Masalah Bid’ah Jangan Dijadikan Perpecahan Ummat

Sarkub Share:
Share

Akhir-akhir ini kaum muslimin dihadapkan dengan sebuah ujian berat berupa ancaman perpecahan mengatasnamakan perbedaan aliran, syariat, bahkan perbedaan aqidah. Sadar atau tidak sadar, hal ini sudah seharusnya kita hindari, karena jika kita terlena terhadap perbedaan-perbedaan tersebut maka umat muslim sendiri lah yang akan menanggung segala akibatnya, dan akan semakin membuat musuh-musuh Islam tertawa dan berpesta serta semakin memojokkan posisi kaum muslimin.Perbedaan-perbedaan tersebut semakin hari kian meruncingkan masalah dengan saling mempersalahkan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh ada suatu golongan yang mencibir amaliah golongan lain dengan menganggap apa yang tidak sesuai dengan yang mereka kerjakan serta mereka yakini adalah sebuah perbuatan bid’ah yang ganjarannya adalah neraka. Lebih parahnya lagi mereka yang mencibir tidaklah sepenuhnya memahami apa yang mereka pedomani. Mereka bahkan tidak mau menerima argument dari golongan lain serta menganggap paham mereka lah yang paling benar. Mudah2an kita semua dapat membuka hati untuk lebih dapat menerima pandangan orang lain, membuka cakrawala pemikiran kita bahwa ada pendapat mengenai bid’ah dengan versi lain dari apa yang pernah kita ketahui dan kita yakini, sehingga kedepan kita tidak terjebak dalam perdebatan-perdebatan tidak berujung.

Dalam kamus Al Munawir kata بِدْعَةٌ yang merupakan jama’ dari kata بِدَعٌsecara lughowi diartikan sebagai “perkara baru dalam agama”. Sedangkan secara istilahi terdapat bermacam-macam makna diantaranya seperti yang termaktub dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari. Dalam kitab tersebut istilah “bid’ah” ini disandingkan dengan istilah “sunnah”. Seperti dikutip Syeikh Hasyim Asy’ari, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid, kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang terdapat dalam kitab Riyadlus Sholihin Hal. 62 disebutkan :

عَنْ أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فىِ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (متفق عليه)
Artinya : ”Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”.

Nabi juga bersabda yang termaktub dalam kitab Riyadlus Solihin hal. 62:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله, وَ خَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ, وَ شَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا, وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه مسلم
Yang artinya : ”Amma ba’du, maka sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah hal yang baru dan setiap bid’ah adalah sesat”.

Menurut para ulama’, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’). Al Imam Al Hafiz Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa perbuatan bid’ah yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah hal-hal yg tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah SWT:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ …الأية
Yang artinya : “Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (Al-Baqarah 2: 117).

Terdapat sebuah hadist Nabi juga yang berbunyi كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ yang artinya : “Semua bid’ah itu adalah sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.

Jika kita memahami redaksi hadist ini secara lafdziah maka sudah pasti dapat diambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang baru dalam agama (dalam hal ini segala sesuatu yang tidak pernah ada pada zaman nabi) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah sudah pasti sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.

Namun demikian, mari coba kita kaji dari sudut pandang ilmu balaghogh. KH. A.N. Nuril Huda, dalam “Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) Menjawab” menjelaskan kajian terhadap hadist tersebut Menurut ilmu balaghogh. Dalam kajian ilmu balaghogh disebutkan bahwa setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik, mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk. Bid’ah itu merupakan kata benda, yang sudah barang tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas. Hal seperti ini dalam Ilmu Balaghah dikatakan; حدف الصفة على الموصوف yaitu “membuang sifat dari benda yang bersifat”.

Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka akan terjadi dua kemungkinan:

Kemungkinan pertama;كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ Yang artinya : “Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”. Hal ini tidak mungkin, bagaimana bisa sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua;
كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّاِر Yang artinya : “Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.

Hal yang sama dengan kajian ilmu balaghogh diatas terjadi pula dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya pada QS Al-Kahfi : 79 yang berbunyi :
وَكَانَ وَرَاءهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْباً ﴿٧٩﴾
artinya: “Di belakang mereka ada raja yang akan merampas semua kapal dengan paksa”.

Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak menyebutkan kapal baik apakah kapal jelek; karena dalam kondisi normal kapal yang jelek tidak akan diambil oleh raja. Maka lafadh كل سفينة sama dengan كل بد عة tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti punya sifat, ialah kapal yang baik كل سفينة حسنة.

Kemudian kajian lain terhadap hadist tersebut adalah pendapat dari Al-Imam Al-Hafidz Al-Nawawi yang menyatakan dalam kitab Syarh-nya atas kitab Shohih Muslim, bahwa kata كل adalah bermakna sebagian besar bukan bermakna seluruh, sehingga hadist itu oleh beliau dimaknakan “sebagian besar perbuatan bid’ah itu adalah sesat”. Pemaknaan lafadz كل dengan makna sebagian juga terdapat dalam kajian ilmu lughotil arobiyah.

Bertolak dari paparan terkait dengan pengertian bid’ah,Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW pasti jeleknya? Jawaban yang bijaksana adalah, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek?.

pendapat ulama’ besar yang mewakili 2 zaman berbeda yaitu Imam Syafi’i dari kalangan ulama salaf dan Prof. Dr. As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani dari kalangan ulama kholaf. Menurut Imam Syafi’i:

اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
Yang artinya : “Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.

Sedangkan menurut sebuah kutipan yang dinukil dari sebuah kitab yang berjudul : Dzikrayaat wa Munaasabaat karya Prof. Dr. As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani yang dialih bahasakan oleh KH. Muhammad Bashori Alwi dalam sebuah bukunya disebutkan : bukan semua yang tidak diamalkan oleh ulama’ salaf dan belum terjadi pada masa pertama (zaman nabi) itu adalah bid’ah yang diingkari lagi jelek, yang diharamkan orang melakukannya dan wajib diingkarinya. Tetapi hal-hal baru yang terjadi itu haruslah dihadapkan kepada dalil-dalil syar’i. Lantas apa yang mengandung maslahat hukumnya adalah wajib. Atau yang mengandung keharaman maka hukumnya haram. Atau yang mengandung kemakruhan maka hukumnya makruh. Atau yang mengandung kemubahan maka hukumnya mubah. Atau yang mengadung mandub (sunnah) maka hukumnya adalah mandub (sunnah).

Hal ini juga diperkuat oleh hadist Nabi yang termaktub dalam kitab Riyadlus Sholihin Halaman 63 yang berbunyi :

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ, وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَ وِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئٌ. رواه مسلم
Yang artinya : “Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”.

Dan hadist Nabi yang lain yang termaktub dalam kitab Sunan Ibnu Majah Juz I hal. 414 :

إِنَّ أُمَّتِي لَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. رواه ابن ماجة عن انس ابن مالك
Yang artinya : “Bahwa ummatku tidak akan sepakat dalam kesesatan, bila kamu melihat perbedaan pendapat diantara kalian, maka ikutilah pendapat mayoritas”. HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik.

Dalam Kitab Fathul Bari dijelaskan : “Pada mulanya, bid’ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar’i, bid’ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid’ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid’ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid’ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bi’ah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid’ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam”.

Dari semua pembahasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa secara garis besar bid’ah dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyiah. Dan untuk mengkategorikan sebuah perbuatan bid’ah itu tergolong hasanah atau sayyiah maka diperlukan kajian mendalam dengan berdasarkan dalil-dalil syar’i baik qoth’i maupun dzonny dengan tetap mempertimbangkan maqoshid asy syar’iyyah dari perbuatan-perbuatan yang dinilai bid’ah tersebut.
beberapa contoh perbuatan bid’ah yang pernah dilakukan sahabat-sahabat terdekat nabi yang termasuk khulafaur rasyidin, perbuatan-perbuatan dimaksud adalah :

  1. Pembukuan Al-Qur’an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.
  2. Pemberian titik-titik dan syakal/baris-baris pada tulisan Al Qur’an yang baru dilakukan pada masa kekholifahan Sayyidan Ustman bin Affan.
  3. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.
  4. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-¬nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra’, yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.

Dari keempat contoh diatas, mari kita focus terhadap dua contoh pertama yang tentunya yang tidak pernah diperdebatkan yaitu mengenai kodifikasi (pembukuan) Al Qur’an dan pemberian titik-titik dan syakal pada tulisan Al Qur’an. Kedua hal tersebut merupakan contoh konkrit bid’ah hasanah, karena pada zaman Rasulullah SAW Al Qur’an hanya dihafal atau setidak-tidaknya ditulis di pelepah-pelepah kurma dan juga batu-batu (tanpa titik dan tanda baca) dalam keadaan tercerai berai, tidak tersusun sistematis dalam bentuk surat-surat dan Juz-juz seperti yang kita jumpai pada mushaf Al Qur’an yang ada saat ini. Bagaimana jadinya jika Al Qur’an baik secara tulisan maupun penggandaan kondisinya masih tetap seperti pada zaman Rasulullah SAW. Jika hal itu terjadi khotib rasa akan sulit bagi orang Indonesia khususnya membedakan apakah itu merupakan huruf (ب, ت, atau ي) dan itu akan berakibat fatal dengan berubahnya makna dari ayat yang dibaca. Terhadap kasus kodifikasi Al Qur’an ini apakah masih ada yang menggap ini adalah dlolalah (sesat)?

Marilah kita sman-sama berpikir jernih dan tidak mudah memperolok orang atau golongan lain terhadap amaliah yang mereka kerjakan selama amalan itu memiliki dasar hukum. Jangan bersifat sombong dengan beranggapan bahwa amaliah yang kita lakukan adalah yang paling benar dan telah sesuai dengan sunnah Rasul, karena sifat sombong adalah hanya milik Allah SWT. Mari kita berpikir ‘arif menyikapi setiap perbedaan yang terjadi diantara kita. Jangan jadikan perbedaan menjadi pemicu perpecahan. Mari kita ingat sebuah pesan Rasulullah SAW bahwasannya perbedaan yang terjadi pada ummatku adalah sebuah rahmat, tentunya pesan Nabi tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang mau berfikir, sedangkan bagi orang-orang yang malas berfikir sudah barang tentu perbedaan akan menghadirkan perpecahan ummat. Semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT dan selalu berada dalam naungan rahmat dan rahimNYA, dan mendapat syafaat baginda Rasulullah SAW di hari akhir nanti. Amin.

Wallahu a’lam bisshowaab.

Sumber: NU Online

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

48 Responses

  1. Triyono03/04/2012 at 07:25Reply

    Pembukuan al Qur’an,sholat tarawih berjamaah,menambah adzan jum’at oleh khulafaur rasyidin bukan bid’ah. Ulama atau Imam siapa yang mengatakan bahwa pembukuan Al Qur’an,sholat tarawih berjamaah,menambah adzan jum’at bid’ah??? Salah satu nama Al Qur’an adalah Al Kitab,apa arti Al Kitab??? Mengumpulkan. Pembukuan Al Qur’an,pemberian tanda baca Al Qur’an,Shalat tarawih & menambah adzan jum’at yg dilakukan oleh khulafaur rasyidin merupakan sunnah beliau dan para sahabat telah menyetujuinya. Kita tidak bisa disamakan dengan beliau khulafaur rasyidin dalam masalah ini,karena Rasululloh telah memerintahkan kita untuk mengikuti mereka. Terus dengan dasar itu antum-antum berani mengadakan peringatan maulid,haul dan bid’ah-bid’ah lainnya yang tidak pernah Rasululloh contohkan. Apakah antum berani menjamin bahwa Rasululloh menyetujui apa yg telah antum lakukan? Apakah para sahabat & para imam menyetujuinya apa yg antum lakukan? Saya tunggu jawaban antum yg telah berani membuat syariat-syariat baru.

    • Author

      Wong Tegal03/04/2012 at 19:17Reply

      umar sendiri yang mengatakan: hadza ni’matul bid’ah. ini adalah senikmat2nya bid’ah.
      so?

  2. Prabu Minakjinggo03/04/2012 at 08:08Reply

    @triyono, tampaknya antum baru belajar agama islam ya, tampak dari pemahaman antum yang payah tentang bid’ah.

  3. Triyono03/04/2012 at 08:48Reply

    Untuk prabu minak jinggo.. yg gak berani menampakkan jati dirinya kayak siluman aja yg mentalnya munafik para ahli bid’ah tapi mengaku-ngaku ahli sunnah. Antum memang telah lama beragama islam tapi antum bodoh tidak bisa membedakan mana sunnah mana bid’ah.

  4. Mbah Jo03/04/2012 at 21:22Reply

    Pengikut salaf soleh koq umbar kata2 & mudah menuduh..?
    Siapapun yg mengaku sbg pengikut salaf soleh tidak akan mudah mengumbar kata..apalagi menuduh,krna para salafush sholih tidak mengajarkan brkata serampangan,apalagi menuduh..
    Juga tidak ada contohnya dari Rosululloh SAW..

  5. Triyono05/04/2012 at 05:39Reply

    “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongannya.” Orang-orang / kaum yg suka memperingati ulang tahun hari kelahiran / maulid dan ulang tahun hari kematian / haul adalah orang Nasrani & Syiah. Kaum ini telah sesat dan diluar Islam yang disampaikan Rasululloh. Tim Sarkub yang sangat hobby dengan maulid dan haul telah mendakwahkan kepada umat selalu menganggap benar apa yg mereka lakukan. Padahal Rasululloh dan para sahabat tidak pernah mencontohkan perbuatan tersebut. Apakah Tim Sarkub berani menjamin bahwa apa yg telah dilakukan tersebut yaitu peringatan maulid dan haul telah disetujui oleh Rasululloh??? Ada 2 jawaban yaitu berani dan tidak. Kalau menjawab berani berarti Tim Sarkub telah mengaku menerima wahyu yaitu wahyu syaitan karena telah berani mensejajarkan dirinya dengan Rasululloh dalam membuat syariat baru dalam agama Islam & berani bertanggung jawab dunia akherat kepada umat yg disesatkannya. Kalau menjawab tidak berani berarti itulah jawaban bahwa kita tidak diperbolehkan membuat bid’ah / syariat baru dalam Islam karena masa turunnya wahyu telah berakhir dengan diwafatkannya Rasululloh. Timbulnya perpecahan umat karena adanya bid’ah yang diada-adakan oleh suatu kaum yg telah menyelisihi sunnah Rasululloh.

    • Prabu Minakjinggo05/04/2012 at 09:21Reply

      Wk…wx… itu kan pendapat antum yg baru di cuci otaknya oleh ustadz wahabi/salafi krn dasar agama antum sblmnya yang cekak alias sempit jd seakan2 apa yang dikatakan ustad anda itu yang benar, coba antum renungkan hadits ini :
      قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ
      الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ
      مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
      (صحيح البخاري).
      Sabda Rasulullah saw :
      “Sebesar – besar kejahatan muslimin (pada muslim lainnya) adalah yang mempermasalahkan suatu hal yang tidak diharamkan, namun menjadi haram sebab ia mempermasalahkannya” (Shahih Bukhari)

      مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
      “Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)

  6. Triyono05/04/2012 at 12:27Reply

    Untuk prabu minakjinggo yang ngawur dalam berdalil… Hadist yg antum sebutkan adalah dalil tentang keutamaan sedekah bukan untuk melegalkan bid’ah. Makanya lihat dulu sebab turunnya hadist tersebut jangan asal comot saja. Apakah membuat syariat baru itu dibolehkan??? Jawabnya adalah apa yang Imam Syafi’i katakan : “Barang siapa menganggap suatu perbuatan baik berarti dia telah membuat syariat baru dalam agama.” Kata Imam Malik gurunya Imam Syafi’i : “Barang siapa yang membuat syariat baru dalam islam berarti dia telah menuduh bahwa Rasululloh telah berkhianat dalam menyampaikan Risalah,karena Allah telah berfirman bahwa “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu,dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,dan telah Ku-ridhoi islam itu jadi agama bagimu. (QS.Al Maidaah:3)

    • Prabu Minakjinggo07/04/2012 at 09:20Reply

      @triyono, jangan baru bisa baca terjemahan Alqur’an dan Hadits Nabi SAW terus nyebut org gawur, mari kita cermati lagi Hadits Nabi SAW : “Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
      – Balaghoh :
      Dalam hadits tsb memiliki manthuq dan mafhumnya :
      Manthuqnya “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang tidak bersumber dari syareat, maka dia tertolak “, misalnya sholat dengan bhsa Indonesia, mengingkari taqdir, mengakfir-kafirkan orang, bertafakkur dengan memandang wajah wanita cantik dll.
      Mafhumnya : “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang bersumber dari syareat, maka itu diterima “ Contohnya sangat banhyak skali sprti pembukuan Al-Quran. Pentitikan al-Quran, mauled, tahlilan, khol, sholat trawikh berjama’ah dll.
      Berangkat dari pemahaman ini, sahabat Umar berkata saat mengkumpulkan orang-orang ungtuk melakukan sholat terawikh berjama’ah :
      نعمت البدعة هذه “ Inilah sebaik-baik bid’ah “
      Dan juga berkata sahabat Abu Hurairah Ra :
      فَكَانَ خُبَيْبٌ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْقَتْلِ (رواه البخاريّ)
      “Khubaib adalah orang yang pertama kali merintis shalat ketika akan dibunuh”.
      (HR. al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi, Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf)ز
      Jika semua perkara baru itu buruk, maka sahabat2 tsb tidak akan berkata demikian.

  7. Triyono06/04/2012 at 06:03Reply

    “Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu.”
    (QS. Az Zukhruf : 78)

    “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.”
    (QS. Muhammad : 25)

    “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”
    (QS. Al An’aam : 116)

    • Author

      Wong Tegal06/04/2012 at 09:41Reply

      bukan alqur’annya yg salah tapi otakmu yg salah. ayat itu juga salah alamat. harusnya ditujukan pada kamu sendiri.

  8. Triyono06/04/2012 at 10:17Reply

    “Berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin sepeninggalku”
    (HR. Abu Dawud : VII /46, At Tirmidzi : II /112-113)

    “Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing. Maka, berbahagialah orang-orang yang asing” (HR. Muslim : 130)

    • Author

      Wong Tegal06/04/2012 at 10:52Reply

      betul, lha kok anda malah berpegang pada sunnahnya Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyah?

  9. Triyono06/04/2012 at 10:20Reply

    “Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tampil membela kebenaran. Tidak memudharatkan mereka,orang-orang yang menghinakannya. Sampai datang keputusan Allah (kiamat),sedangkan mereka tetap dalam keadaan seperti itu”
    (HR. Bukhari : 3640;3641 dan Muslim : 1920)

  10. Triyono06/04/2012 at 10:23Reply

    “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (QS. Al A’raaf : 199)

    • Author

      Wong Tegal06/04/2012 at 10:51Reply

      Rasulullah saw. Bersabda, ‘Di akhir zaman nanti akan muncul sekelompok orang yang masih muda usia dan lemah akal. Mereka menyerukan sebaik-baik perkataan. Mereka membaca Al-Qur’an tetapi tidak melewati kerangkangan mereka (tidak memahaminya). Mereka keluar dari agama laksana anak panah yang melesat dari busurnya.
      (sepertinya cocok sekali untuk saudara Triyono)

      • Prabu Minakjinggo07/04/2012 at 10:05Reply

        Wkk…wk…betul…betul..betulll… monggo di lanjut wong tegal, saya ikut nyimak

      • Adi19/04/2012 at 21:45Reply

        saya sangat setuju,semoga saya dan saudara2 nuslim sekalian tidak termasuk golongan mereka,

  11. Mbah Jo07/04/2012 at 07:23Reply

    He..he…he..
    Wahabi itu aneh..katanya anti mahdzab,tapi kadang2 mengambil pendapat Imam Syafi’i (dan lainnya) untuk berhujjah..
    Apa ndak plin-plan itu..? Lha klo gini ibaratnya apa bukan lempar batu minjem tangan..?

  12. Prabu Minakjinggo07/04/2012 at 09:38Reply

    @triyono, pemahaman anda tentang islam jangan bertolak pada pemahaman salafi/wahabi saja, belajarlah yang luas pada pemahaman ulama lain mumpumg anda baru belajar islam, terutama banyak2 lah belajar tentang adab, adab merupakan hal asing didalam kamus orang2 wahabi/salafi krn itu mereka sering tampil garang, kasar, sombong dan gampang mengkafir-syirikkan org lain yang tidak sefaham dengannya.

  13. Prabu Minakjinggo07/04/2012 at 10:19Reply

    @triyono, jangan baru bisa baca terjemahan Alqur’an dan Hadits Nabi SAW terus nyebut org gawur, mari kita cermati lagi Hadits Nabi SAW : “Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
    – Balaghoh :
    Dalam hadits tsb memiliki manthuq dan mafhumnya :
    Manthuqnya “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang tidak bersumber dari syareat, maka dia tertolak “, misalnya sholat dengan bhsa Indonesia, mengingkari taqdir, mengakfir-kafirkan orang, bertafakkur dengan memandang wajah wanita cantik dll.
    Mafhumnya : “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang bersumber dari syareat, maka itu diterima “ Contohnya sangat banhyak skali sprti pembukuan Al-Quran. Pentitikan al-Quran, mauled, tahlilan, khol, sholat trawikh berjama’ah dll.
    Berangkat dari pemahaman ini, sahabat Umar berkata saat mengkumpulkan orang-orang ungtuk melakukan sholat terawikh berjama’ah :
    نعمت البدعة هذه “ Inilah sebaik-baik bid’ah “
    Dan juga berkata sahabat Abu Hurairah Ra :
    فَكَانَ خُبَيْبٌ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْقَتْلِ (رواه البخاريّ)
    “Khubaib adalah orang yang pertama kali merintis shalat ketika akan dibunuh”.
    (HR. al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi, Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf)ز
    Jika semua perkara baru itu buruk, maka sahabat2 tsb tidak akan berkata demikian.

  14. Tika19/04/2012 at 16:03Reply

    sebaiknya sarkub berhenti berbohong itu lebih baik dan selamat dunia akhirat

    • Author

      Wong Tegal26/04/2012 at 10:16Reply

      bukannya anda yang berbohong? tuh lihat anda memakai link www.sarkub.com pada ID anda, padahal anda bukan admin.

  15. Abu Faraqna21/04/2012 at 13:53Reply

    “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.”
    (QS. Al An’aam : 117)

  16. Marathon23/04/2012 at 15:38Reply

    @ Triyono
    anda sebelum belajar ilmu agama islam, telusuri dulu alur ilmunya ?……………………………………
    Ulama-ulama dahulu lebih ngelothok pemahaman tentang Qur’an dan hadist…………………………………
    kita semua tinggal menjalani semua dengan hati……….

  17. Marathon23/04/2012 at 15:46Reply

    Aku yang seneng dengan tahlilan dan membaca sholawat setelah adzan…
    Ditempatku insyaAllah tahlilan akan tetap dilaksanakan…

  18. jefriship23/04/2012 at 22:16Reply

    aku gak mau ikut orang yg aneh bin wagu!

  19. Abu Faraqna24/04/2012 at 06:14Reply

    Inilah ancaman bagi mereka yang kufur & mendustakan firman Allah. “Maka serahkanlah (Ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Qur’an),nanti Kami akan menarik mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh.( QS.Al Qalam :44-45)

  20. Abu Faraqna26/04/2012 at 06:31Reply

    Nabi pernah menziarahi makam ibu beliau. Lalu beliau menangis. Tangisan beliau tersebut membuat menangis orang-orang disekitarnya. Lalu beliau bersabda : “Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan untuk ibuku. Tapi Dia tidak mengizinkannya. Dan aku meminta izin untuk menziarahi makam ibuku, maka Dia mengizinkannya. Maka berziarahlah kalian karena ziarah tersebut dapat mengingatkan kalian kepada kematian” (HR. Muslim : 3/65). Allah tidak mengizinkan Rasululloh mendoakan ibunya yang kafir.

    • Author

      Wong Tegal26/04/2012 at 10:13Reply

      astaghfirullah, mengkafirkan ibunda nabi SAW ya?
      Ya itu benar bunyi hadits alenia pertamanya yaitu Nabi memang tidak di ijinkan oleh Allah untuk memohonkan ampunanNya atas ibunya..
      Namun bunyi alenia kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa nabi cukup di ijinkan menziarahinya saja.
      Kenapa? Kenapa Nabi tidak boleh memohonkan ampunanNya atas ibundanya?
      Ya jelaslah… Allah tidak mengijinkannya…
      Itu maskudnya tidak perlu !!

      artinya, ibundanya nabi tidak perlu di mohonkan ampunan, karena beliau tidak punya dosa dan telah menjadi penghuni surga yang abadi.

      كنت نهيتكم عن زيارة القبور, فزوروها فقد اذن لمحمد فى زيارة قبر امه.
      Nabi SAW telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. seandainya Ibunda Nabi itu Kafir MASAK IYA SIH NABI SAW DIIJINKAN MENZIARAHI ORANG KAFIR?

      Salah satu bentuk “durhakanya” wahabi pada Nabi SAW ya begini nih, ibunda Nabi tercinta kita dikafirkan. Na’udzubillah. Ya Allah lindungilah kami dan keluarga kami dari faham2 WAHABI yg merusak aqidah islam.

      • Abu Faraqna26/04/2012 at 10:31Reply

        Mana hujahnya kalau ibunda Rasululloh menjadi penghuni surga yang abadi,jangan asal mangap saja. Di dalam Al Qur’an diberitakan tentang nabi-nabi yang istrinya kafir (nabi Luth),anaknya kafir (nabi Nuh),bapaknya kafir (nabi Ibrahim) dan pamannya kafir (Rasululloh). Semua itu sebagai pelajaran bagi kita bahwa nabipun tidak dapat memberikan hidayah pada keluarganya apalagi orang lain,karena hidayah mutlak milik Allah.

        • zainal arifin26/04/2012 at 13:59Reply

          lah mana buktinya di qur’an kalau ibunda Baginda rasulullah kafir? dasar hujjah kalian kan cuma pemahaman versi kalian saja terhadap hadis yg sama, sama sekali bukan qur’an, betul hidayah mutlak milik Allah, makanya mudah2an saya dan anda sama2 dapat bagian dari gusti Allah 🙂

          • Author

            Wong Tegal26/04/2012 at 14:04

            amiin. wahabi memang udah jumud, gak bisa mikir. :-p

            apakabar kang zainal? lama tak jeumpa, hehe 😀

        • tholabul_'ilm12/05/2012 at 17:05Reply

          koq getol banget sih menyatakan orang tua Rasul mati musyrik?? Na’udzubillaah… Sedangkan orang tua Rasul semuanya meninggal sebelum Rasul dewasa dan diutus jadi Nabi dan Rasul… berbeda dengan orang2 yg telah mendapat peringatan dari Rasul yg diutus kepada mereka, tapi mereka tetap ingkar… maka itulah kafir dan musyrik!! Perhatikan gmana para ulama’ berpendapat tentang masalah ini, dan yg paling gamblang adalah Imam As-Suyuthy, yg khusus menulis kitab untuk membahas masalah ini: berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya nabi saw untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dg firman Allah swt : “Dan kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS Al Isra 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 68) dan (Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yg juga oleh beliau).

          Tambahan lagi: Nabi saw sendiri menjelaskan bahwa bahwa ayah ayahnya adalah suci, sebagaimana sabda beliau saw :

          أنا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف بن قصي بن كلاب بن مرة بن كعب بن لؤي بن غالب بن فهر بن مالك بن النضر بن كنانة بن خزيمة بن مدركة بن إلياس بن مضر بن نزار وما افترق الناس فرقتين إلا جعلني الله في خيرهما فأخرجت من بين أبوي فلم يصبني شيء من سنن الجاهلية وخرجت من نكاح ولم أخرج من سفاح من لدن آدم حتى انتهيت إلى أبي وأمي ا فأنا خيركم نسبا وخيركم أب أخرجه البيهقي في دلائل النبوة والحاكم عن أنس رضي الله عنه

          aku Muhammad bin Abdillah bin Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar,

          tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yg terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yg sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah pemilik nasab yg terbaik diantara kalian, dan sebaik baik ayah nasab”.

          (dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra).

          hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya Juz 2 hal 404.

          hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Attabari dalam tafsirnya Juz 11 hal 76

          dan apakah ente tidak pernah mendengar hadits, ketika seorang sahabat bertanya pada Nabi SAW: Ya Rasulullaah, bagaimana keadaanku nanti di akhirat? Maka Rasul menjawab: Engkau akan dikumpulkan bersama dengan ayah dan ibuku… kemudian sahabat tersebut berbahagia mendengarnya… Wahai saudaraku: jika ayah dan ibu Nabi meninggal dalam keadaan musyrik kafir, mungkinkah sahabat tersebut akan gembira seperti itu??? Wallaahua’lam bishawab… kami berhati-hati dalam hal ini… Ya Allah naungilah kami selalu dengan hidayah-Mu…

          • Author

            Wong Tegal12/05/2012 at 18:23

            syukron wan, kami angkat untuk pembaca 🙂

  21. Abu Faraqna26/04/2012 at 09:44Reply

    Takut ya kesesatanmu terbongkar hingga hujah-hujahku yang memporak-porandakan madzabmu kamu hapus dari sini.
    “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.”
    (QS. Al An’aam : 117)

    • zainal arifin26/04/2012 at 14:01Reply

      yup, makanya cuma Allah yg lebih tahu apakah saya, atau anda atau jangan2 kita dua2nya yang dapat petunjuk 🙂

      masa iya kita mengklaim sendiri kalau kitalah yg dapat petunjuk, kan jelas berdasarkan ayat diatas hanya Allah yg lebih tahu, so kita adem2 aja lah 🙂

  22. Prabu Minakjinggo02/05/2012 at 10:55Reply

    mohon dimaklumi saudara2 ku, abu faraqna kan orgnya mempunyai pemikiran wahabi/salafi yg rata2 tidak punya adab, pada orang tua Nabi SAW saja berani mengkafirkan apa lagi pada kita ?

