Mari Muhasabah dari Setiap Musibah Terjadi

Sarkub Share:
Share

Sebagian besar warga Aceh masih dihantui trauma tsunami pada 2004 lalu. Hal inilah yang membuat warga Serambi Mekkah panik luar biasa saat gempa 8,9 pada skala Richter mengguncang wilayah tersebut, Rabu (11/4). Gempa 8,5 SR kemarin membuat ribuan warga Aceh mnegungsi ke tempat aman. Puluhan titik pengungsian muncul pasca gempa seperti masjid, sekolah, lapangan sepak bola bahkan perbukitan. Hal yang sama juga terjadi di Banda Aceh, warga juga memilih mengungsi sementara ke sejumlah lokasi yang dianggap aman. Warga baru kembali ke rumah setelah yakin kondisi benar-benar aman. Gempa yang membuat warga panik menyebabkan sejumlah bangunan rusak. Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat setidaknya lima orang tewas. “Mereka meninggal bukan karena kena reruntuhan bangunan tapi karena panik. Mungkin kena serangan jantung,” kata Asmadi Syam, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh. (HP/OL-04). Begitulah kira-kira sekelumit kabar tentang musibah yang baru-baru ini terjadi di Aceh.

Dari semua bencana yang terjadi biasanya manusia mencari kambing hitam. Alam dianggap sebagai sang kambing hitam terjadinya bencana alam. Itupun dengan dalih menurut para ahli ilmu pengetahuan bahwa hal itu terjadi dikarenakan siklus alami atau pergeseran sifat alami dari alam. Sebagai contoh peristiwa tsunami menurut para ahli diakibatkan oleh pergeseran lempeng benua Hindia dan Australia. Memang kedua lempeng ini bergerak mendesak ke utara ke arah jajaran kepulauan di Indonesia antara 5 sampai 10 cm per tahun. Musim kemarau panjang atau banjir yang terjadi diakibatkan oleh adanya badai siklon tropis di daerah tertentu atau curah hujan yang terlalu tinggi. Sementara untuk non bencana alam seperti kecelakaan alat transportasi masih kebanyakan diakibatkan oleh kesalahan prosedur kerja atau kelalaian dan keteledoran manusia (human error).

            Alasan itu semua dilihat dari kacamata ilmiah, tetapi apakah hanya sudut pandang ilmiah saja yang dipakai dalam melihat suatu bencana yang menimpa negeri ini ? Atau ada sudut pandang lain? Mari kita melihat dari sisi lain setiap kejadian yang ada di dalam negeri ini yaitu dari sudut pandang agama.

            Dalam Al Qur’an surat Al Ankabut (29) ayat 40 disebutkan bahwa Allah bila menghukum suatu kaum dalam empat bentuk hukuman yaitu mereka ditimpakan dengan :

(1) hujan batu dari langit (lontaran material dari gunung berapi atau material yang terbawa oleh badai),

(2) suara yang menggelegar (hujan badai yang disertai petir atau putting beliung),

(3) dibenamkan ke dalam bumi (tanah longsor, luapan lumpur atau sejenisnya) dan

(4) ditenggelamkan (banjir dan tsunami). Semuanya dikarenakan dosa-dosa yang diperbuat oleh suatu kaum tersebut.

Kalau dikonfrontasikan dengan surat Al-‘Araf (7) ayat 96 bahwa Allah akan memberikan keberkahan yang turun dari langit dan keluar dari bumi, maka tampak kontras sekali. Satu sisi bahwa dari langit dan bumi dapat mendatangkan keberkahan di sisi lain langit dan bumi dapat mendatangkan bencana (adzab). Keberkahan dapat berupa kemakmuran, keamanan warganya atau keselarasan hidup dalam kebersamaan. Dilihat konteks tertunda datangnya keberkahan dan munculnya bencana, ini tidak lain merupakan akibat dari perbuatan tangan manusia.

Hal ini dijelaskan dalam surat Ar Rum (30) ayat 41 “bahwa kerusakan di darat dan laut akibat dari perbuatan tangan manusia”. Dengan kata lain bahwa semua bencana turun dalam bentuk apapun adalah akibat dari perbuatan manusia”. Bahkan termasuk bencana berupa langkanya kebutuhan hidup manusia sehingga mengakibatkan mahalnya harga barang !

            Ada hadits penguat menjelaskan bahwa semua yang terjadi menimpa suatu kaum atau umat adalah akibat perbuatan manusia. Yang kalau kita pikir, semua ini sedang terjadi di negeri tercinta ini. Hadits tersebut diriwayatkan oleh At Tirmidzi yang berasal dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw telah bersabda :

(1) Apabila hak-hak istimewa hanya beredar di kalangan elit (para pejabat/birokrat) saja,

(2) amanah (kaumnya berupa jabatan) menjadi alat pencari kekayaan (dunia),

(3) zakat menjadi beban yang berat,

(4) ilmu dituntut (dicari) tanpa mengindahkan tujuan dan (jauh dari) arahan agama,

(5) laki-laki berbakti kepada para isterinya dan durhaka kepada ibunya,

(6) Seseorang mendekatkan teman tetapi memutus nasab bapaknya,

(7) suatu wilayah dipimpin orang-orang fasik,

(8) pemimpin suatu negeri orang yang rendah akhlaknya,

(9) muncul dan merebak dominasi penyanyi (artis) dan hiburan sebagai anutan (tuntunan),

(10) minuman keras diminum secara luas dan terbuka (legal), dan

(11) akhir umat ini melaknati awalnya.

