Nasihat-Nasihat Imam Al-Ghazaly

Sarkub Share:
Share

-Nasihat Pertama (1) Imam al-Ghazali-

“Buku-buku yang ditulis oleh Syeikh, seperti Ihya Ulumidin dan banyak kitab lainnya cukup untuk menjawab setiap persoalan yang saya hadapi, namun, saya berharap Syeikh menulis kesimpulan penting dalam beberapa halaman saja, agar bisa saya jadikan bekal hidup, dan saya jadikan pedoman sepanjang hayat, Insya Allah”, pinta sang murid.

Kemudian Imam al-Ghazali menjawab, “Anaku terkasih, semoga Allah memanjangkan usiamu dalam ketaatan kepada-Nya. Dan menuntunmu menuju jalan yang dilalui para pecinta-Nya, nasihat bertebaran dalam buku-buku yang bersumber dari ajaran Rasulullah saw, pasti diantaranya telah Engkau ketahui, jika ya lalu apa lagi gunanya nasihatku? Jika tidak ada yang kau dapat sedikitpun, lalu apa yang telah Engkau peroleh selama bertahun-tahun ini?

Lalu Imam al-Ghazali menyampaikan nasihat pertamanya

(1); “Anaku, diantara nasihat Rasulullah saw kepada umatnya, beliau Saw menyampaikan: “Pertanda Allah Swt menjauhi hambanya adalah seorang hamba sibuk dengan sesuatu yang tidak penting, jika sedetik saja manusia melewatkan usianya untuk sesuatu yang tidak ada nilainya (sebuah aktivitas yang tidak memberi ruang untuk niat baik), layak ia berduka sepanjang waktu.

Siapa saja yang melewati usia 40 tahun sedangkan kebaikannya tidak lebih banyak dari keburukannya, maka besiaplah menyambut api neraka’, nasihat dari Rasulullah saw ini cukup bagi orang yang paham. (al-Gazali, Ayyuha al-Walad).

 

Nasihat Kedua (2) Imam al-Ghazali

“Anaku, memberi nasihat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya. Karena bagi mereka yang menuruti nikmatnya ajakan hawa, nasihat itu teras amat pahit, sebab segala yang terlarang terasa menyenangkan baginya. Terutama, para pelajar atau santri mereka mengira ilmu yang mereka miliki tanpa diamalkan akan dapat membawa mereka pada kebahagiaan dan keselematan. Ini keyakinan filosof. Maha Suci Allah yang Maha Agung, mereka tidak tahu bahwa ilmu yang dimiliki tanpa diamalkan hanya akan menjadi penuntut dihadapan Allah kelak.

Rasulullah Saw bersabda, “Siksa paling berat pada hari kiamat kelak akan menimpa seorang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya.”

Alkisah pada malam hari setelah sehari wafat Imam al-Junaid ada seorang ulama yang bermimpi bertemu dengannya. al-Junaid ditanya, bagaimana keadaan Anda wahai Imam? Ilmu dan penemuan-penemuan saat ini tidak lagi memberi manfaat, kecuali raka’at-rakaat shalat yang telah aku lakukan ditengah malam”.

(al-Ghazali, Ayyuhal Walad)

 

Nasihat Ketiga (3) Imam al-Ghazali

“Anaku, jangan sampai Engkau defisit amal, tidak mempunyai pengalaman spiritual, dan yakinlah bahwa ilmu tanpa amal tiada guna. Jika seorang lelaki memiliki sepuluh pedang dan beberapa jenis senjata lain berada di hutan belantara, laki-laki itu seorang petarung tangguh atau tentara perang yang perkasa, kemudian datanglah seekor singa besar, gagah dan membuat ciut nyali, apakah Kau kira senjata sebanyak itu bisa menyelamatkan laki-laki tadi jika ia sama sekali tidak menggunakan pedangnya untuk menusuk singa demi melindungi diri? Tentu senjata sebanyak apapun tidak berarti apa-apa jika ia tidak menggunakannya untuk menyerang singa.

Demikian pula jika seseorang membaca 100.000 kitab ilmiah, ia mempelajarinya dengan seksama akan tetapi ia tidak mengamalkan pengetahuannya itu, ketahuilah hasil bacaannya tidak bermanfaat apa-apa kecuali jika ia mengamalkannya.

Sama halnya ketika ada orang yang terjangkit penyakit tipes, meskipun dokter memberi resep dan ia tahu bisa sembuh dengan obat itu, tapi jika ia tidak meminumnya, resep dokter tinggalah sebatas resep.

Seandainya Engkau mempelajari aneka disiplin ilmu 100 tahun lamanya, dan engkau membaca 1000 kitab, itu tidak cukup untuk menyongsong rahmat Allah Swt kecuali jika itu semua diamalkan.

“Tidak bermanfaat bagi manusia kecuali apa yang ia usahakan” (Qs. al-Najm: 39), “Barangsiapa berharap berjumpa Tuhannya, hendaklah ia beramal shalih” (Qs. al-Kahfi: 11) dan banyak ayat lainnya menjadi dasar argumen ini.

Apa pendapatmu tentang hadis berikut “Islam ditegakan atas lima dasar, pertama bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, kedua mendirikan shalat, ketiga mengeluarkan zakat, keempat puasa pada bulan Ramadhan, kelima melaksanakan ibadah haji bagi yang mempunyai bekal yang cukup”.

Iman adalah pernyataan lisan, membenarkan dalam hati dan merealisasikan dalam perbuatan. Dalil pentingnya pengamalan tak terhitung jumlahnya. Ya betul seorang hamba bisa masuk kedalam surga Allah atas anugrah dan kemurahan Allah swt, akan tetapi itu ia dapatkan setelah ia memantaskan diri dengan ketaatan, dan ibadah, karena rahmat Allah itu dekat kepada al-muhsinin (orang yang melakukan amal lebih dari sekedar memenuhi kewajiban atau kefardhuan).

Jika ada yang mengatakan rahmat Allah bisa digapai dengan iman saja, Aku jawab; ‘betul, akan tetapi kapan bisa menggapai? berapa banyak hambatan agar ia bisa menggapai? Iman itu bukan etape akhir tapi etape pertama, apakah ia menjamin ia bisa menjaga dari ketercabutan iman itu? Jika seandainya pun sampai, tentu ia dalam keadaan bangkrut dari amal.

Oleh sebab itu Imam Hasan al-Bahsri mengatakan,

“Kelak Allah Swt pada hari kiamat akan menyeru hamba-Nya, ‘masuklah wahai hambaku ke surga dengan rahmatku, dan bagilah rahmatku diantara kalian sesuai dengan saham (amal) mu’. (Al-Ghazali, Ayyuhal walad).

 

Nasihat Keempat (4) Imam al-Ghazali

“Anaku, engkau tidak bekerja (beramal) maka engkau tidak akan mendapat upah (pahala).

Dikisahkan, dahulu kala ada seorang pemuda dari Bani Israil tak kurang 70 tahun ia beribadah dengan ketat kepada Allah swt. Allah swt ingin menunjukan kemuliaan pemuda itu kepada Malaikat. Allah swt mengutus satu Malaikat untuk menyampaikan pesan kepada pemuda itu bahwa ia dengan ibadah yang sudah dilakukannya belum layak masuk surga. Setelah Malaikat menyampaikan pesan itu. Pemuda ahli ibadah tadi menjawab, ‘Kami diciptakan hanya untuk ibadah, (apapun yang terjadi) ibadah adalah tugas kami’. Malaikat berkata, ‘Tuhanku Engkau Maha Mengetahui apa yang dikatakan pemuda tadi’. Allah swt berfirman, ‘Dia tidak berhenti beribadah, Aku dengan kemurahanKu tida akan berhenti menagugerahinya rahmat. Saksikanlah wahai Malaikat-Ku Aku telah mengampuni dosanya’.

Rasulullah saw bersabda “berhitunglah kalian atas amal kalian sebelum kalian diadili, dan timbanglah amal kalian sebelum perbuatan kalian diadili”.

Imam Ali RA berkata, ‘Siapa saja yang menduga ia akan menggapai rahmat Allah tanpa mengerahkan tenaga maka orang itu pengkhayal, dan barang siapa yang yakin dengan upaya yang keras bisa menggapai rahmat Allah adalah orang yang lancang’.

Imam Hasan Rahimahullah berkata, “mengharap surga tanpa beramal adalah dosa besar”. Hasan menambahkan, “Ciri orang sampai pada makom hakikat ia tidak pernah belihat istimewa amalnya bukan meninggalkan amalannya”.

Rasulullah saw bersabda, “Orang bejo itu adalah orang yang rendah hati dan memperbanyak amal baik untuk menyongsong kehidupan setelah mati, dan orang idiot itu orang yang menuruti ajakan hawa nafsu dan banyak pengharapan kepada Allah swt”. (al-Ghazali, Ayyuhal walad).

Sumber : Habibana Muhammad Lutfi bin Ali Yahya, 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan