Kondisi Ketika Manusia Berada di Alam Kubur

Sarkub Share:
Share

Hadits Pertama

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بالغَدَاةِ والْعَشِيِّ إنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ ، وإنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ ، فَيُقَالُ : هذا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ يَوْمَ القِيَامةَ

( صحيح البخاري)

Sabda Rasulullah SAW: “Sungguh jika diantara kalian telah wafat, diperlihatkan padanya tempatnya kelak setiap pagi dan sore, jika ia penduduk surga maka diperlihatkan bahwa ia penduduk surga, jika ia penduduk neraka maka diperlihatkan bahwa ia penduduk neraka, dan dikatakan padanya: inilah tempatmu. Demikian hingga kau dibangkitkan Allah di hari kiamat” (Shahih Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa barangsiapa yang telah wafat maka ia akan melihat tempatnya kelak yang akan ia tempati, setiap pagi dan sore diperlihatkan kepadanya, maka apabila ia akan menempati sorga maka ia akan melihat surga, namun apabila ia akan menempati neraka maka ia akan melihat neraka di setiap pagi dan sore, dan jika hal itu yang terjadi maka itu merupakan siksaan yang cukup tanpa ada siksaan kubur, begitupula jika ia diperlihatkan surga di setiap pagi dan sore maka hal itu merupakan kenikmatan yang luhur sebelum menempatinya. Maka fahami dan renungkanlah bahwa hal itu pasti akan datang kepada kita, dan sungguh beruntung bagi mereka yang setiap pagi dan sorenya melihat surga yang akan menjadi tempatnya kelak, maka hari-harinya semakin dekat dengan hari perjumpaannya dengan Allah subhanahu wata’ala. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan bahwa hadits ini mengandung makna yang sangat dalam dan memiliki banyak makna, yang diantaranya adalah bahwa:

kehidupan setelah kehidupan telah jelas adanya dan dibuktikan dengan hadits ini, hadits ini membuktikan bahwa ruh itu tetap hidup di alam kubur, karena yang wafat hanyalah jasad. Hadits di atas menyebutkan bahwa akan diperlihatkan tempat seseorang kelak di akhirat dan hal itu membutuhkan kehidupan, karena jika ruh telah meninggal maka apa yang diperlihatkan tidak akan terlihat olehnya, maka ruh orang yang telah meninggal akan tetap hidup sehingga ruh itu melihat apa yang diperlihatkan kepadanya kelak saat ia dibangkitkan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Maka keluhuran dan kemuliaan hadits ini mengingatkan kita, bahwa jika berada dalam kemuliaan atau dalam kehinaan, di dalam kenikmatan atau dalam musibah, dan jika hadits ini selalu kita ingat dan kita renungi, sebagaimana kita ketahui bahwa semua ucapan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mutiara-mutiara indah, dan jika kita berpegang teguh satu dari mutiara-mutiar indah tersebut, berpegang dengan satu hadits ini, sungguh hal ini akan menjadi obat di saat kita dalam keadaan sedih dan juga tidak akan membuat kita tertipu di saat kita dalam kenikmatan dan akan membuat kita selalu bersyukur dengan berpegang pada hadits ini, mengapa? karena kelak setelah kita wafat kita akan memiliki tempat keabadian, dimana di saat berada di alam kubur Allah subhanahu wata’ala memperlihatkan kepada ruh kita di setiap pagi dan sore tempat yang akan kita tempati kelak, surga atau neraka. Maka sungguh sangat beruntung bagi orang-orang yang beriman, dan beruntunglah kita yang hadir di majelis ini karena berada dalam tumpahan rahmat Allah subhanahu wata’ala.

Beruntunglah mereka yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah, dan sangat beruntung pula mereka yang memiliki keturunan yang shalih dan shalihah. Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa sayyidina Abdullah bin Abbas RA menjelaskan dimana ketika datang seorang lelaki kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya :

“wahai Rasulullah, ibuku telah wafat apakah akan bermanfaat baginya jika aku bersedekah atas nama ibuku ?”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab :

“iya betul, hal itu bermanfaat bagi ibumu yang telah wafat”. Maka bersedekah atau melakukan amal ibadah lainnya seperti bacaan Al qur’an atau yang lainnya yang dihadiahkan untuk yang telah wafat, hal itu bermanfaat untuknya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan hal ini menunjukkan suatu kemuliaan bahwa tidak terputus kebaikan sebab kematian jika mempunyai kerabat, teman, atau keturunan yang shalih dan shalihah yang mendoakannya.

Diriwayatkan di dalam Adab Al Mufrad oleh Al Imam Al Bukhari dalam Shahihnya bahwa Abu Hurairah RA berkata bahwa ketika salah seorang yang telah wafat dimuliakan oleh Allah subhanahu wata’ala, derajatnya diangkat oleh Allah setelah ia wafat, kemudian ruhnya bertanya kepada Allah subhanahu wata’ala : “Wahai Allah, bagaimana aku bisa termuliakan sedangkan aku telah wafat?”, padahal setelah wafat ia tidak bisa berbuat apa-apa, maka dikatakan kepada ruh tersebut : “ anakmu telah memohonkan pengampunan kepada Allah atas dosa-dosamu”, maka Allah menaikkan derajatnya di alam kuburnya, dan terlebih lagi kelak di akhiratnya.

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda diriwayatkan dalam Shahih Ibn Hibban dan lainnya :

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua terhadap anaknya, doa orang yang terdzhalimi, dan doa orang yang bepergian”

Tiga doa yang pasti dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala tanpa ada keraguan, yaitu adalah doa orang tua terhadap anaknya, kedua doa orang yang terzhalimi, maka berhati-hati terhadap orang yang dizhalimi karena jika ia berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala maka sungguh doanya akan dijawab oleh Allah, ketiga adalah doa orang yang dalam perjalanan, selama perjalanannya bukan dalam maksiat maka doanya pasti dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Hadits ini menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah doa seorang ayah kepada anaknya, namun bagaimana dengan doa seorang ibu kepada anaknya?, maka tanpa keraguan bahwa terlebih lagi doa seorang ibu akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, maka selama seseorang mempunyai orang tua yang masih hidup selalulah memohon doa kepada keduanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam kitab Adab Al Mufrad :

مَنْ برّ وَالِدَيْهِ طُوْبَى لَهُ، زَادَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيْ عُمْرِهِ

“Barangsiapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya keberuntungan baginya, Allah menambahkan usianya”

Dalam makna yang lain bahwa baginya kelak kemuliaan di surga, dan Allah menambahkan usia untunknya. Bagaimana usia bisa bertambah, bukankan usia itu telah ditentukan oleh Allah subhanahu wata’ala?, hal ini yang perlu kita fahami, banyak muncul pertanyaan mengenai “takdir”, yang sebagian diantara kita terkadang merasa bingung akan hal tersebut. Memang takdir tidak bisa berubah karena telah ditentukan oleh Allah subhanahu wata’ala, namun Allah juga telah menentukan sejak manusia belum lahir bahwa si fulan jika ia berbuat hal ini maka usianya sekian, rizkinya sekian, dan wafat dalam keadaan seperti ini, dan jika ia berbuat hal ini, maka usianya sekian dan rizkinya sekian, dan wafat dalam keadaan seperti ini, dan juga jika ia berbakti kepada orang tuanya maka usianya demikian, dan jika ia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya maka usianya sekian, maka hal itu telah ditentukan oleh Allah dan tidak akan bisa dirubah lagi. Namun jika kita memilih jalan yang terbaik, maka tentunya masa depan kita akan berubah ke arah yang lebih baik. Mereka yang selalu mengarah kepada jalan kebaikan maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan takdir yang lebih baik daripada takdir yang ia hadapi saat itu, maka selalulah berniat dengan niat yang ikhlas untuk membenahi keadaan agar menjadi lebih baik dan semakin baik, maka takdir kita di hari esok akan semakin baik dan semakin indah.

Hadits Kedua

قال رسول اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْه

(صحيح البخاري)

“Sabda Rasulullah SAW: “Sungguh Allah SWT tidak menyiksa/murka dengan linangan airmata, tidak pula dengan kesedihan hati, namun Allah bisa murka atau bisa mengasihani sebab ini: seraya menunjuk lidah beliau SAW, dan sungguh mayyit disiksa sebab raungan keluarganya atas kematiannya” (Shahih Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa jika seorang hamba dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, maka Allah berfirman kepada Jibril AS dalam hadits qudsi riwayat Shahih Bukhari:

 إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ

“ Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata : “ Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!” Maka Jibrilpun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit dan berkata: “ Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai pulalah dia oleh kalian semua, maka seluruh penduduk langit pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini .” 

