Jurus Ampuh Berdebat dengan Wahhabi

Sarkub Share:
Share

Setelah menulis buku Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir Syirik” pada tahun 2008, kemudian setahun berikutnya menulis buku Madzhab Al-Asy’ari Benarkah Ahlus sunnah wal Jama’ah, Idrus Ramli, penulis buku Buku Pintar Berdebat dengan Wahhabi ini bersama tim LBM NU Jember seringkali diminta mengisi pelatihan dan internalisasi Aswaja di kalangan nahdliyyin. Dalam kegiatan tersebut tak jarang juga diundang tokoh-tokoh salafi. Dari proses dan hasil perdebatan inilah buku ini kemudian ditulis.

Sebagai alumnus pesantren yang sering terlibat dalam kegiatan bahtsul masa’il, dan kemudian di bawah bimbingan KH Muhyiddin Abdusshomad (Rais Syuriah PCNU Jember) mempelajari secara mendalam terutama tentang aspek aqidah ahlussunnah wal jama’ahbersama beberapa alumnus pesantren lainnya, ustadz Idrus, demikian ia biasa dipanggil, terlihat sangat matang memaparkan hujjah-hujjah naqliyah dan aqliyah serta cita rasa gaya pemaparan dan seni berdebat khas yang diungkapkan dalam buku ini.

Untuk membuat semakin berbobotnya buku ini, buku mungil berwarna putih dengan cover berlambang tali jagat ini  juga dilengkapi dengan kisah-kisah  dialog dan perdebatan para ulama ahlussunnah wal jama’ah dahulu dengan  kalangan ulama wahhabi. Misalnya antara Sayyid ‘Alwi bin Abbas al- Maliki al-Hasani (ayahanda sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) dengan Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di (guru Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin) di Masjidil Haram Makkah, dialog terbuka antara Syaikh as-Syanqithi dengan ulama Wahhabi tuna netra, dialog al-Hafidz Ahmad al-Ghumari di Makkah al-Mukarramah, perdebatan Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, dan dialog Syaikh Salim Ulwan dengan Syaikh Abdurrahman Dimasyqiyath di Australia. Juga disertakan beberapa kisah perdebatan yang dilakukan para ustadz muda teman penulis di kalangan nahdliyyin atau alumni pesantren.

Tujuan yang ingin dicapai penulis buku ini sebagai tergambar dalam kata pengantarnya adalah agar buku ini menjadi panduan dalam berdialog dan berdebat dengan kalangan Wahhabi yang dewasa ini menamakan dirinya Salafi. Tujuan itu agaknya tercermin dari judul buku yang mentasbihkan diri sebagai ‘buku pintar’. Sebuah pilihan judul yang menarik dan sesuai pula dengan muatannya.

Buku dengan tebal 171 halaman ini terdiri dari sepuluh (10) bab, yaitu: Ngalap Barokah, Allah Maha Suci, Bid’ah Hasanah, Otoritas Ulama, Bukan Ahlussunah , Menurut al-Syathibi,Istighasah dan Tawassul, Cerdas bermadzhab, tradisi yasinan, dan permasalahan tradisi.

Tercermin dari sistematika bab tersebut buku ini antara lain memberikan argumentasi meyakinkan tentang adanya bid’ah hasanah, tradisi tahlilan dan yasinan, talqin, pembacaanushallingalap berkah, tawassul, keberadaan ta’wil semenjak ulama salaf, otoritas ulama dan lain sebagainya. Disinggung pula walau sekilas kritik terhadap ajaran Rafidah atau Syi’ah, terkait posisi aliran ini yang mengkritisi berlebihan para sahabat.

Bahkan dalam beberapa bab disinggung pendapat para ulama yang dihormati dan biasa dikutip ulama wahhabi, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taymiah, al-Hafidz Ibnu Katsir, Ibnu Qayyim, dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, namun justru menguatkan dalil golongan mayoritas ahlussunnah wal jama’ah. Misalnya, pendapat Ibnu Taymiyah tentang talqin berikut ini. (Lihat hal. 166)

“Talqin yang tersebut ini (talqin setelah mayit dikuburkan) telah diriwayatkan dari segolongan sahabat bahwa mereka memerintahkannya seperti Abi Umamah al-Bahili serta beberapa sahabat lainnya, oleh karena ini al-Imam Ahmad bin Hanbal dan para ulama lain mengatakan bahwa sesungguhnya talqin mayit ini tidak apa-apa untuk diamalkan…” (Majmu’ Fatawa Ibn Taymiyah, juz 1, hal. 242)

Karena berisi serial dialog dan dan perdebatan-perdebatan, maka kadang klasifikasi atau sistematika bab yang dicoba penulis tidak dapat terpahami dengan segera sebelum membaca subbabnya. Misalnya dalam bab bukan ahlussunnah, disusuli dengan subbab mereka golongan khawarij yang mendeskripsikan bahwa wahhabi bukan bagian dari Sunni, tetapi Khawarij, karena menganut ajaran takfir al-mukhalif dan istihlal dima’ al-mukhalifin (hal. 69-70). Untuk meyakinkan pembaca bahwa wahhabi bagian dari khawarij, penulis membeberkan pendapat beberapa ulama otoritatif sunni semacam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Muhammad Amin Affandi (Ibnu Abidin), dan Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Shawi (penulis tafsir al-Shawi Hasyiah tafsir al-Jalalain). Penjelasan bahwa wahhabi tergolong khawarij ini  dimulai pada halaman 69 hingga 87.

Sebagai buku penting yang membekali cara berdebat dengan kalangan salafi wahhabi, secara mantap buku ini juga mengulas ciri-ciri aliran bid’ah dan dhalalah menurut pandangan Imam as-Syatibi dalam kitab al-I’tisham. Ciri-ciri yang secara umum dapat dikenali dari ahli bid’ah ini adalah, terjadinya perpecahan dan perceraiberaian pendapat di kalangan internal aliran, berikutnya, gemar mengikuti teks mutasyabihat, kemudian, mengikuti hawa nafsu, menghujat generasi ulama salaf dan terakhir mereka sulit diajak berdialog.

Namun, dalam konteks pluralitas aliran dalam Islam, dan secara luas kenyataan pluralitas agama di Indonesia, buku ini harus dibaca dengan semangat sekedar mempertahankan ajaran internal ahlussunnah walj amaa’ah an-nahdliyyah (meminjam istilah aswaja di internal Nahdlatul Ulama). Katakanlah, buku ini semacam hak jawab internal kaum nahdliyyin atau golongan mayoritas umat Islam terkait kritik yang selama ini disematkan kaum salafiterhadap kaum sarungan ini. Bukankah perbedaan pendapat di antara umat Islam itu adalah rahmat, sebagaimana dinyatakan Imam al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr al-Shiddiq, “Perbedaan pendapat di kalangan  sahabat Nabi Muhammad merupakan rahmat bagi manusia”. Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga berkata, “Aku tidak gembira seandainya para sahabat Nabi Muhammad tidak berbeda pendapat. Karena seandainya mereka tidak berbeda pendapat, tentu tidak ada kemurahan dalam agama”. (hal. 67-68).

Akhir kata, buku ini terbukti telah mendapat sambutan yang hangat dari para peserta ketika diperkenalkan dalam acara Daurah Aswaja PWNU Jawa Timur yang diikuti Pengurus Syuriah PCNU se-Jawa Timur pada 17- 19 Desember 2010 lalu di Islamic Centre Surabaya. Karenanya, buku ini layak diapresiasi oleh kalangan nahdliyyin dan umat Islam, karena di samping dapat dianggap sebagai buku panduan pertama yang memakai metode tanya jawab dan dialog untuk mempertahankan dan membentengi  ajaran ahlussunnah wal jama’ah yang dalam akidah menganut pada Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi, buku ini ditulis oleh seorang aktivis Aswaja yang benar-benar terlibat langsung dalam perdebatan untuk mempertahankan benteng madzhab mayoritas ummat Islam di dunia. Akhirnya, selamat membaca!

Judul: Buku Pintar Berdebat dengan Wahhabi
Penulis: Muhammad Idrus Ramli
Penerbit: Bina Aswaja dan LBM NU Jember
Cetakan:1, September 2010
Tebal: vi + 171 halaman
Peresensi: Yusuf Suharto*

*Pengajar di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif  Denanyar Jombang  Jawa Timur, Mahasiswa S-2 Jurusan PAI Akidah Akhlak  IAIN Sunan Ampel Surabaya. (http://nu.or.id/)

**Ebook bisa didownload di http://www.sarkub.com/download/ atau langsung di http://www.mediafire.com/?xw6gymer4ir6azc

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

27 Responses

  1. Sehat dan Sukses10/12/2011 at 17:31Reply

    Mudah-mudahan web ini menjadi terus eksis menjadi pembela dan benteng Aswaja. Barakallahu li wa lakum..

  2. fairuzabady08/02/2012 at 08:23Reply

    saya ingin memiliki buku buku yg berkaitan kesesatan wahabi bagaimana saya dapat beli buku buku tsb rasanya di gramedia tidak ada saya tinggal di bogor apa mungkin saya dapatkan dimana yg mudah nya tksh

  3. Aji Saka11/02/2012 at 04:30Reply

    Buku ini harus menjadi buku bacaan wajib takmir2 masjid dan generasi muda aswaja serta masyarakat awan agar tidak meluas fitnah terhadap aswaja dan tidah mudah bingung krn keterbatasan pemahamannya.

  4. Triyono24/03/2012 at 17:37Reply

    Buku yang sesat & menyesatkan,hanya orang-orang bodoh yang akan tertipu dengan isi buku ini. Bagaimana sipenulis menggunakan dalil dari Al Qur’an & al hadits tapi tujuannya untuk menipu umat. Sebagaimana yang pernah Ali bin Abu Tholib katakan “Kalimat yang engkau sampaikan adalah haq tapi yang kau ingini adalah kebatilan”

    • bintang raya07/07/2012 at 17:38Reply

      triyono bener2 nie. sesama tanduk setan pasti panas baca judul buku ini. klo sempat baca pasti terbakar aqidah ente. buat mas derajat yang sarjana kuburan smg sehat selalu. amin

  5. Mas Derajad07/05/2012 at 21:07Reply

    @Triyono Rupanya masuk juga teman kita dari Wahabi ini. Situs ini diperuntukkan untuk tameng para pengikut aswaja dari pengaruh fitnah “bid’ah” yg sering didengungkan anda dan kelompok anda. Kami punya hujjah yang kuat dalam amalan kami. Sebaiknya kita saling menghormati amal kita masing-masing jangan saling menyalahkan. Jika ada yg tdk cocok, silahkan anda debat secara santun, kita gali kebenaran, bukan menghukumi dengan tafsir anda sendiri.

    • Prabu Minakjinggo21/05/2012 at 11:06Reply

      @ Kang drajad, jangan di tanggapi tentang triyono, di artikel tentang Bid’ah saja udah gak bisa melanjutkan diskusi karena mungkin keterbatasan pengetahuannya

  6. Alfa15/05/2012 at 20:06Reply

    Triono@dasar, pengikut tanduk setan ,panas klo liat kebenaran.

  7. Yusuf18/05/2012 at 07:39Reply

    Izin kopas dan share Mbah…
    Ngalap berkahe ya? 🙂

  8. Giok Hanafi19/05/2012 at 21:14Reply

    Salam ukhuwah Islamiyah ,,,

    Aku suka ngaji di manhaj salaf karena :

    -Mengutamakan Tauhid dan menutup sekecil mungkin ibadah yang dapat menjerumuskan umat kedalam jurang kesyirikan.

    -Ibadah yg diajarkannya simple,tidak ribet dan tidak macem2. (tidak ada upacara selamatan kematian,banca’an yang notabene ritual tsb harus mengeluarkan banyak uang).

    -Jika berdoa atau bershalawat atau berdzikir selalu memelankan suaranya tidak dikeras2kan melalui corong speaker masjid,yg notabene dpt mengganggu kenyamanan warga sekitar yg sedang istirahat.

    -Selalu berjalan dan menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    -Ajaran disampaikan murni ajarannya Rasulullah dan para sahabat2nya.

    Salam kenal juga …..

    • Mas Derajad19/05/2012 at 22:28Reply

      @Giok Hanafi Ya itu terserah saudara, tapi jangan beranggapan hanya anda dan kelompok yang mengikuti Rasulullah Muhammad S.A.W. Kamipun punya hujjah yang kuat sebagai hamba Allah yang mengikuti Qur’an dan Sunnah Rasulullah, bukan sekedar mengamalkan apalagi ikut-ikutan. Keyakinan yang merasa paling benar cenderung menyalahkan orang lain yang pada akhirnya menimbulkan permusuhan.

      Kebenaran hakiki hanya milik Allah

      Hamba Allah yang dhaif

      Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

    • Prabu Minakjinggo21/05/2012 at 11:13Reply

      Sungguh penalaran yang hanya berdasarkan logika saja, salafi mengklaim ajaran yang disampaikan murni ajaran Rasullullah SAW ??? hmm .. itu hanya isapan jempol belaka, yang benar adalah salafi senangnya memberangus sunnah Rasulullah SAW

  9. Abu Faraqna20/05/2012 at 16:53Reply

    @Mas Derajad… Kata-kata antum seperti orang yang benar-benar ahli ilmu & selalu merendahkan diri sebagai hamba Alloh yang dhaif. Tapi sayang antum belum faham kalau Islam itu telah sempurna & antum gak bisa membedakan antara perbuatan ini Sunnah atau bid’ah.

  10. Mas Derajad21/05/2012 at 00:59Reply

    @Abu Faraqna, saya dan mungkin beberapa umat islam lain, khususnya Warga NU yang Ndeso ini bukanlah ahli ilmu, kami mengikut ulama’-ulama’ kami yang kami yakini memiliki sanad yang musalsal sampai kepada Rasulullah Muhammad SAW. Ulama-ulama seperti Syaikhuna Khalil Bangkalan, KH. Hasyim Asyari dll merupakan contoh ulama yang gigih belajar ilmu bahkan sampai ke negeri dimana dimulai dan berkembangnya Islam. Beliau bukan sekedar belajar dari terjemahan, tapi memang belajar kepada ahli sanad dari semua cabang ilmu yang dipelajarinya. Jadi mustahil, mereka belajar ke Ahli bid’ah apalagi bid’ah sangkaan, maaf kaum wahabi, sebagai bid’ah dhalalah.
    Kami resah dengan ucapan pengikut Wahabi sejak lama, seperti bid’ahnya shalat tarawih lebih dari 11 rakaat. Namun Allah membuka kebenaran saat beberapa stasiun televisi menyiarkan langsung shalat tarawih dari Makkatul Mukarromah. Ternyata disanapun ulama Wahabi Ijma’ dan tidak berani merubah shalat tarawih 20 rakaat yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun lalu diamalkan ulama-ulama kami yang bermazhabkan Ahlu Sunnah Wal jamaah dengan mengikut Ulama Salafiyyah Syafi’iyyah, bukan Salafi Wahabi. Belum lagi tudingan yang lain.
    Jadi dengan adanya situs-situs seperti ini kami menunjukkan dengan jelas hujjah yang kuat mengikut junjungan kami Rasulullah Muhammad SAW.

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamva Allah yang dhaif

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  11. Abu Faraqna21/05/2012 at 05:49Reply

    “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah.” Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
    (QS. Luqman : 21)

    “Barangsiapa yang hidup di antara kamu sesudah (wafat)ku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak sekali. Maka wajiblah kamu berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafa Ar Raasyidin Al Mahdiyyin. Berpeganglah dengannya dan gigitlah (kuat-kuat) dengan gigi gerahammu. Dan awaslah kamu dengan perkara-perkara/urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya setiap (urusan) yang baru/muhdats (di dalam urusan agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” (HSR. Abu Dawud,Tirmidzi,Ibnu Majah, Ahmad,Ad Daarimi dan Hakim)

    “Barangsiapa yang berpaling dari madzhab Shahabat dan Tabi’in dan tafsir mereka kepada yang menyelisihinya, maka dia telah salah bahkan sebagai ahli bid’ah (mubtadi’). Karena sesungguhnya mereka itu (para Shahabat dan Tabi’in) lebih mengetahui tentang tafsir Qur’an dan maknanya sebagaimana mereka lebih mengetahui tentang kebenaran yang Alloh telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran itu”
    (Majmu’ Fatawa oleh Ibnu Taimiyyah & Al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an oleh Imam Suyuthi)

    Amma ba’du… “Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru (muhdats) dan setiap muhdats adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR.Muslim juz 3 & Nasa’i juz 3)

    Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya Allah tidak mengambil (mengangkat) ilmu dengan mencabutnya begitu saja dari (dada) hamba-hamba (Nya). Akan tetapi Dia mengangkat ilmu dengan matinya para ulama. Sehingga apabila tidak ada seorangpun alim, niscaya manusia akan mengambil pemimpin-pemimpin yang bodoh-bodoh. Lalu mereka ditanya, kemudian mereka berfatwa dengan tanpa ilmu (dalam riwayat yang lain : Mereka berfatwa dengan ra’yu/akal fikiran mereka semata), maka merekapun tersesat dan menyesatkan” (HSR. Bukhari juz 1 & juz 8 dan Muslim juz 8)

    Dari Abu Said Al Khudriy (ia berkata) : Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Sesungguhnya kamu akan mengikuti cara-cara orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lobang dhab (sejenis biawak), pasti kamu akan mengikutinya.”
    Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (yang dimaksud) yahudi dan nashara?”
    Beliau menjawab, “Maka siapakah lagi (kalau bukan mereka)” (HSR. Bukhari,Muslim,Ahmad)

    Tidak aku tinggalkan sesuatupun (sedikitpun) juga apa-apa yang Alloh telah perintahkan kepada kamu, melainkan sesungguhnya telah aku perintahkan kepada kamu. Dan tidak aku tinggalkan kepada kamu sesuatupun (sedikitpun) juga apa-apa yang Allah telah larang (cegah) kamu dari (mengerjakannya), melainkan sesungguhnya telah aku larang kamu dari (mengerjakan)nya” (Sunan Baihaqiy : 7/76 dan Ar Risalah oleh Asy Syafi’iy)

    “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’aam : 153)

  12. Abu Faraqna21/05/2012 at 06:06Reply

    “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (QS. Al Baqarah : 170)

    “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al Jaatsiyah : 23) Note : 1.Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.

    “Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.” (QS. An Nisaa’ : 135)

    “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur : 51)

    “Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyap kan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat kami dan peringatan- peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.” (QS. Al Kahfi : 56)

    “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’ : 65)

    • bintang raya07/07/2012 at 17:33Reply

      abu gosok nie ga nyambung.. dangkal n asal comot dalil aja. terjemahan ane jg banyak. ini pasti lama nyari-nyari terjemahan buat ngomentari mas derajat. salut berat buat mas derajat

  13. Mas Derajad21/05/2012 at 10:50Reply

    @Abu Faraqna Dalil anda jauh panggang dari api. Dan tampak sekali bahwa anda adalah pengikut Wahabi tulen, dengan mengkafirkan golongan lain secara kacau. Anda mengajukan dalil Qur’an dan Qoul Ulama, yang jelas saudara sendiri ingkar padanya. Semoga Allah memberi hidayah kepada saudara.

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah

    Hamba Allah yang dhaif

    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

    • Prabu Minakjinggo21/05/2012 at 11:19Reply

      Benar kang Drajad, si Abu Faraqna ini kayaknya baru bisa membaca terjemahan saja, wx…wx…lucu sekali cara penalarannya dan penggunaan dalil2 nya, ya… begitu lah kalau ngaji tanpa guru jadinya tanpa sanad, tapi lagaknya spt yang paling islami

  14. Abi Fikri09/06/2012 at 20:27Reply

    @abu faraqna: mohon ditanggapi pernyataan saudaraku Mas Derajad dan Prabu Minakjinggo… tolong tanggapi dengan dalil qoth’i dan ilmu yang jelas ya… 🙂

    jangan asal ambil dalil Al-Qur’an dan Hadits tapi anda tidak tau arah tujuannya…

    semoga kita semua diberi petunjuk oleh Alloh SWT untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki.

  15. Abi Fikri09/06/2012 at 20:30Reply

    salam kenal saking kulo kagem admin Wong Tegal, Mas Derajad, Prabu Minakjinggo lan sedoyo derek muslim kulo pengikut ASWAJA sejati…

  16. hamba Allah04/07/2012 at 16:31Reply

    beginilah kalau sama-sama ahli sunah ngotot membela guru2 mereka, padahal tidak satupun dari guru2 mereka baik yang wahabi maupun sufi itu maksum (terbebas dari kesalahan)marilah segala urusan ad-dien ini kita kembalikan kepada al-quran dan sunah tanpa disertai rasa dengki karena bisa saja ternyata salah satu dari mereka salah dalam urusan suatu masalah, dan benar dalam masalah yang lain. marilah kita merujuk ke permasalahan itu tanpa harus mencaci para ulama ahlusunah baik yang sufi maupun yang wahabi karena mereka berijtihad jika benar pahalanya 2 dan jika salah pahalanya satu. tetapi kita juga harus adil jika dimasa kemudian ijtihad ulama itu ternyata salah kita harus kembali kepada Allah dan rosulNya demi persatuan kaum muslimin (An-Nisa’; 59).

  17. TjahD7067A10/07/2012 at 17:25Reply

    untuk mas yang ngaku hamba allah.. perlu diklarifikasi perkataan sampeyan.. wahabi itu bukan ahlussunah, karena mereka semaunya.. tidak konsisten mengikuti imam mahzab.. suka mencampur & berpindah mengikuti hawa nafsunya.. kalau sampeyan berbicara dikembalikan kepada alquran & assunah, lalu siapakah yang paling paham?? tentu sayidina Muhammad SAW, setelah itu para sahabat yang diajari langsung oleh rasul saw, kemudian para tabiin dan diteruskan kepada para imam mahzab.. darimana kita bisa mengenal sunnah nabi saw?? tentu dari para imam mahzab.. karena mereka belajar langsung dan kemudian merangkumnya dalam kitab2 mereka.. para sahabat dan tabiin tidak membuat kitab.. jadi jelas bahwa wahabi bukan ahlussunah.. karena mereka berfatwa semaunya.. menuruti hawa nafsunya, mengingkari dan menjatuhkan fatwa para imam.. seolah olah mereka melebihi keilmuawan para imam.. padahal mereka tidak melampaui derajat al hafidh sekalipun, apalagi alhujah… yang bisanya hanya menukil-nukil hadits lalu dengan itu mereka berfatwa dan menjatuhkan fatwa para imam dan hal itu jelas batil..
    semoga taufik dan hidayahNya selalu menaungi hari2 kita, amin

  18. bintang raya09/08/2012 at 11:38Reply

    hebat..hebat..abu furaqna says: Dari Abu Said Al Khudriy (ia berkata) : Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Sesungguhnya kamu akan mengikuti cara-cara orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lobang dhab (sejenis biawak), pasti kamu akan mengikutinya.”
    Ane mau tanya siapa sekarang yang ngikut yahudi ato nasrani. tidak bisa dipungkiri yang mengikuti yahudi adalah mereka yang berfaham mujassimah (Allah berjisim seperti manusia). Aqidah ini yakin 100% adalah aqidah yahudi. Islam yang beraqidah seperti ini cuman sekte salafi wahabi seperti abu gosok..eh furaqna.

  19. sarkum26/08/2012 at 00:29Reply

    nyimak aja,,,

  20. Mazda Khoir19/02/2014 at 01:43Reply

    sukron katsir yaa.. akhi.. tepat sekali,, perjuangkan terus faham Ahlussunnah Wal Jama'ah.. kami turut mendo'akan semoga Alloh menerima amal ibadah kita semua.. Amiiin.

  21. Musa Asari19/09/2014 at 04:05Reply

    Makanya klu ngaji sm guru yg benar ilmunya dan nyambung sanadnya…
    Gitu mas abu gosooook…." Bkn asal comot dalil dan hadist…betul..betul…betul…"

Tinggalkan Balasan