Haid, Nifas, Wiladah dan Istihadhah Menurut Imam Syafi’i

Sarkub Share:
Share

Larangan Bagi Wanita yang Sedang Haid dan Nifas

Ketika wanita mengalami haid dan nifas, diharamkan baginya delapan perkara, yaitu: sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, memegang dan membawa mushaf, masuk masjid, thawaf, jima’, bercumbu dengan suami di bagian tubuh yang terletak di antara pusar dan lutut

  • Sholat dan Puasa

“Dari Abu Said Al-Khudri r.a ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Bukankah bila Wanita-wanita itu haid ia tidak boleh sholat dan tidak boleh puasa?” “wanita-wanita itu menjawab ‘ya’. Itulah tanda berkurangnya kewajiban agamanya.” (HR Bukhari)

Wanita-wanita haid dan nifas , yang telah meninggalkan shalat dan puasa, tidak wajib membayar atau mengganti sholatnya dan wajib mengganti puasanya saja.

“Dari Aisyah r.a ia berkata, ‘kami diperintahkan membayar puasa dan tidak diperintahkan membayar sholat’” (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Membaca Al Qur’an, Menyentuh dan Membawanya

“Dari Ibnu Umar r.a bahwasannya Nabi SAW bersabda, “tidak boleh membaca suatu ayat Al Qur’an bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita-wanita yang haid.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

    لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلۡمُطَهَّرُونَ

“Tidak menyentuhnya (Al Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan” (Al Waqi’ah:79)

  • Masuk masjid

Wanita yang sedang haid dan nifas dilarang masuk masjid, baik karena khawatir akan mengotorinya maupun alasan lain. Jika sekedar masuk, misalnya untuk menggelar tikar dan sebagainya tidak mengapa, namun, dia tetap diharamkan berdiam diri dan berbolak-balik ke masjid. Seperti halnya hadist:

“Dari Aisyah ra. dia berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda kepadaku: “ambilkanlah untukku tikar di masjid!” saya berkata: “saya sedang haid” beliau bersabda “haidhmu itu bukan berada di tanganmu.” (HR. Muslim)

  • Thawaf

Wanita yang sedang haid dan nifas dilarang mengerjakan thawaf karena larangan ini seperti halnya larangan mengerjakan sholat.

“Dari Ibnu Abbas r.a dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Thawaf di Baitullah itu seperti sholat. Namun demikian, kalian bisa berbicara. Barang siapa ingin berbicara, maka jangan berbicara kecuali yang baik-baik.” (HR. Hakim)

Dalam sebuah hadist lain disebutkan:

“Dari Aisyah r.a ia berkata, ‘tatkala kami datang ke Sarif (suatu tempat antara Makkah dan Madinah), aku sedang haid, maka berkata Rasulullah: lakukanlah oleh kamu apa yang dilakukanoleh orang-orang yang berhaji, tetapi kamu tidak boleh Thawaf di Ka’bah hingga kamu suci terlebih dahulu’.” (HR. Bukhori dan Muslim)

  • Jima’

Wanita yang sedang haid dan nifas dilarang melakukan jima’. Dasarnya adalah Firman Allah:

وَيَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِيضِۖ قُلۡ هُوَ أَذٗى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Al Baqarah: 222)

Maksud dari menjauhkan diri dari mereka disini adalah tidak berhubungan badan. Dan yang dimaksud dengan suci adalah mandi sehingga bersih dari darah haid.

Adapun para ulama’ bersepakat bahwa Nifas diqiyaskan dengan haid, hal itu berarti hukum nifas sama dengan haid dalam segala perkara yang dihalalkan maupun diharamkan dan dimakruhkan maupun di sunnahkan karena darah nifas adalah darah haid yang berkumpul.

 

Mengenai Istihadhoh

Selanjutnya mari kita bahas tentang Istihadhoh yuk… ladys sarkub pasti tahu kan? Darah Istihadhoh adalah darah yang keluar lebih dari ukuran darah haid, darah Istihadhoh juga disebut darah penyakit, yang adakalanya datang sebelum masa haid, dan adakalanya sesudah masa haid. Dan wanita yang mengalami Istihadhoh juga tidak boleh meninggalkan sholat, puasa dan furu’-furu’ syar’iyyah lainnya. Wallohu A’lam.

Semoga Bermanfaat ya Ladys Sarkub, ditunggu komennya, jangan lupa Like dan Share yaa…

Sumber Pustaka:

  1. Al Bugha, Musthafa Diib. 2010. Terj, At Tadzhib fi Adillat Al Ghayat wa Taqrib Al Masyhur bi Matan Abi Syuja’ fi Al Fiqh Asy Syafi’i. (Solo: Media Zikir)
  2. Musthafa, Bisri Adib, dkk. 1992. Terj, Al Muwattha’ Al Imam Malik. (Semarang: CV Asy Syifa)
  3. Muthalib, Muhammad Yasir Abd. 2007. Terj, Mukhtashar Kitab Al Umm fi Al Fiqh. (Jakarta: Pustaka Azzam)
  4. Ya’kub, Ismail. 2000. Terj, Al Umm Al Imam Abi Abdullah Muhammad Bin Idris Asy Syafi’I Jilid I. (Kuala Lumpur: Victory Agencie)

(Ditulis Oleh: Dian Ayu Musyafa’ah Mahasiswa STAIN Maliki, Beasiswa Sarkub Peduli)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan