Hukum Bayi Tabung

Sarkub Share:
Share

bayi tabungSetiap pasangan suami istri sangat mendambakan hadirnya seorang anak dari hasil buah cinta kasih mereka berdua, ada yang secara alami saja langsung hamil, ada yang minum jamu-jamuan, disuntik kesuburan dan lain-lain. Berbagai cara yang ditempuh pasutri untuk memperoleh keturunan, yang sekarang ini sedang ngetrend adalah bayi tabung. Bayi tabung merupakan langkah terakhir yang diambil walaupun kocek yang dikeluarkanpun dari 60 juta-100 juta.

Yang menjadi permasalahan di sini adalah, bagaimana Hukum Bayi Tabung dalam syari'at Islam? Baiklah akan kami bahas dalam artikel ini :

Hukumnya tafsil sebagai berikut:

* Apabila sperma yang di tabung dan yang dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan sperma suami istri, maka hukumnya
HARAM.

* Dan apabila sperma/mani yang ditabung tersebut sperma suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtarom, maka hukumnya juga
HARAM.

* Bila sperma yang ditabung itu sperma/mani suami istri dan cara mengeluarkannya muhtarom, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri maka hukumnya BOLEH.



Keterangan:

Mani muhtarom adalah yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang diperbolehkan oleh syara'

Tentang anak yang dihasilkan dari sperma, tersebut dapat ilhaq atau tidak kepada pemilik mani terdapat perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli.

Menurut Imam Ibnu Hajar tidak bisa ilhaq kepada pemilik mani secara mutlaq (baik muhtarom atau tidak) sedang menurut Imam Romli anak tersebut dapat ilhaq kepada pemilik mani dengan syarat keluarnya mani tersebut harus muhtarom.


 

Dasar Pengambilan Dalil



Al-jami'ul Shoghir hadis no. 8030

مامن ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم بن مالك الطائ الجامع الصغير



Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik (menyekutukan Allah ) disisi Allah dari pada maninya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal baginya. (HR. Ibnu Abid-dunya dari Hasyim bin Malik al-thoi)



Hikmatu Tasyri'wal Safatuhu, II: 48

من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه



Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiram air (maninya ) pada lahan tanaman (rahim) orang lain.



Al-Qolyubi, IV: 32

ولو أتت بولد عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ.



Apabila seoarang perempuan datang dengan membawa anak, dan diketahui bahwa anak tersebut bukan dari suaminya, dan dapat mungkin dari suaminya (namun secara yakin tidak dari suaminya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena bila tidak dilaksanakan penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak haram (suaminya).



Bujairimi Iqna' IV: 36

( الحاصل ) المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير محترم حال الدخول، كما اذا احتلم الزوج وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من منىّ اجنبى فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا طلقت الزوجة قبل الوطء على المعتمد خلافا لإبن حجر لأنه يعتبر أن يكون محترما فى الحالين كماقرره شيخنا.



(Kesimpulan) yang dimaksud mani muhtarom (mulia) adalah pada waktu keluarnya saja, seperti yang dikuatkan Imam Romli, meskipun tidak muhtarom pada waktu masuk. Contoh: suami bermimpi keluar mani, dan istrinya mengambilnya (air mani tersebut) lalu dimasukan ke farjinya dengan persangkaan, bahwa air mani tersebut milik laki-laki lain (bukan suaminya) maka hal ini dinamakan mani muhtarom keluarnya, tapi tidak muhtarom waktu masuknya kefarji, dan dia wajib punya iddah (masa penantian) jika suaminya menceraikan sebelum disetubui. Menurut yang mu'tamad, berbeda dengan pendatnya imam ibnu hajar yang mengatakan, kreterianya harus muhtarom keduanya (waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari Syaikhuna (Rofi'i Nawawi).



Kifayatu Al-akhyar, II: 113

لو إستمنى الرجل منية بيد امرأته او امته جاز لأنها محل استمتاعها



Jika seorang suami sengaja mengeluarkan air maninya dengan perantara tangan istrinya, atau tangan perempuan amatnya, maka boleh, karena perempuan tersebut tempat istima' (senang-senang) bagi seorang suami.



( Sumber : Dikutip oleh Tim Sarkub di
www.piss-ktb.com )

 

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

One Response

  1. Abu Nawfal25/05/2013 at 18:33Reply

    Bujairimi Iqna’ IV: 36 :

    “Contoh: suami bermimpi keluar mani, dan istrinya mengambilnya (air mani tersebut) lalu dimasukan ke farjinya …….”

    Yang jadi masalah, biasanya mani yang ditanam dalam rahim saat bayi tabung adalah hasil dari masturbasi. Bagaimana hukum onani dalam Islam?
    Mohon pencerahannya.

Tinggalkan Balasan