Meresahkan, Buku Panduan “Kegiatan Bulan Ramadhan” Siswa MI Sragen Ditarik

Sarkub Share:
Share

 Pada poin H No 8, tepatnya di halaman 13, terdapat tulisan yang kurang lebih menyatakan hadis tentang Salat Tarawih sebanyak 20 rakaat ditutup witir tiga rakaat bersumber dari hadis daif atau lemah.

Keberadaan buku panduan Kegiatan Bulan Ramadan (KBR) yang dikeluarkan Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Sragen diprotes sejumlah wali murid.  Buku yang dijual seharga Rp 2.500 kepada siswa Madrasah Ibtidayah (MI) itu dinilai provokatif dan berpotensi melukai keyakinan sebagian umat Muslim.

Menurutnya, Kantor Kemenag sebagai lembaga resmi yang menerbitkan buku tersebut seharusnya selektif. Karena itu pihaknya berharap agar buku tersebut segera ditarik dan diralat dari peredaraan.

Orangtua siswa Madrasah Ibtidayah (MI) di Kabupaten Sragen dibuat resah dengan isi buku panduan Kegiatan Bulan Ramadan (KBR) 1433 Hijriah yang dibagikan kepada siswa MI di Kabupaten Sragen. Mereka khawatir isi buku itu berpotensi menyinggung keyakinan sebagian umat Islam. Buku itu kini sudah ditarik dan akan direvisi secepatnya.

Salah satu orangtua siswa MI Tanggan, Gesi, Anas, 40, menjelaskan salah satu materi di buku KBR di halaman 11 poin H menjabarkan ibadah-ibadah sunah yang dianjurkan untuk dilaksanakan selama Ramadan. Pada poin H No 8, tepatnya di halaman 13, terdapat tulisan yang kurang lebih menyatakan hadis tentang Salat Tarawih sebanyak 20 rakaat ditutup witir tiga rakaat bersumber dari hadis daif atau lemah.

Anas menyayangkan tulisan itu dimuat di buku yang dibagikan kepada seluruh siswa MI di Kabupaten Sragen. Dia menilai tulisan itu tidak layak ditulis dan dibagikan kepada siswa karena ditakutkan menyinggung keyakinan sebagian umat Islam.

“Saya kaget kali pertama membaca buku milik anak saya itu. Saya bukan mempermasalahkan benar atau salah tulisan itu. Saya lebih berpikir tentang keyakinan masing-masing umat Islam. Bagaimana mungkin kalimat itu lolos begitu saja dari pantauan Kementerian Agama Sragen? Itu bisa membuat kisruh kalau tidak segera ditarik dan diralat,” kata dia saat dihubungi Solopos.com, Jumat (20/7/2012).

Kepala Seksi Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum (Kasi Mapenda) Kabupaten Sragen, Irwan Junaidi, saat dihubungi Espos menuturkan telah menerima laporan dari beberapa kepala MI di Kabupaten Sragen terkait isi buku yang dinilai bisa menyinggung sebagian umat Islam.

“Kami sudah menarik buku itu dari peredaran. Kami akan berkoordinasi dengan kepala MI di Kabupaten Sragen untuk mempercepat proses. Kami minta semua orangtua atau wali murid jangan terprovokasi soal itu. Buku akan ditarik dan direvisi. Setelah itu akan dibagikan kembali dan tidak akan dipungut biaya sepeser pun,” ungkapnya. (sumber: http://www.solopos.com)

Simak..  Sholat Tarawih,  8 rakaat atau 20 rakaat?

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

8 Responses

  1. Taufik28/07/2012 at 11:12Reply

    Disampaikan saja semua dalil yg ada, kemudian dibuat simpulan. Jangan kebakaran jenggot.

  2. ahmad30/07/2012 at 06:34Reply

    tolong dan mohon disebarkan bahwa di maarif nu jepara entah sengaja atau tidak telah memasukkan ajaran wahaby dengan sengaja di pelajaran fikih kelas 2/8 tsanawiyah,yaitu menyebutkan bahwa sujud syukur tidak harus/wajib suci,menghadap kiblat dll,termasuk hukum mengeluarkan zakat fitrah termasuk sodaqoh biasa pdhl hal tsb merupakan hukum2 hasil propaganda wahaby dan antek2nya tidak sejalan dg kitab fikih nu ahlissunnah waljamaah

  3. Author

    Dian Kusumaningrum30/07/2012 at 06:39Reply

    Terima kasih mas Ahmad atas informasinya…:)

  4. Author

    Dian Kusumaningrum03/08/2012 at 14:21Reply

    1. Pemotongan hadis.

    Kawan-kawan yang sering menjadikan hadis ini sebagai dalil shalat Tarawih, biasanya tidak membacanya secara utuh, akan tetapi mengambil potongannya saja sebagaimana disebutkan di atas. Bunyi hadis ini secara sempurna adalah sebagai berikut :
    عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أخبره أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ –رضي الله عنها- : كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي رَمَضَانَ ؟ قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا ، قَالَتْ عَائِشَةُ : فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ ؟ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ ، إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.

    dari Abi Salamah bin Abd al-Rahman, ia pernah bertanya kepada Sayyidah A`isyah radhiyallahu `anha perihal shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan. A`isyah menjawab : “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat. A`isyah kemudian berkata : “Saya berkata, wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum shalat Witir?” Beliau menjawab : “Wahai A`isyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, akan tetapi hatiku tidak tidur.”

    Pemotongan hadis boleh-boleh saja dilakukan, dengan syarat, orang yang memotong adalah orang alim dan bagian yang tidak disebutkan tidak berkaitan dengan bagian yang disebutkan. Dalam arti, pemotongan tersebut tidak boleh menimbulkan kerancuan pemahaman dan kesimpulan yang berbeda.(19) Pemotongan pada hadis di atas, berpotensi menimbulkan kesimpulan berbeda, karena jika di baca secara utuh, konteks hadis ini sangat jelas berbicara tentang shalat Witir, bukan shalat Tarawih, karena pada akhir hadis ini, A`isyah menanyakan shalat Witir kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.(20)

    2. Kesalahan dalam memahami maksud hadis.

    Dalam hadis di atas, Sayyidah A`isyah dengan tegas menyatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah melakukan shalat melebihi sebelas rakaat baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan-bulan yang lain. Shalat yang dilakukan sepanjang tahun, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, tentu bukanlah shalat Tarawih. Karena shalat Tarawih hanya ada pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa hadis ini bukanlah dalil shalat Tarawih. Akan tetapi dalil shalat Witir.

  5. Sity23/08/2012 at 17:22Reply

    trus,, rasulullah sendiri shalat tarawihnya berapa rakaat yah??,, trima kasih atas pencerahannya..

  6. sity23/08/2012 at 17:28Reply

    mohon pencerahannya,,, rasulullah sendiri sebenarnya shalat tarawihnya berapa rakaat? terima kasih sebelumnya..

Tinggalkan Balasan