Maka tunggulah saat itu datangnya angin merah (kebakaran-kebakaran), gempa bumi, tanah longsor, perubahan fisik alam, lontaran batu dari langit dan tanda-tanda (bencana) yang beruntun (datangnya) seperti kalung usang yang putus benangnya maka berhamburan batu-batunya”

            Atau hadits lain yang diriwayatkan oleh Dailami dan Ibnu Najjar dari Ali bin Abi Thalib, Nabi Muhammad saw bersabda : “Bila Allah Azza wa Jalla murka terhadap suatu kaum (negeri/bangsa) maka  kaum (negeri/bangsa) itu akan ditimpakan adzab. (Berupa) (1) harga-harga barang menjadi mahal, (2) kemakmurannya menjadi surut, (3) perdagangannya tidak mendatangkan untung, (4) hujan sangat jarang turun (penulis : kalaupun turun langsung mendatangkan kerusakan), (5) sungai-sungainya tidak mengalir (penyebab banjir), (6) penguasanya adalah orang-orang yang rusak akhlakny.

            Dari dua hadits di atas ternyata hampir 100 persen terjadi di negeri kita. Seharusnya kita sebagai anak negeri tersadar akan apa yang terjadi terhadap negeri ini. Kita ambil beberapa contoh, pertama ketika hak-hak istimewa hanya beredar dikalangan kaum elit saja dan kedua amanah (kaumnya berupa jabatan) menjadi alat untuk mencari kekayaan. Melihat kenyataan bahwa sebagian besar para pejabat di pemerintahan dimanapun dan apapun kedudukannya sering memanfaatkan jabatannya untuk mencari keuntungan kekayaan diri (juga untuk kepentingan kelompok dan golongannya) walaupun mereka bicara demi untuk kepentingan rakyat dan bangsa. Rakyat dikorbankan dan yang merasakan kesulitan demi kesulitan. Harga-harga kebutuhan pokok tidak terjangkau dan semakin langka. Bahkan sumber daya alam yang seharusnya dapat menjadikan sarana kemakmuran rakyat tergadaikan dan dikuasai pihak asing.

            Kerusakan akhlak dan kejahatanpun terjadi tidak hanya pada sebagian kecil rakyat melainkan merambah ke tokoh atau pejabat tinggi. Dalam hadits disebutkan pemimpin suatu negeri dipimpin oleh pemimpin yang fasik dan rendah akhlaknya. Mereka seharusnya menjadi panutan atau minimal contoh dalam kehidupan kaumnya justru mendemonstrasikan bentuk-bentuk kefasikan dan kerendahan bentuk akhlak. Sesuatu yang benar dalam menjalankan perintah agamapun dianggap keliru bahkan dianggap suatu kecelakaan fatal dalam kehidupan bermasyarakat. Sementara sesuatu penyimpangan yang melanggar tatanan beragama dan masyarakat dianggap suatu yang lumrah dan biasa bahkan suatu yang patut dibela.

            Wajar, ketika Allah mengirimkan berbagai macam bentuk bencana untuk membukakan mata penduduk suatu negeri. Ini tidak lain adalah sebagai bentuk kasih dan sayangNya Allah terhadap umatNya. Terkadang bentuk kasih dan sayangNya diberikan berupa keberkahan yang diturunkan dari langit dan bumi, dan terkadang juga bila umatNya mulai menyimpang diperingatkan dengan cara yang lembut. Dan terkadang pula ketika umatNya terlalu jauh menyimpang maka Allah memberi peringatan yang keras. Hal ini tidak lain agar mereka kembali ke jalan yang benar. Ini dikuatkan dengan akhir dari petikan ayat 41 dari surat Ar Rum (30) yang disebutkan bahwa semua yang terjadi ditimpakan oleh Allah agar supaya mereka (umatNya) merasakan sebagian apa yang mereka perbuat sendiri dan agar supaya mereka kembali ke jalan yang benar.

            Untuk itu agar bencana di negeri ini segara berlalu, maka perlulah seluruh komponen penduduk negeri ini untuk mengadakan suatu bentuk introspeksi diri (muhasabah). Introspeksi diri (muhasabah) di awal tahun (Tahun Masehi dan Hijriyah) untuk melangkah ke depan penuh dengan harapan, perlu diadakan Taubat Nasional dan Rekonsiliasi Nasional. Taubat nasional diharapkan untuk memperbaiki hubungan vertikal dengan Sang Pencipta yang memiliki dan penguasa serta pengatur alam semesta. Agar bencana dapat terhenti serta keberkahan dari langit dan bumi dibukakan. Selama ini bisa jadi kita telah meninggalkan kewajiban-kewajiban sebagai hamba Allah atau hanya sekedar melakukan lipservice ibadah atau formalitas ibadah tanpa ruh yang menyertai. Sementara rekonsiliasi nasional diharapkan untuk memperbaiki hubungan horisontal sesama anak bangsa yang sementara ini telah memajukan ego ketimbang kepentingan bersama. Hilangnya rasa simpati apalagi empati terhadap sesama walaupun ada bencana menimpa pada sebagian wilayah atau anak bangsa yangmana merekapun merupakan bagian dari kita sendiri. Kita yakin bahwa semua komponen anak bangsa menginginkan suatu keadaan yang lebih baik dari yang ada selama ini. Sinar perbaikan dan kebaikan di awal tahun 2011 Masehi, tinggal bagaimana untuk menggapainya. Smile

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

One Response

  1. Aji Saka16/04/2012 at 23:51Reply

    Apa benar doa qunut nazilah dapat unt menolak bencana(fisik/nonfisik termasuk kerusakan moral)….apa sudah waktunya ada fatwa qunut nazilah Nasioanal….hehehehe…..lagi2 bitngah…

Tinggalkan Balasan