Khotbah Jum’at Memegang Tongkat

khotbah memakai tongkat
Sarkub Share:
Share
khotbah memakai tongkat
 
Di kalangan Nahdliyyin pelaksanaan khutbah jum’at selalu terlihat tongkat di tangan khatib selama khutbah dibacakan. Berbeda dengan sebagian golongan yang tidak memakai tongkat yang menilai bahwa khutbah sambil pegang tongkat Bid'ah, karena menurutnya tidak ada contoh dari Nabi saw. Dan menurut mereka yang boleh pegangan tongkat adalah orang yang sudah lanjut usia yang tidak dapat berdiri kecuali dibantu dengan tongkat.

KETERANGAN
Anggapan itu tidak benar. Khutbah jum'at boleh sambil pegang tongkat dan boleh tidak. Nabi saw, bila khutbah pegang tongkat. Bukan karena Nabi lanjut usia dan tidak mampu berdiri kecuali dibantu tongkat, namun itu sunnah. Diantara fungsinya adalah agar pada waktu khutbah tangan tidak bergerak liar, sebab khutbah jum'at beda dengan ceramah umum. Apakah ada dalil dari tradisi penggunaan tongkat saat khotib membacakan khotbah dan apakah ada hikmahnya?. Berikut pandangan ulama' seputar masalah tersebut.
 
Dasar hadits dalam kitab sunan Abi Dawud, bab al-Rajul Yahtubu ‘ala Qouts:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ حَدَّثَنِى شُعَيْبُ بْنُ رُزَيْقٍ الطَّائِفِىُّ قَالَ جَلَسْتُ إِلَى رَجُلٍ لَهُ صُحْبَةٌ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَالُ لَهُ الْحَكَمُ بْنُ حَزْنٍ الْكُلَفِىُّ فَأَنْشَأَ يُحَدِّثُنَا قَالَ وَفَدْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَابِعَ سَبْعَةٍ أَوْ تَاسِعَ تِسْعَةٍ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ زُرْنَاكَ فَادْعُ اللَّهَ لَنَا بِخَيْرٍ فَأَمَرَ بِنَا أَوْ أَمَرَ لَنَا بِشَىْءٍ مِنَ التَّمْرِ وَالشَّأْنُ إِذْ ذَاكَ دُونٌ فَأَقَمْنَا بِهَا أَيَّامًا شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَارَكَاتٍ ثُمَّ قَالَ « أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ لَنْ تُطِيقُوا أَوْ لَنْ تَفْعَلُوا كُلَّ مَا أُمِرْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ سَدِّدُوا وَأَبْشِرُوا ». قَالَ أَبُو عَلِىٍّ سَمِعْتُ أَبَا دَاوُدَ قَالَ ثَبَّتَنِى فِى شَىْءٍ مِنْهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَقَدْ كَانَ انْقَطَعَ مِنَ الْقِرْطَاسِ.
Dari hadits ini, Shan’ani mengatakan;
وَفِى الْحَدِيْثِ دَلِيْلٌ عَلَى اَنَّهُ يُنْدَبُ لِلْخَطِيْبِ اْلاِعْتِمَادُ عَلَى سَيْفٍ اَوْنَحْوِهِ وَقْتَ خُطْبَتِهِ (سبل السلام,ج2 ص59)
Hadits tersebut menjelaskan tentang kesunnahan khatib memegang pedang atau semisal (tongkat) pada waktu menyampaikan khutbahnya. (Subul al-Salam, Juz II, hal. 59)
 
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ

Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka  Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud hal. 824).

As Shan’ani mengomentari hadits terserbut bahwa hadits itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atan semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya”. (Subululus Salam, juz II, hal 59)
 

فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ


Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 180)

Jumhur ulama’ mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi khotib untuk memegang tongkat pada saat membaca khutbah. Hal di jelaskan oleh Imam Syafi’i di dalam kitab al-Umm juz I. Hal.272.
 
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَكُمُ اللهُ وَبَلَغْنَا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصًا وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُتَعَمِّدًا عَلَى عَنَـزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَلِكَ اِعْتِمَادٌ اَخْبَرْنَا الرَّبِيْعُ قَالَ اَخْبَرْنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ اَخْبَرْنَا اِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِانِ اَذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عَنَـزَتِهِ اِعْتِمَادًا (الأم ج1 ص 272)
(Imam Syafi’i ra berkata) mudah-mudahan Allah Swt. memberikan rahmat kepada beliau, dan telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah Saw. berkhutbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Al-Rabi’ mengabarkan dari imam Syafi’i dari Ibrahim, dari Laits dari ‘Atha’, bahwa Rasulullah Saw. jika berkhutbah beliau memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan tumpuan. (Al-Umm, juz I, hal.272)
 
Hikmah dianjurkannya memegang tongkat adalah untuk mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya. Demikian dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59).

Jadi, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. Tujuannya, selain mengikuti jejak Rasulullah SAW juga agar khatib lebih konsentrasi (khusyu’) dalam membaca khuthbah. Wallahua’lam bishshawab.

Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa khutbah sambil memegang tongkat mempunyai dasar yang kuat, namun masihkah hal ini diklaim sebagai perbuatan bid’ah?

 

(Dari berbagai sumber)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

2 Responses

  1. Alif Hayah24/05/2013 at 15:54Reply

    Wahabi pasti saja akan merasa tidak nyaman jika harus pakai tongkat, tangan takfirinya jd tidak bisa menuding ke sana ke mari, 🙂

  2. Zainul Waqud16/04/2016 at 07:48Reply

    Astaghfirullah. Wahabi-Wahabi berarti anda yang punya paham yg sesat lagi menyesatkan.

Tinggalkan Balasan