Mereka yang Terhasut Rayuan Tanduk Setan Nejd

Sarkub Share:
Share

Wahabi Setan Bertanduk dari NAJD-763460Mereka adalah hasil pengajaran para ulama korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi

Mereka terhasut untuk kembali kepada Al Qur'an dan Hadits dengan makna dzahir atau yang kami namakan pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” berdasarkan arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi). Hal ini umum terjadi pada mereka yang memahami agama berlandaskan muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri.

Perhatikan bagaimana ulama panutan mereka Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah.

Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab tentu tidak bertemu dengan ulama Ibnu Taimiyyah karena masa kehidupannya terpaut lebih dari 350 tahun. Artinya ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami agama berdasarkan muthola’ah, menelaah kitab ulama Ibnu Taimiyyah dengan akal pikirannya sendiri.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)

Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaikan “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal pikirannya sendiri), maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatkan masalah

Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )

Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)

Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan

Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)

Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.

Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga

Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan”Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203

Ulama Ibnu Taimiyyah yang menjadi panutan Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnyapun, pemahamannya telah keluar (kharaja) dari apa yang dipahami oleh kaum muslim pada umumnya.

Setiap pemahaman yang telah keluar (kharaja) dari apa yang dipahami oleh kaum muslim pada umumnya dinamakan sebagai kaum khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakannya sebagai “anak panah yang meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)

Hadits selengkapnya,

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “akan muncul suatu firqah/sekte/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)

Semula Ibnu Taimiyyah bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama bermazhab dengan Imam Ahmad bin Hambal namun pada akhirnya Ibnu Taimiyyah lebih bersandar kepada upaya pemahamannya sendiri melalui muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri sehingga pemahamannya bertentangan dengan pemahaman Imam Mazhab yang empat. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/ dan bantahan pemahaman Ibnu Taimiyyah dari para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf

Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)

Begitupula Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) dalam kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” telah membantah apa yang dipahamai oleh Ibnu Taimiyyah maupun apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Kutipannya dapat di baca pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/kabar-waktu-lampau/

Bahkan karena kesalahpahamannya mengakibatkan Ibnu Taimiyyah wafat di penjara sebagaimana dapat diketahui dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/13/ke-langit-dunia atau uraian dalam tulisan pada http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2011/12/kisah-taubatnya-ibnu-taimiyah-di-tangan.html

Mereka yang terhasut untuk kembali kepada Al Qur'an dan Hadits dengan makna dzahir atau yang kami namakan pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” berdasarkan arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi).

Dalam memahami Al Qur’an dan Hadits atau berpendapat atau berfatwa harus berdasarkan ilmu. Sanad ilmu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ilmu untuk memahami Al Qur’an dan Hadits.

Untuk dapat menggali sendiri dari Al Qur’an dan Hadits maupun memahami perkatan ulama Salaf yang Sholeh tidak cukup dengan makna dzahir yakni dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja sebagaimana umumnya mereka yang bersandar pada muthola’ah, menelaah kitab namun dibutuhkan kompetensi seperti

a. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena al-Quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).

b. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. Semua itu masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

c. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.

d. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.

e. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah.

Berikut adalah akibat-akibat yang ditimbulkan dikarenakan mereka memahami Al Qur'an dan Hadits serta perkataan ulama-ulama yang sholeh terdahulu dengan makna dzahir atau yang kami namakan pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” berdasarkan arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi).

1. Dengan makna dzahir mereka tidak dapat memahami dengan baik hadits "Kullu bid'ah" sebagaimana yang telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/ sehingga karena kesalahpahaman mereka tentang bid’ah boleh jadi dapat terjerumus menjadi ahli bid’ah.

2. Dengan makna dzahir mereka akan menemukan pertentangan contohnya memahami dua hadits berikut

Hadits pertama

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو يَعْنِي ابْنَ دِينَارٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُو بَكْرٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي حَدِيثِ زُهَيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb dan Ibnu Numair mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Amru -yaitu Ibnu Dinar- dari 'Amru bin Aus dari Abdullah bin 'Amru, -dan Ibnu Numair dan Abu Bakar mengatakan sesuatu yang sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan dalam haditsnya Zuhair- dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar (panggung) yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar Rahman 'azza wajalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan semua-, yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang di bebankan kepada mereka." (HR Muslim 3406)

Contoh pemahaman mereka terhadap hadits di atas dapat kita ketahui dari apa yang terurai dalam tulisan pada http://moslemsunnah.wordpress.com/2010/03/29/benarkah-kedua-tangan-allah-azza-wa-jalla-adalah-kanan/

Hadits kedua

عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطْوِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَاوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ بِيَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ ثُمَّ يَطْوِي الْأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ

Abdullah bin ‘Umar dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Pada hari kiamat kelak, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melipat langit. Setelah itu, Allah akan menggenggamnya dengan tangan kanan-Nya sambil berkata: ‘Akulah Sang Maha Raja. Di manakah sekarang orang-orang yang selalu berbuat sewenang-wenang? Dan di manakah orang-orang yang selalu sombong dan angkuh? ‘ Setelah itu, Allah akan melipat bumi dengan tangan kiri-Nya sambil berkata: ‘Akulah Sang Maha Raja. Di manakah sekarang orang-orang yang sering berbuat sewenang-wenang? Di manakah orang-orang yang sombong? “ (HR Muslim 4995).

Dengan makna dzahir maka mereka akan menemukan pertentangan,  hadits pertama makna dzahirnya adalah "sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan semua" sedangkan hadits kedua makna dzahirnya adalah “setelah itu, Allah akan melipat bumi dengan tangan kiri-Nya"

Firman Allah Azza wa Jalla,

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)

Firman Allah ta’ala  dalam (QS An Nisaa 4 : 82) menjelaskan bahwa dijamin tidak ada pertentangan di dalam Al Qur’an maupun Hadits. Jikalau manusia mendapatkan adanya pertentangan di dalam Al Qur’an maupun hadits maka pastilah yang salah adalah pemahaman mereka.

3.  Dengan makna dzahir mereka dapat bersifat radikal atau eksterimisme bahkan terorisme seperti pelaku bom bunuh diri. Contohnya  ketika mereka salah memahami ayat Al Qur'an berikut

Firman Allah ta'ala yang artinya

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian”. (QS At Taubah [9]:5)

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu; dan fitnah” (QS Al Baqarah [2]:191)

4. Dengan makna dzahir mereka tidak dapat memahami kitab-kitab ulama tasawuf karena kitab-kitab tersebut ditulis dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas , dalam dan penuh dengan hikmah. Disamping itu mereka terhasut dengan potongan-potongan perkataan-perkataan ulama tasawuf  yang ditempatkan bukan pada tempatnya atau disembunyikan maksud tujuan perkataan tersebut.

Contoh hasutan, mereka menyampaikan bahwa Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu: “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.”  Penjelasan telah kami sampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/06/apakah-tasawuf/

5. Dengan makna dzahir mereka memandang kaum muslim yang melakukan ziarah kubur sambil bertabarruk dan bertawassul dengan ahli kubur yang telah meraih maqom disisiNya sebagai penyembah kuburan dan mereka menjulukinya dengan kuburiyyun. Contohnya terurai dalam syarah Qawaidul Arba’ yang ditulis oleh ulama Sholih Fauzan Al-Fauzan pada halaman 28. Silahkan baca pada http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2012/03/pemahaman-tauhid-maw.pdf

Ulama yang sholeh dari kalangan Ahlul Bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran agama dari orang tua-orang tua mereka terdahulu yang tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti Habib Munzir Al Musawa mengatakan,

***** awal kutipan *****

“Tak ada ulama salaf yang sholeh yang membedakan antara tawassul pada yang hidup dan mati, karena tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yang tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dengan kematian.

Justru mereka yang membedakan bolehnya tawassul pada yang hidup saja dan mengharamkan pada yang mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yang hidup dan yang mati tak bisa memberi manfaat apa apa kecuali karena Allah memuliakannya, bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dengan Allah??, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah??

Tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas orang yang mati adalah dirisaukan terjebak pada kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak bisa membatasi kemampuan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap abadi walau mereka telah wafat”

***** akhir kutipan *****

Mereka telah mencela kaum muslim yang melakukan ziarah kubur sambil bertabarruk dan bertawassul dengan ahli kubur yang telah meraih maqom disisiNya sebagai penyembah kuburan atau dengan panggilan (julukan) kuburiyun

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apakah dengan panggilan-panggilan jahiliyah, sedang aku masih berada di tengah-tengah kalian?.” Lalu beliau membacakan Ali Imron ayat 103 yang artinya, ‘Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai , dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk

Mereka tidak dapat merasakan kehadiran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di tengah-tengah kita

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam walupun secara dzahir telah wafat, pada hakikatnya tetap berada di tengah tengah kaum muslim.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.

Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.”

Dengan julukan-julukan seperti itu mereka tidak takut atas pengawasan Allah ta'ala yang tidak pernah tidur

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)

Kaum Muslim yang meyakini dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla atau kaum muslim yang bermakrifat atau dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hatinya (ain bashiroh) maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah

Tujuan beragama adalah menjadi muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang ihsan, muslim yang bermakrifat yakni muslim yang menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh).

Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).

Firman Allah ta’ala yang artinya,

Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)

Imam Sayyidina Ali ra berpesan, “Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan akhlak mulia sebagai perantara antara Dia dan hambaNya. Oleh karena itu,berpeganglah pada akhlak, yang langsung menghubungkan anda kepada Allah

Imam Malik ~rahimahullah menasehatkan agar kita menjalankan perkara syariat sekaligus  menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi manusia berakhlak baik

Imam Malik ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajari fiqih (menjalankan syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fiqih (menjalankan syariat) tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar

Begitupula Imam Syafi’i ~rahimahullah menasehatkan kita agar mencapai ke-sholeh-an sebagaimana salaf yang sholeh adalah dengan menjalankan perkara syariat sebagaimana yang mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang Ihsan

Imam Syafi’i ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat) dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat) tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat), maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 47]

Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)” Beliau mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”

Imam Nawawi ~rahimahullah berkata : “ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)

Abu Bakar ra berkata, “Orang-orang saleh itu akan dicabut satu persatu, sehingga manusia hanya tinggal yang fasik saja, seperti serbuk kurma dan gandum. Allah sudah tidak peduli lagi terhadap mereka

Semakin akhir zaman maka semakin sedikit atau semakin asing muslim yang mencapai maqom disisiNya atau muslim yang sholeh, muslim yang ihsan, muslim yang bermakrifat, muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati mereka (ain bashiroh).

Orang yang asing, orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak atau orang-orang shalih di antara banyaknya orang yang buruk, orang yang menyelisihinya lebih banyak dari yang mentaatinya”. (HR. Ahmad)

Islam pada awalnya asing diantara manusia yang berakhlak buruk (non muslim / jahiliyah) dan pada akhirnya akan asing atau semakin sedikit muslim yang mencapai maqom disisiNya atau muslim yang sholeh, muslim yang ihsan, muslim yang bermakrifat, muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati mereka (ain bashiroh).

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Marwan al-Fazari, Ibnu Abbad berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan dari Yazid -yaitu Ibnu Kaisan- dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing.” (HR Muslim 208)

Wassalam (Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

39 Responses

  1. nokia_male19/05/2012 at 12:10Reply

    KAUM SAWAH KALAU ada artikel bagus dan benar ini kok gak pada JAHIL ya?

  2. Abu Faraqna21/05/2012 at 06:42Reply

    Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.” (QS. An Nuur : 16)

    • BINTANG RAYA23/05/2012 at 21:23Reply

      abu furaqna seperti Ibnu Taimiyah dan Ibn Abdul Wahhab. inilah wahabi tulen 100%. mereka hobi mengunakan ayat al-Qur’an yang ditujukan untuk kaum kafir, tapi wahabi memakai untuk menumpas Islam. yakinlah

  3. Mas Derajad21/05/2012 at 11:23Reply

    @Abu Faraqna Anda tahu asbabun nuzul ayat yang anda kutip ? Anda tahu itu berkaitan dengan haditsul ifki yang terkait tuduhan kepada Istri Rasulullah Muhammad S.A.W., yaitu Aisyah R.A. terkait perjalanannya yang diantar oleh shahabat Rasulullah, yaitu Shafwan Ibnu Mu’aththil ? Beliau dianggap berbuat zinah ? Tahukah anda bahwa ayat tentang pembahasan tersebut dibahas dari ayat 11-26 dari Qur’an Surat An Nur tersebut ? Kalau tidak tahu maka saudara benar-benar melakukan kebohongan yang nyata.

    Pertanyaannya adalah darimana nalar saudara menggunakan nash dalil Qur’an tersebut untuk perihal diatas ?

    Kalau anda mau ambil hukum tentang tuduhan (secara umum) pun tidak tepat menggunakan dalil ini.

    Inilah pentingnya kita mempelajari Qur’an dan Hadits secara musalsal, karena disana terdapat penjelasan yang runtut.

    Dan dari artikel ini jelas bahwa kita diombang-ambingkan oleh kelompok Wahabi, dengan sembarangan mencap saudaranya sesama muslim sebagai kelompok kafir, karena tidak sesuai dengan nalarnya. Na’udzu billah tsumma nau’dzu billah.

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamba Allah yang dhaif

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

    • Prabu Minakjinggo21/05/2012 at 11:38Reply

      itulah ngawurnya salafi/wahabi

      • Abu Faragna21/05/2012 at 13:30Reply

        Al Wahab adalah salah satu nama Alloh. Antum selalu menyebut wahabi..wahabi..dgn konotasi negatif. Kasihanilah kamu…..

        • Mas Derajad21/05/2012 at 14:12Reply

          @Abu Faragna : Kami berusaha memberikan hujjah terhadap apa yang kami amalkan, dan jawaban saudara ini sudah melempas jauh jika anda kaitkan dengan Asma’ Allah yang Agung. Nama Wahabi sudah jelas dinisbahkan kepada siapa.

          Kalau saudara atau kelompok saudara tidak menjelekkan kami terutama dengan menggunakan dalil yang tidak tepat, kami tidak akan membantah ucapan tersebut.

          Sebenarnya masih banyak yang bisa kita kerjakan bersama, khususnya membangun Negara dan Bangsa Indonesia ini menjadi lebih baik, sebagai bangsa yang besar dengan masyrakatnya yang aman, tentram dan damai. Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.

          Tapi saudara dan teman-teman saudara selalu bahkan dengan kasar mengatakan yang lain ahli bid’ah, kaum khurafat dan lain-lain, menjadikan kami tidak tinggal diam, karena kami punya hujjah yang kuat terhadap amalan kami. Kami mengikuti ulama’-ulama’ yang musalsal sanadnya hingga Rasulullah Muhammad SAW.
          Kalaupun ada yang tidak tepat dari amalan muslim Indonesia, kamipun tidak mendukung jika tidak ada hujjah yang kuat, karena kami juga tahu jatuh hukumnya bagaimana.
          Menurut kami, silahkan saudara berkeyakinan seperti saudara mau, ataupun disampaikan cukup sebatas kelompok anda saja, dan yang terpenting jangan menganggap orang lain tidak mengerti qur’an dan sunnah sehingga dihukumi seenaknya. Ulama’-ulama’ kami tidak mungkin mengajarkan kemungkaran kepada kami.

          Kebenaran hakiki hanya milik Allah

          Hamba Allah yang dhaif

          Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

          • Abu Faraqna22/05/2012 at 05:20

            @Mas Derajad… Orang awam yang tidak tahu(hanya ikut-ikutan saja) bahwa amalan yang dilakukannya adalah bid’ah masih mendapat maaf karena ketidak-tahuannya. Akan tetapi setiap muslim berkewajiban/dituntut untuk belajar ilmu agama/din. Sedang orang yang sudah tahu jelas bahwa amalannya adalah bid’ah tetapi dia masih ngeyel membenarkannya & melakukannya mengikuti hawa nafsunya maka orang ini dihukumi seorang ahli bid’ah.

        • Prabu Minakjinggo23/05/2012 at 12:50Reply

          @abu faraqna, antum jangan menyamakan Al Wahab dalam Asmaul Husna dengan faham wahabi yang anda anut, wk…wk.. kok lucu antum ini sama nama imam besarnya saja lupa, wahabi itu diambil dari nama imam golongan anda Muhammad bin Abdul Wahhab yang fatwa2nya nyeleneh bin aneh, karena itu konotasi ajarannya pun jangan kaget kalau selalu negatif, he…he…he…

          • Q Dalang19/05/2013 at 01:30

            Assalamualaikum Warah matullohhi Wabarokatuh untuk saudaraku seiman ada pepatah mengatakan ” Lihat asal usul Bibit dalam mencari jodoh ” untuk mempercayai suatu sumber bisa kita lihat siapa yg bicara ” Ulama sufi dan para wali wali Allah tercatat tersusun rapi silsilah keluarganya, Abdul Wahhab asal usulnya dari mana….?, Siapa dua orang ini nasabnya tidak jelas ” Abdul Wahhab adalah bapak juga sekalian kakek dari Muhammad Bin Abdil Wahhab sisilahnya saja bingung kok banyak yg ikutan

    • Abu Faraqna22/05/2012 at 04:58Reply

      @Mas Derajad…. QS.An Nuur:16 ditujukan untuk orang-orang munafik yang memfitnah Ibunda Aisyah dengan menyebarkan berita bohongnya. Ayat ini juga cocok untuk para ahli bid’ah yang suka menyebarkan fitnah/berita bohong ulama ahlusunnah yang telah membongkar kejahilan para pengikut hawa nafsu/ahli bid’ah.

  4. Prabu Minakjinggo21/05/2012 at 11:31Reply

    Monggo di lanjut kang drajad, saya ikut nyimak

  5. Abu Faraqna22/05/2012 at 05:47Reply

    @Mas Derajad… Antum mengikuti orang-orang yang membenci dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mendakwahkan tauhid & mengajak umat menjauhi bid’ah dan syirik tanpa ilmu & hanya mengikuti hawa nafsu saja. Setiap disampaikan hujjah dari Al Qur’an & Al Hadits antum selalu menuduh wahabi…wahabi. Padahal penisbahan tersebut salah arah dan salah kaprah,tapi antum tetap membeo saja. Tak kasih tahu ya.. Kalau antum benci terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan ingin menisbahkan kepada beliau seharusnya antum katakan Muhammadi… Muhammadi… bukan Wahabi… Wahabi… Karena Abdul Wahhab adalah nama bapaknya. Tapi apakah antum berani???

  6. Mas Derajad22/05/2012 at 09:55Reply

    @Abu Faraqna : Dalam Al Qur’an itu ada ayat yang takhassus (khusus) dan ayat yang ‘am (umum). Mengenai khusus dan umumnya ayat Qur’an kita harus melihat dari beberapa hal, misalnya asbabun nuzul, tafsir ulama’ dan lain-lain. Kalau saudara memaksakan menggunakan dalil dari ayat tersebut untuk artikel ini jelas jauh panggang dari api. Tapi karena saudara ngeyel ya terserah, jadi saya tahu tingkat pemahaman saudara.

    Saya tidak membenci dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, apalagi jika membawa kemaslahatan ummat Islam. Yang saya tidak sukai dalam klan, maaf Wahabi, adalah membid’ahkan bahkan menganggap sesama umat Islam melakukan khurafat dalam melakukan amalannya. Sudah saya beri contoh mengenai pelaksanaan tarawih. Dengan mengatakan yang lebih dari 11 rakaat bid’ah. Pernahkah saudara dari kelompok Salafiyyah As Syafi’iyyah mengatakan sebaliknya ? Saya belum pernah baca dalam sejarah Islam di Indonesia hal demikian. Tapi kenyataannya, tidak usahlah kita pakai dalil ini dan itu, Ulama’ di Arab Saudi yang notabene mayoritas pengikut, maaf Wahabi, saja semua ijma’ dan tidak berani mengganti shalat tarawih 20 raka’at dengan 1 imam menjadi 11 raka’at. Apakah umat Islam yang di Indonesia mau mengatakan mereka Ahlul Bid’ah ???
    Praktek shalat tarawih di Indonesia pun sudah melaksanakan 20 rakaat sejak jaman ulama’-ulama’sepuh dulu. Hanya pada masa-masa akhir ini ada yang menghembuskan bid’ah atas praktek shalat tarawih lebih dari 11 raka’at (Baca 40 Masalah Agama tulisan KH. Siradjuddin Abbas).

    Mengenai nisbah nama anda kurang faham kaidah nama dalam bahasa Arab yang menunjukkan kunyahnya (orang tuanya). Sebagai contoh nama lengkap Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin as-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf. Beliau juga tidak disebut sebagai Imam Muhammad. Penisbahan nama beliau karena kakek beliau Syafi’i bin Saib yang dalam Musnad Manaqib As Syafi’i disusun oleh Imam Al Hakim Rahimahullah, adalah seorang anak yang dikagumi dan pernah bertemu Rasulallah Muhammad SAW. Bahkan Sayyidina Umar menjenguk Abah dari Syafi’i Bin Saib yaitu Saib Bin Ubaid sambil mengatakan, “As-Saib adalah orang Quraisy yang paling baik nasabnya”.
    Karena itulah klan Mazhab Imam Syafi’i disebut Syafi’iyyah sedangkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab disebut Wahhabiyyah atau Wahabi.

    Jadi itu artinya anda salah besar dan tidak memahami pemberian nama dalam budaya Arab.

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamba Allah yang dhaif

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  7. Abu Faraqna23/05/2012 at 20:45Reply

    @Mas Derajad… Dalam beragama kita hanya diperintahkan untuk berpedoman dengan Qur’an & Hadits yang shahih bukan berpatokan pada negara arab.

    Telah dijelaskan oleh para ulama bahwa hujjah yang kuat adalah sholat tarawih adalah 11 rakaat,sedang yang 23 rakaat haditsnya lemah menurut para ulama ahli hadits. Kalau kita sudah mengetahui ya kita ikuti hujjah yang kuat bukan ikut-ikutan saja.

    Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran : 31)
    “Berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin sepeninggalku”
    (HR. Abu Dawud : VII /46, At Tirmidzi : II /112-113)

    • Prabu Minakjinggo24/05/2012 at 09:43Reply

      @abu faraqna, ahli hadits yang anda andalkan paling2 juga syeikh Albani si muhaddits tanpa sanad

  8. Mas Derajad23/05/2012 at 22:32Reply

    @abu faraqna : Pertanyaan saya untuk saudara :
    1. Lalu umat Islam di Mekah, anda sebut ahlul/pelaku bid’ah ?
    2. Tunjukkan dalil dari hadits yang anda anggap shahih tentang Shalat Tarawih adalah 11 rakaat, jika anda memang benar.

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamba Allah yang dhaif

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

    • Abu Faraqna24/05/2012 at 06:44Reply

      Dari Aisyah ra berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bulan Ramadhan atau lainnya tidak pernah melebihi sebelas rakaat.(HR.Bukhori & Muslim)
      Ibnu Hajar berkomentar : Aisyah lebih mengetahui terhadap keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di waktu malam dari pada orang lain.

      Dari hadits jabir bin Abdillah sbb:
      ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَحْيَا بِالنَّاسِ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ صَلَّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ، وَ أَوْتَرَ ”
      Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melakukan salat malam di suatu malam Ramadhan, beliau melakukan delapan rakaat,lalu melakukan salat witir.
      (HR.Ibnu Nashar dalam kitab Qiyamul lail 144,90, HR Thobroni dalam al mu`jamus shoghir 108,Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya 920)

      Untuk hadis yang menerangkan bahwa di masa Umar salat taroweh hanya sebelas rakaat lebih sahih dan cocok dengan hadis sahih yang diriwayatkan Aisyah.

      Imam Malik meriwayatkan dalam kitab al Muwattho` dari Assa`ib bin Yazid ra berkata :
      ” أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِيَ أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ : وَكَانَ اْلقَارِئُ يَقْرَأُ بِاْلمِئِيْنَ حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى اْلعِصِيِّ مِنْ طُوْلِ اْلقِيَامِ وَمَاكُنَّا نَنْصَرِفُ ِإلاَّ فِي بُزُوْغِ اْلفَجْرِ ”
      Umar bin Al Khotthob memerintah Ubayyi bin Ka`ab dan Tamim Addari untuk melakukan salat taroweh sebelas rakaat. seorang imam membaca seratus ayat sampai kami bersandar dengan tongkat–tongkat.Dan kita baru selesai ketika fajar terbit.

      Kalau masalah sampai sekarang dilaksanakan taroweh dua puluh rakaat di Mekkah, maka karena Mekkah dulu pernah di kuasai ahli bid`ah sebelum kekuasaan di ambil alih oleh Raja Abd Aziz dan Syaihkh Muhammad bin Abd Wahab.

      • Mas Derajad24/05/2012 at 11:43Reply

        @abu faraqna :
        Saudara terlalu sering menggunakan dalil yang jauh panggang dari api.

        Saya sudah baca hadits riwayat bukhari yang saudara sebutkan, bahkan ada yang lebih lengkap lagi yaitu di Sakhih Bukhari Juz 1 Halaman 142. Akan tetapi keduanya sama ada kalimat : ماكان يزيد في رمضان ولا في غيره (Dan tidak pernah menambah dalam bulan Ramadhan dan tidak (juga pernah) di luarnya (bulan Ramadhan)).

        Hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah untuk Shalat Tarawih, karena
        1. DI LUAR BULAN RAMADHAN tidak ada SHALAT TARAWIH.

        2. Kalau dianggap itu memang dalil untuk semua shalat malam di dalam dan diluar bulan Ramadhan juga tidak tepat, karena yang dikelompokkan dalam shalat malam (misalnya sunnah saja) lebih dari 11 raka’at.

        3. Hadits tersebut digunakan untuk dasar Shalat Sunnah Malam, khususnya Shalat Tahajjud dengan witir. Hal ini sesuai pendapat dari Imam Bukhari juga dalam Sakhih Bukhari Juz 1 Halaman 142 juga yang menyebutkan : باب قيام النبي صلى الله عليه وسلم بالليل فى رمضان وفى غيره (Hal tentang shalatnya Nabi SAW pada malam Ramadhan dan di luar Ramadhan).

        4. Tidak ada hadits khusus yang disampaikan Rasulullah mengenai jumlah raka’at shalat malam, karena masa Rasulullah sampai Sahabat Abu Bakar As Shiddiq shalat tarawih dilakukan dengan sendiri atau kelompok-kelompok kecil, sampai pada masa Sahabat Umar Bin Khattab baru dijadikan satu jamaah dengan satu Imam Shalat (Lihat Sahih Bukhari Juz 1 Halaman 241 – 242). Selanjutnya dalam Kitab Al Muwatha’ Imam Malik Juz 1 Halaman 38 menyebutkan ” Dari Malik dari Yazid bin Ruman, dia berkata,”Adalah manusia mendirikan shalat (Tarawih) pada zaman Umar Bin Khatab sebanyak 23 raka’at (termasuk witir 3 raka’at)”. Kemudian dalam Sunan Al Kubra Imam Baihaqi Juz 2 halaman 466 menyebutkan, “Bahwasannya mereka (sahabat-sahabat) Nabo, mendirikan shalat (tarawih) dalam bulan Ramadhan pada Zaman Umar bin Khathab RA. dengan 20 rakaat.”

        5. Adapun keterangan dari Assa’ib bin Yazid menyelisihi keadaan pada masa Imam Malik sendiri yang ijma’ shalat tarawih 23 raka’at (termasuk witir).

        Sedangkan pemahaman saudara bahwa shalat Tarawih di Mekkah 23 rak’at karena sebelumnya dikuasai Ahli Bid’ah, itu pendapat anda sendiri tanpa dasar, karena kita semua tahu bagaimana gaya pemerintahan Raja Abdul Aziz yang dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (sebagai penasehat sepiritualnya) mengadakan perombakan yang besar-besaran saat dia berkuasa, hingga muncul Komite Hijaz, menolak prilaku Sang Raja Arab itu. Jadi tidak mungkin mereka itu tidak bisa merubah. Masalahnya adalah fatwa 11 raka’at baru dibahas oleh Syaikh Albani dan Utsaimin yang keulama’annya jauh dibanding ulama’ Mazhab yang 4, yaitu Ijma’ Shalat Tarawih 23 raka’at.

        Kebenaran hakiki hanya milik Allah.

        Hamba Allah yang dhaif

        Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  9. Mas Derajad24/05/2012 at 00:39Reply

    @abu faraqna : Anda sering mengutip Qur’an dan hadits, tapi pemahaman anda sangat kurang dan sering menggunakan dalil yang jauh panggang dari api. Pemahaman anda tentang penisbahan nama ulama’ anda sendiri saja juga tidak mengerti.

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamba Allah yang dhaif

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

    • Abu Faraqna24/05/2012 at 07:17Reply

      @Mas Derajad…Menuntut ilmu agama adalah amalan yang amat mulia. Lihatlah keutamaan yang disebutkan oleh sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, “Tuntutlah ilmu (belajarlah Islam) karena mempelajarinya adalah suatu kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri pada Allah).”

      Imam yang telah sangat masyhur di tengah kita, Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidak ada setelah berbagai hal yang wajib yang lebih utama dari menuntut ilmu.”

      Tapi menuntutlah ilmu pada ulama yg benar-benar berpegang dengan Qur’an & Hadits shahih bukan ulama-ulama ahli bid’ah yg mereka mengajarkan untuk menjauhi islam karena menyelisihi syariat yg dibawa Rasululloh.

      Masih banyak amalan-amalan sunnah yang belum kita kerjakan,tetapi mengapa kita masih membela & melakukan amalan-amalan yg bid’ah yang tidak dicontohkan Rasululloh.

      Apabila suatu amalan itu telah dipertentangkan kebenarannya apakah sunnah atau bid’ah, sikap kehati-hatian kita adalah menjauhi amalan itu bukan malah membelanya.

      Misalkan saja amalan itu kita kerjakan dan ternyata amalan itu nanti di akherat tidak dibenarkan oleh Rasululloh karena menyelisihi syariat yang beliau sampaikan, maka yang rugi kita sendiri. Sudah tidak berpahala malah berdosa. Mendingan kita amalkan amalan yang benar-benar sunnah dan tidak dipertentangkan yg jelas berpahalanya karena mengikuti syariat/ittiba’Rasululloh.

      Untuk itu maka janganlah kita sekali-kali berani menyelisihi apa yang telah Rasululloh sampaikan dan dakwahkan karena diakhirat nanti Rasululloh akan menjadi saksi atas apa yg telah kita lakukan didunia sebagaimana Allah firmankan :
      41.Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu[a]). 42. Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah[b], dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun. (QS. An Nisaa’ : 41-42)
      Note:
      a. Seorang nabi menjadi saksi atas perbuatan tiap-tiap umatnya, apakah perbuatan itu sesuai dengan perintah dan larangan Allah atau tidak.
      b. Maksudnya: mereka dikuburkan atau mereka hancur menjadi tanah

      • Prabu Minakjinggo24/05/2012 at 09:47Reply

        @ abu faraqna, selalu bid’ah yang anda sebutkan disaat golongan umat islam berupaya menegakkan sunnah yang berbeda dengan golongan anda, he…he… padahal anda itu memberangus sunnah bukan menegakkan sunnah

      • Mas Derajad24/05/2012 at 12:03Reply

        @abu faraqna :
        Penjelasan anda selalu berbelit dan tidak menuju ke pokok pembahasan.

        Saya hanya ingin tahu pembahasan saudara mengenai penisbahan nama Wahabi yang dinisbhkan dari Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab. Padahal Imam Syafi’i pun juga bernama asli Muhammad, penisbahan nama dan mazhabnya pada kakeknya Syafi’i bin Saib.

        Tapi jawaban anda berputar-putar tidak tentu arah. Benar yang anda ucap tapi jauh sasarannya dari pertanyaannya (Jauh panggang dari api). Ini menunjukkan anda sangat tidak mengerti penisbahan nama dalam budaya Arab. Sangat ironis, sementara anda menggunakan dalil-dalil juga berasal dari Bahasa Arab.

        Kebenaran hakiki hanya milik Allah

        Hamba Allah yang dhaif dan faqir

        Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  10. amin24/05/2012 at 15:25Reply

    abu faraqna kalah debat….kasian deh lu…………….

  11. Abu Faragna24/05/2012 at 18:33Reply

    Syariat itu tidak untuk diperdebatkan tetapi untuk disampaikan, kalau anda mau menerima silahkan tidak menerima juga silahkan, toh nanti anda sendiri yang akan bertanggungjawab dihadapan Allah Azza wa jalla. Karena tidak ada paksaan dalam beragama islam. Rasululloh juga demikian,beliau telah sampaikan semua risalah yang telah diwahyukan Alloh kepada semua manusia,maka ada manusia yang menerima karena mendapat petunjuk Alloh dan ada manusia yang menolaknya bahkan menentangnya.

    “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al An’aam : 125)

    • kang adie06/06/2013 at 23:11Reply

      mas…mas… dimanapun kalo diskusi sm org model antum ini, kalo sdh ga bisa jawab/terpojok, mesti keluar kata…”syariat itu tidak untuk diperdebatkan tapi disampaikan/diamalkan…bla..bla..bla..” sdh basi mas bro!

      kalo antum ga setuju dengan amaliyah org lain tp orang lain itu punya hujjah yg kuat, ya biarkan saja…lebih baik antum kerjakan aj amaliyah yg antum yakini biar tidak terjadi perdebatan yg tak berujung, objek dakwah masih banyak mas bro bukan ngurusi khilafiyah model begini…
      anda apa tidak lihat madrasah banyak yang mau ambruk, org susah dpt akses pendidikan dan kesehatan dll dakwah bil hal justru skrg yg diperlukan 🙂

      mohon maaf sebelumnya

      wslkm…

  12. Mas Derajad24/05/2012 at 19:36Reply

    @abu faraqna :
    Semakin saudara berbelit-belit menunjukkan bahwa saudara sesuai dengan Qur’an Surat Al An’am : 125 yang ironisnya anda sampaikan sendiri.

    Saudara bilang syariat untuk disampaikan bukan untuk diperdebatkan, coba saudara lihat komentar artikel ini, justru saudara yang berusaha memperdebatkan pertama kali. Admin sesungguhnya menyampaikan syariat kebenaran mengikut junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. agar kita punya hujjah yang kuat untuk mengikut beliau melalui ulama’-ulama’nya yang mutawattir sanadnya.

    Debat ini bukan masalah menang atau kalah, tapi saya ingin mengatakan kebenaran adalah kebenaran. Kebenaran tentang penisbahan kelompok pengikut Wahabi (walaupun mau berganti baju Salafi) kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kebenaran tentang amalan shalat tarawih walaupun artikel ini tidak sedang membahasnya, kebenaran tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang mengikut Salafus Shalih khususnya Imam Mazhab yang 4 yang menjadi pegangan khususnya Warga NU, dan kebenaran hakiki dengan hujjah-hujjah yang kuat.

    Semoga saudara dan saya dalam hidayah Allah.

    Namun demikian kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamba Allah yang dhaif dan faqir

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  13. Abu Fikri27/05/2012 at 23:36Reply

    Alhamdulillah… Wejangan yang sangat bermanfaat dan menyejukkan hati dari saudaraku Mas Derajad. Semoga Alloh SWT senantiasa memberi hidayah kepada kita semua untuk mendapatkan keberkahan ilmu dunia & akhirat.
    Tetap tawadhu’ dan menghargai saudara muslim yang lain tanpa saling menyalahkan keyakinannya.
    Wallahu a’lam

  14. Bocah20/06/2012 at 17:37Reply

    Mas Derajad anda SUPER SEKALI

  15. maha fatih23/06/2012 at 00:19Reply

    klo ngomong ama wahabi jgn pake ayat tp pake otak…kita doain aja si wahabi n antek2nya masuk neraka….amin..alfatihah…..

  16. Marhadi18/05/2013 at 23:39Reply

    assalaamu’alaikum . . .

    wahai saudara2ku marilah kita jauhi komentar yang kasar,

    gunakan kata2 yang santun.

    http://muslim.or.id/manhaj/buku-putih-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahab-1.html#

  17. Marhadi19/05/2013 at 07:51Reply

    assalaamu’alaikum . . .

    wahai saudara2ku . . . .

    ingatlah nasihat para salaf tentang berdebat:

    “Percekcokan dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang sangat.”
    [Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]

  18. qbn-sfs31/05/2013 at 11:24Reply

    Alhamdulillah…dapet ilmu lagi nih dari Mas Darajad….Ane yg kurang paham masalah agama katakanlah Ane Gaptek Ilmu agama, tapi setelah membaca Komen2nya dari mas Darajad dan Abu Faraqna bisa sedikit paham…

    Tapi jadi kasian ane sama Abu Faraqna…ternyata dari tulisannya keliatan bodohnya..heheheheh. itu pendapat ane lho…karna yg ditanya A jawabnye B…heheheheh…nglindur kale ye…wkwkwkwkwk

  19. gasontp01/06/2013 at 14:23Reply

    Barakallahu ,,,
    Mas Derajad Super,,,
    Lanjut Mas Bagi Bagi Ilmunya,,,

  20. oslo06/06/2013 at 15:03Reply

    kelihatan dangkalnya yaa…ilmu Abu Faragna ,tapi tetep aja ngeyel….wkwkwwkwkwwk..

    • Abu Kuntet12/07/2013 at 15:49Reply

      betul mas, orang mereka itu ngerti agama juga taqlid kok (padahal mereka mengatakan orang lain taqlid), sedikit2 ndalil biar dikira pinter padahal ……

  21. Cah Qeenee05/09/2013 at 17:07Reply

    Assalamu’alaikum..
    Maaf sebelumnya.. biar tambah ilmu saya ingin tanya

    Begini.. Klo saya baca dari sekial banyak perbincangan antara Mas Derajat dengan Abu Faraqna pada akhir perbincangan, saya dapat ambil yang menarik bagi saya yaitu tentang Syariat Islam.

    Ini saya kutip dari Abu Faraqna:
    “Misalkan saja amalan itu kita kerjakan dan ternyata amalan itu nanti di akherat tidak dibenarkan oleh Rasululloh karena menyelisihi syariat yang beliau sampaikan, maka yang rugi kita sendiri. Sudah tidak berpahala malah berdosa. Mendingan kita amalkan amalan yang benar-benar sunnah dan tidak dipertentangkan yg jelas berpahalanya karena mengikuti syariat/ittiba’Rasululloh.”

    Yang menarik buat saya dari kalimat diatas yaitu MENGIKUTI SYARIAT /ITTIBA’ ROSULULLOH.

    Pertanyaan saya baik kepada Abu Faraqna ataupun Mas Derajat, Syariat (Islam) itu apa saja ( yang bagaimana sih)? Apakah setiap perbuatan BAIK yang tidak ada tuntunannya (contohnya) itu melanggar syariat?

    Dengan rasa hormat, kepada beliau-beliau atau yang lain mohon di jelaskan, biar kami yang di plosok gak ada pesantren ini ngerti dan paham.

    *Mohon pergunakan bahasa yg sopan ya.. 🙂
    Wassalamau’alaikum..

  22. ipmawan rdt08/11/2013 at 20:10Reply

    @Cah Qeenee

    pada dasarnya manusia itu cenderung kepada kebaikan dan kebenara..kalaupun toh ada manusia yang berhaluan kiri itu adalah disebabkan faktor external entah itu da sadari atau tidak…saya rasa pertanyaan Anda itu jawabanya sudah ada dalam hati anda sendiri.

Tinggalkan Balasan