  23. Mas Derajad12/05/2012 at 21:36Reply

    ﺍﻝسلم عليكم ورحمةالله ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ

    Saudaraku semua yang memegang teguh pesan Baginda Rasulullah Muhammad S.A.W. yaitu untuk berpegang teguh pada Qur’an dan Assunnah yang sangat saya hormati.

    Pada masa-masa akhir ini banyak muncul kelompok/golongan yang membawakan Qur’an dan hadits dengan tanpa memperhatikan kaidah dalam hubungannya dengan suatu masalah dengan pemahaman yang salah. Diantara mereka ada yang hanya “copas” (copy paste) atau ada juga yang mengerti lughah Al Arabiyyah, mereka pandai berbahasa Arab, kemudian membaca kitab-kitab Ulama’ Salaf selanjutnya difahami secara harfiah. Mereka ini menafikkan qaul ulama’ khususnya pendapat yang suda ijma’ artinya ulama’ sepakat dalam kebenarannya.

    Mereka ini terutama mempunyai ciri yang mirip satu sama lain, yaitu membid’akan/mengkafirkan saudaranya sesama muslim terutama terkait amalan yang sejak lama dilakukan dan memiliki hujjah yang jelas.

    Terkait hak ini mari kita waspada dan hati-hati terhadap mereka

    • Mbah Jo12/05/2012 at 21:57Reply

      Setuju Mas Derajat…
      Merasa lebih pandai & paling benar,sehingga dgn BANGGA-nya memberi stempel musyrik,sesat,dan kafir trhadap sesama muslimin yg syahadatnya sama..
      Sdikit2 bidngah,sdikit2 sesat,sdikit2 neraka..seolah kapling surga milik golongannya sndiri..
      Apakah salafus sholeh mengajarkan begitu…?
      Air laut yg terlihat bening dikira tawar,padahal asin…
      Kita hanya bisa berdo’a semoga, Allah SWT memberikan hidayah kpd mereka,dan menjauhkan diri & kelwg. kita dari hal yg menjerumuskan ke dalam pemahaman salah..

  24. D@LIJO12/07/2013 at 01:09Reply

    ….jika aku membakar menyan tapi niatku mengusir nyamuk dan bau tidak sedap ,salah gak..?,tapi aku embakar obat nyamuk tapi niatku memanggil syeatan salah gak..?
    yang salah tu niatnya apa caranya…?
    pergi ke masjid to ibadah apa bukan…?jika nabi k masjid jalan kaki dengan melewat jalan yang berbeda…,jika kita semua dan antum yang teriak teriak jauhi bid”ah… k masjid pake kendaraan bermotor to ap namanya…?
    makan minum ibadah…(jelas langung perintah Allah dalam Alqur”an)jika nabi makan kurma terus kita makan singkong bidAh apa tidak…?
    urusan saling menganggap golangan lain ahli bid”ah emang sengaja di buat dan di pelihara…karna tu dalah senjata melemahkan kuam muslimun…kata temenku punya temen sih katanya juga….

  25. manshur25/07/2013 at 09:08Reply

    sabar subur slamet ok.
    dah botak kali

  26. manshur25/07/2013 at 09:12Reply

    sabar subur slamet
    adem ayem tentrem
    tetap waspada jangan sampai hati kita menjadi keras ok

  27. dadang abdurahman25/10/2013 at 00:51Reply

    muludan lanjut tahlil lanjut solwatan lanjut ga seneng diem ga usuh cuap2 bid’ah kaya orang kesurupan.

  28. Uud Kuswandi10/06/2016 at 17:18Reply

    Maaf saya orang awam dalam ilmu agama.. melihat comen2 nya.. wah kelihatan orang berilmu…… sayang…… tidak satu tujuan dengan saya … saya ingin ISLAM BERSATU…….. yang itu mau itu silahkan yang ini mau ini silahkan yang penting satu tujuan IBADAHNYA ke ALLAH SWT……. okey bray

Tinggalkan Balasan