Maka semua manusia sebelum mereka wafat, nama-nama mereka telah diserukan di kerajaan alam semesta dan telah dikenang sebagai hamba yang dicintai Allah subhanahu wata’ala atau hamba yang dimurkai-Nya. Namun bisa jadi dengan kehendak Allah Yang Maha Luhur dan Maha Suci, seorang hamba bisa dirubah keputusan hidupnya dari kehinaan untuk mencapai kemuliaan, dan hal itu tidaklah mustahil bagi Allah subhanahu wata’ala, karena alam semesta ini adalah milik Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala mampu membolak-balikkan kerajaan langit dan bumi ini dengan kehendak-Nya, untuk mencintai hamb-hambaNya si fulan atau membenci si fulan.

Selanjutnya hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kita baca tadi, bahwa seseorang yang menangisi orang yang telah wafat maka jenazah orang yang wafat itu tidak akan disiksa oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagian muslimin memahami bahwa menangisi orang yang telah meninggal maka si mayyit akan disiksa, tidak demikian halnya bahkan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq menangis di depan jenazah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu menangis di hadapan seorang bayi yang telah wafat, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengalirkan air mata ketika putrinya wafat. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan menjelaskan bahwa Allah tidak akan menyiksa seorang yang telah meninggal karena tangisan orang-orang yang ditinggalnya dan tidak juga Allah menyiksa atas kesedihan hati orang yang ditinggalnya , karena sepantasnya seseorang bersedih jika ditinggal oleh kekasihnya, namun Allah subhanahu wata’ala bisa murka terhadap jenazah sebab ucapan mereka yang ditinggalkan atau mengasihinya . Para imam ahlu hadits, diantaranya Al Imam Ibn Hajar Al Asqalni di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan makna hadits ini adalah yang dimaksud bahwa lisan (ucapan) yang bisa menjadikan jenazah disiksa adalah orang-orang yang melakukan niyahah (berteriak/meronta-ronta) seakan tidak menerima takdi Allah subhanahu wata’ala, dan si mayyit semasa hidupnya tidak mengajarkan kepada keluarganya bahwa menyesali takdir Allah adalah hal yang tercela, maka Allah tampakkan kehinaan kepadanya dengan tangisan keluarganya atas meninggalnya, maka dalam hal seperti ini jika semakin para keluarga dan kerabatnya menangis maka ia akan semakin terhimpit dan tersiksa, karena ia tidak mengajarkan kepada mereka untuk menerima dan bersabar atas takdir yang diberikan Allah kepada mereka. Maka dalam hadits tersebut tersimpan satu kata dan menjadi dalil yang jelas bahwa Allah bisa menyayangi jenazah sebab ucapan atau doa seseorang. Sebagian pendapat mengatakan bahwa orang yang telah meninggal maka amalnya terputus dan tidak lagi bisa sampai kepadanya amal apapun, akan tetapi orang yang masih hidup dapat menolong orang yang telah meninggal dengan doanya, hadits tadi merupakan salah satu dalil akan hal ini, dimana seorang jenazah bisa disiksa atau disayangi oleh Allah sebab lisan/ucapan orang yang hidup, jika orang yang masih hidup mendoakannya maka hal itu akan bisa merubah keadaannya di dalam kubur. Adapun yang dimaksud ucapan orang yang masih hidup akan menjadi musibah bagi jenazah di alam kuburnya adalah niyahah, seperti berkata dengan berteriak sambil menangis : “jika si fulan tidak melakukan hal itu maka ia tidak akan meninggal”, dan lainnya dari ucapan-ucapan yang menunjukkan penyesalan atas kematian seseorang, hal itulah yang menjadikan si mayyit tersiksa di kuburnya. Namun sebagian ulama’ berpendapat bahwa selama si mayyit di masa hidupnya ia mengajarkan kepada keluarganya untuk tabah dan sabar atas takdir Allah subhanahu wata’ala, maka ia tidak akan mendapatkan kesulitan tersebut di kuburnya, namun yang akan mendapatkan kesulitan adalah keluarganya yang masih hidup.

(Dikutip dari Pengajian Majelis Rasulullah, Pancoran Jakarta)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

6 Responses

  1. SPHD27/08/2012 at 10:45Reply

    menurut saya … jangan terlalu mudah mengartikan sebuah hadits atas dasar shahih dari bukhari … karena sesungguhnya TIDAK ada hadits hasan-shahih yang menentang QUR’AN …. please // be carefull

  2. kusmanta01/09/2012 at 18:31Reply

    ada lg!

  3. A'an26/04/2013 at 20:52Reply

    saya sependapat dg mbk dian….

  4. Rina Fitri Yanti05/03/2014 at 07:57Reply

    Allahu akbar….

  5. Abi Royyan14/06/2016 at 01:10Reply

    Subhanalloh mantaaaappp, izin ngeshare ya…

Tinggalkan Balasan