah bin al-Harits 100 wasq , ash-Shalth bin Makhramah dan dua orang anaknya 100 wasq , 40 wasq di antaranya untuk ash-Shalth, Qais bin Makhramah 30 wasq , Abu al-Qasim bin Makhramah 40 wasq , anak-anak perempuan Ubaidah bin al-Harits dan anak perempuan al-Hushain bin al-Harits 100 wasq , anak-anak Ubaid bin Abdu Yazid 60 wasq , anak Aus bin Makhramah 30 wasq , Misthah bin Atsatsah dan anak Ilyas 50 wasq , Ummu Rumaitsah 40 wasq , Nu’aim bin Hindun 30 wasq , Buhainah binti al-Harits 30 wasq , Uzair bin Abdu Yazid 30 wasq , Ummu al-Hakam binti az-Zubair bin al-Muthalib 30 wasq , Jumanah binti Abu Thalib 30 wasq , Ummu al-Arqam 50 wasq , Abdurrahman bin Abu Bakar 40 wasq , Hamnah binti Jahsy 30 wasq , Ummu az-Zubair 40 wasq , Dzuba’ah binti az-Zubair 40 wasq , anak Abu Khunais 30 wasq , Ummu Thalib 40 wasq , Abu Bashrah 20 wasq , Numailah al-Kalbi 50 wasq , Abdullah bin Wahb dan kedua anaknya 90 wasq , kedua anaknya memperoleh 40 wasq dari bagian tersebut, Ummu Habib binti Jahsy 30 wasq , Malku bin Abdah 30 wasq , dan istri-istri beliau 700 wasq .

Setelah Perang

Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan Rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi kelompok Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kemudian ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.

Sejak ditaklukkannya daerah Khaibar, Fadak, Wadi al-Qurra, dan sekitarnya, khithah politik luar negeri Rasulullah saw. memiliki corak yang berbeda dengan sebelumnya. Sebab, sejak itu beliau mulai berhadap-hadapan secara langsung dengan negara-negara dan kekuatan adidaya saat itu, yaitu Romawi (Byzantium) dan Persia

Kemenangan yang diperoleh kaum muslimin tersebut, terkait erat dengan pertolongan Allah swt, karena Allah–lah yang memberikan kemenangan kepada hambaNya yang berjuang di jalanNya dengan ikhlas dan mengharapkan ridhaNya.

Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagimu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS: Ali Imran/ 3 : 126)

“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”(QS: Al Baqarah / 2 : 249).

Peristiwa penaklukan Khaibar sesungguhnya telah memberikan semangat jihad dan pelajaran yang sangat berharga sekali kepada pejuang-pejuang Islam, khususnya di Palestina ketika menghadapi orang-orang Yahudi yang memiliki prilaku penakut, licik, penipu dan pengkhianat.

Saat ini pejuang-pejuang Islam di Palestina masih terus berjihad di jalan Allah untuk menjaga kemuliaan masjid Al Aqsha dan mengembalikan tanah waqaf kaum muslimin dari penjajah zionis Israel, Yahudi.

Semoga Allah melindungi pejuang-pejuang Palestina dari tipu daya antek Yahudi yang melakukan pengkhianatan, melakukan persekongkolan dengan penjajah zionis Israel.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

One Response

  1. muhammad akbar30/10/2012 at 22:10Reply

    Khaibar khaibar yahud
    Jaisyu muhammad saufa ya’ud

Tinggalkan Balasan