Kiat-Kiat Membentuk Anak Yang Sholeh/ah

Sarkub Share:
Share

 

Al-Mukarram KH Yusuf Chudlori menyampaikan resep agar mendapatkan anak saleh pada Majelis Muqimin Ahad Kliwon 5 Muharram 1437 tadi malam. Beliau menceritakan perjuangan Nabi Ibrahim agar memiliki anak yang saleh, sebagai bapak para nabi, jejak Khalilullah Ibrahim ‘alaihissalam patut kita tiru.

Nabi Ibrahim memohon selama 80 tahun agar diberi keturunan yang sholeh. Al-Quran mengabadikan doa pada surat Ash-Shaffat ayat 100. Tentu sebagai teladan yang wajib ditiru siapa saja yang menghendaki anak saleh.

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

 “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang sholeh.” (QS Ash-Shaffat[37]: 100)

Tidak tanggung-tanggung, doa ini beliau panjatkan setiap malam selama 80 tahun! Sebuah waktu panjang yang tidak bisa melampauinya kecuali orang yang benar-benar memiliki tekad dan keinginan yang kuat. Sering kita melihat kebesaran seorang tokoh tanpa melihat perjuangannya mendapatkan derajat tersebut.

Nabi Ibrahim juga sangat gemar bersedekah. Kitab tafsir merekam, setiap tahun ia menyedekahkan 400 sapi dan 1000 kambing. Sebuah jumlah fantastis yang senilai tidak kurang dari 10 milyar, jika dikonversi harga sekarang.

Nabi Ibrahim juga terkenal dengan sebutan Abadh-dhuyuf (orang yang selalu memuliakan tamu) karena ia sangat pandai menghormat tamu. Ia selalu makan bersama para tamunya. Jika tidak ada tamu ke rumahnya, ia akan mencari orang untuk diajak makan bersama.

Konsistensi Sang Kekasih Allah dalam bersedekah amat berkaitan dengan keinginannya mendapat anak sholeh. Sebab sedekah dapat menghindarkan dari musibah. Musibah tentu tidak hanya berbentuk tanah longsor, gunung meletus, dan bencana alam lainnya. Musibah yang lebih besar justru ketika memiliki anak yang tidak sholeh.  Anak yang sulit diatur, apalagi tidak mau ngaji.

Sedekah seberapapun akan sangat berpengaruh terhadap keturunan kita. Semakin banyak sedekah semakin besar peluang memiliki anak sholeh. Jika anak sholeh sudah kita dapatkan, kita akan panen doa, sebab anak sholeh tidak mungkin akan lupa kepada orang tuanya.

“Jadi untuk mendapatkan anak sholeh, seorang ayah sebaiknya mencontoh Nabi Ibrahim dengan doa yang terus menerus dan sedekah yang tak putus-putus.”

Bagi seorang ibu, juga bisa belajar dari perjuangan Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Ia berkeliling Bukit Safa dan Marwa tujuh putaran untuk mencarikan air bagi putranya, Ismail. Sebuah perjuangan yang keras untuk memenui kebutuhan anaknya.

Siti Hajar juga wanita yang amat patuh terhadap suaminya. Saat Nabi Ibrahim  ‘alaihissalam diperintah Allah untuk menyembelih Ismail, ia meminta pendapat istrinya. Kira-kira apa jawaban Siti Hajar? Apakah ia tidak rela? Bukankah saya sudah mengandungnya selama Sembilan bulan dengan penu kesusahan? Saya juga harus mempertaruhkan nyawa ketika melahirkannya? Apakah seperti itu jawaban Siti Hajar? Tidak! Ia hanya berkata,

“Saya ikuti perintah itu.”

Sebuah kepatuhan total seorang wanita kepada suaminya. Akhirnya, Khalilullah menanyakan langsung kesediaan disembelih kepada Nabi Ismail alaihissalam. Melihat kesepakatan kedua orang tuanya, iapun menurut. Ia hanya berkata :

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash-Shaffat[37]: 102)

Dari cerita ini dipetik hikmah bahwa dalam mendidik anak ayah dan ibu harus kompak. Ketika keduanya sudah seia sekata, anakpun akan mudah diarahkan.

 

Hari Santri Nasional

Al-Mukarrom KH Yusuf Chudlori juga menyorot penetapan Hari Santri Nasional. Wacana yang mulai berkembang pada masa pemilihan presiden ini akhirnya terwujud. Presiden Joko Widodo telah menetapkan Hari Santri Nasional jatuh pada 22 Oktober; 69 tahun yang lalu Resolusi Jihad ditandatangani oleh kiai-kiai NU yang dikomando Hadhratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari. Resolusi inilah yang mengawali perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan meletusnya Perang 10 November.

Resolusi Jihad tersebut menyerukan kewajiban berjihad berperang melawan Belanda dengan membonceng tentara sekutu yang bermaksud kembali menjajah Indonesia. Bagi kaum muslim sekitar Surabaya dengan jarak kurang dari masafah qashri (88 km) hukumnya fardhu ‘ain. Dan bagi kaum muslim dengan jarak melebihi masafah qashri hukumnya fardhu kifayah.

Resolusi inilah membakar semangat bangsa Indonesia untuk berjuang mati-matian melawan Belanda dengan bantuan sekutu, sehingga meletuslah Peristiwa 10 November. Namun, Peristiwa 10 november yang selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Pahlawan hanya mengenal Bung Tomo sebagai tokoh utama. Padahal ia hanya penyiar radio yang menyerukan perang lewat radio kepada bangsa Indonesia dengan teriakan takbir (allohu akbar).

“Jika Resolusi Jihad tidak dikeluarkan NU, niscaya Bung Tomo tidak berani meneriakkan takbir tersebut. Cuma sejarah ini tidak diakui oleh rezim Orde Baru sehingga tidak tercatat dalam buku pelajaran Sejarah di sekolah.”

Oleh karena itu, peringatan Hari santri Nasional ini penting sebagai pelurusan sejarah Bangsa Indonesia. Bahwa kiai dan para santrinya tidak perlu diragukan kesetiaannya kepada NKRI. Di saat genting justru merekalah yang menjadi benteng utama mempertahankan keutuhan Indonesia.

” Hari Santri Nasional sebagai motivasi agar masyarakat mengingat kembali pesantren. Agar anaknya nyantri di pondok pesantren. Demikian juga yang sudah memondokkan menjadi lebih mantap lagi. Para santri yang masih di pesantren juga semakin bersemangat. ” [bn]

Sumber : Tegalrejo.Net

 

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan