Fadlilah Membaca Surat Yasin

Sarkub Share:
Share

Dikeluarkan oleh Addarimiy hadits dari Anas ra marfu : “Barangsiapa yg membaca surat Yaasiin maka pahalanya menyamai 10 x  khatam Al-qur’an” (Mushonnif Abdurrazak)

Diriwayatkan dari Mamar ra bahwa dalam segala sesuatu ada jiwanya, dan jiwa Alqur’an adalah surat Yaasiin (Mushonnif Abdurrazak Juz 3 hal 372).

Bacalah surat Yaasiin karena padanya terdapat 10 keberkahan,

  1. mereka yg membacanya dalam keadaan lapar makan akan diberi rizki hingga kenyang,
  2. mereka yg haus akan diberi minum hingga sirna hausnya,
  3. mereka yg tak punya baju akan diberikan baju,
  4. mereka yg belum menikah maka akan diberikan jodohnya,
  5. mereka yg ketakutan maka akan diamankan dari ketakutannya.
  6. mereka yg dipenjara kecuali akan dikeluarkan,
  7. mereka yg dalam perjalanan maka akan diberi bantuan dalam perjalananya,
  8.  mereka yg kehilangan maka akan dikembalikan padanya
  9. mereka yg sakit akan disembuhkan,
  10. jika dibacakan pada mayyit maka akan diringankan baginya” (Baghiyyatul Haarits juz 1 hal 52)

Mengenai mereka itu sungguh berada dalam kemungkaran yg nyata, “Siapa pula yg mengeluarkan larangan membaca Alqur’an di malam jumat..?, boleh Yaasiin atau boleh apapun dari ayat ALqur’an,”

Mereka mengatakan tak boleh ada dalil pengkhususan suatu ibadah disuatu hari atau waktu, darimana hukum ini muncul..?, hanya ada pada orang bodoh yg tak mengerti hadits, mereka itu tak tahu hadits, hanya tahu menukil nukil lalu mengatakan sesat pada orang lain..,

Diriwayatkan bahwa Imam Masjid Quba menambahi bacaan surat Al Ikhlas setelah fatihah, ia selalu selesai fatihah ia membaca surat Al Ikhlas dulu, baru surat lainnya, maka ia telah menyamakan fatihah dengan surat Al Ikhlas, ia membuat surat al ikhlas mesti ada pada setiap rakaatnya.
bukankah hal ini tak pernah diajarkan oleh Rasul saw..?

Maka makmumnya protes, dan ia tetap bersikeras, maka ia dilaporkan pada Rasul saw, maka Rasul saw memanggilnya, dan menanyakan apa sebab perbuatannya itu..?

Maka Imam Masjid Quba itu berkata : “aku mencintai surat al ikhlas, maka aku tak mau melepasnya pada setiap rakaat.”

Maka Rasul saw menjawab : “Cintamu pada surat al ikhlas akan membuatmu masuk sorga! (Shahih Bukhari Bab Adzan).

Berkata AlHafidh Al Imam Ibn Hajar ALAsqalaniy dalam kitabnya Fathul Baari Bisyarah shahih Bukhari mensyarahkan makna hadits ini beliau berkata : “pada riwayat ini menjadi dalil diperbolehkannya mengkhususkan sebagian surat Alqur’an dengan keinginan diri padanya, dan memperbanyaknya dg kemauan sendiri, dan tidak bisa dikatakan bahwa perbuatan itu telah mengucilkan surat lainnya” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 3 hal 150 Bab Adzan.

Jelaslah sudah kebodohan akan ilmu hadits, bahwa Rasul saw tak pernah melarang seseorang mengkhususkan ALqur’an atau lainnya dari beragam ibadah untuk dibaca disuatu waktu atau tempat, bahkan jika hal itu karena cintanya pada ibadah itu maka itu akan membuatnya masuk sorga, demikian kabar gembira dari Rasulullah saw.

Sabda Rasulullah saw : ” Sebesar besar kejahatan muslimin pada muslimin lainnnya adalah yg bertanya tentang sesuatu yg tak diharamkan, menjadi diharamkan Karena sebab pertanyaannya” (Shahih Muslim)

(Sumber : Habibana Munzir Almusawa)

//

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

15 Responses

  1. pencari kebenaran14/09/2012 at 09:46Reply

    Mohon penjelasan yang jujur tentang derajat haditsnya. Kok kayaknya keberkahan membaca surat yasin gak masuk akal. misalnya keberkahan no. 1. Orang lapar baca surat yasin jadi kenyang. Kalau tidak keberatan diulas secara lengkap dan tentunya dengan jujur semua hadits fadlilah yasin. Trima kasih.

  2. Author

    Dian Kusumaningrum14/09/2012 at 17:41Reply

    Sdr PK : Soal hadits adlh kompetensi pr imam hadits, ulama skrg apalagi KITA tdk mampu utk mengkritisi hadits yg ada di kitab2 yg dikodifikasi oleh 6 imam hadits : Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud dn Ibnu Majah. Adapun hadits2 dhoif boleh dipake utk Fadhoilul ‘amal, ini sdh ittifaq pr ulama krn hadits dhoif itu bukan berarti tdk ada, hanya sanadnya yg dhoif. Adpun hadits palsu (maudhu’) sdh sejak dahulu tersisihkan, jd kalo skrg ada mk segera ketahuan kepalsuanya, spt yg teksnya:Laa tusayyiduni fis sholah ” (jgn engkau panggil aku sayid dlm sholat).

    Pertanyaan kedua : Rasulullah bersabda : Org membaca Yasin, mk dia aman hingga bsknya.Artinya mrk yg membaca Yasin dijamin RIZKI PRIMERNYA spt makan, minum, dsb. sehingga tdk akan kelaparan dlm wktu sehari semalam.

    • kang idin14/09/2012 at 18:45Reply

      makasih,dan minta ijin tuk di sebarkan…

      • Author

        Tim Sarkub15/09/2012 at 07:57Reply

        wa’alaikum salam. alhamdulillah, salam kenal juga dari kami. syukron

    • pencari kebenaran15/09/2012 at 09:57Reply

      makanya kita harus belajar dari ulama ahli hadits untuk mengetahui derajat suatu hadis. di dalam mengamalkan suatu hadits kita tidak boleh srampangan. dalam hal ini saya minta kepada tim sarkub yang tentunya ilmunya mumpuni untuk membahas derajat hadits-hadits tersebut berdasarkan kitab-kitab hadits, bukan kita sendiri-sendiri.

      • andik15/09/2012 at 13:46Reply

        justru Ulama yang ngaku ahli hadits jaman sekarang yang keblinger macam albani atw bin baz,,,,mereka tidak punya kompetensi untuk mengkritisi hadits karena syarat untuk menjadi ahli Hadits harus hafal 100.000 hadits beserta sanad dan matannya,,,,sedangakan sekarang total hadits yang ada hanya kurang dari 100.000..bagaimana mungkin kita bisa mengkritisi Imam Syafi’i yang menghafal 600.000 hadits atw imam nawawi yang hafal 500.000 hadits ataw Imam ghozali 300.000 hafist….ckckck

  3. Author

    Dian Kusumaningrum15/09/2012 at 14:53Reply

    Setuju sdra Andik..Sebagai tambahan keterangan..
    Mengenai fatwa IMAM SYAFII tentunya fatwa Hujjatul Islam Al IMAM SYAFII jauh lebih patut didengar dan dipercaya dari seorang Bin Baz/Albani,dll(ulama Wahabi) dan tidak bisa dibandingkan antara keduanya,karena IMAM SYAFII sudah menjadi Imam sebelum Imam Bukhari lahir, dan ia adalah guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal itu hafal 1.000.000 hadits dengan sanad dan matannya.
    Dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata : 20 tahun aku berdoa setiap malam untuk Imam Syafii, dan Imam Syafii adalah Imam besar yang ratusan para Imam mengikuti madzhabnya.
    Mengenai Imam Ghazali beliau adalah Hujjatul Islam, telah hafal lebih dari 300.000 hadits
    dengan sanad dan hukum matannya.
    Beda dengan para wahabi yang diakui sebagai imam padahal mereka tak satupun sampai ke
    derajat Al Hafidh (hafal 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya), tapi fatwanya
    menghukumi hadits – hadits seakan mereka itu para Nabi, dan ulama lain adalah salah. Nauzubillah

  4. tmalaysiana@yahoo.co.id15/09/2012 at 19:32Reply

    Setuju saudara PK sy sangat kurang ilmu agama Islam, tapi sy juga tdk akan sembarangan mengikuti hadist2 tg ada harus hati2 krn banyak yg palsu dan menyelisihi Al qur’an, tapi tdk akan menghina saudara sesama muslim yg sangat meyakininya, yg penting tetap bersaudara walaupun beda dalam memahaminya, Islam memberi kemudahan bagi pemeluknya.

  5. kusmanta16/09/2012 at 21:36Reply

    Alhamdulillah . . . , kawulo sowan malih,nderek ngaos wontn sarkub, nwn

  6. kusmanta16/09/2012 at 21:44Reply

    termakasih kpada tim sarkub,mas derajat, ibu/mbak dian k, dll,truslah ber dakwah, kami hanya dpt berdoa smoga Alloh SWT memberi kekuatan lahir dan batin, Amin ya Robbal’alamin

  7. Akhmad Sobikhan03/10/2012 at 08:18Reply

    Saya ikut ulama aja termasuk didalam sarkub karena santrinya ulama….he….he…..tidak mudah mendhoifkan hadist apalagi melarang mengamalkan hadits dhoif untuk keutamaan amal,,,,,endak usah ya….ikut Salafus sholih atau kyai kita kadang menyebut Salafiyah tapi bukan Salafi lho, jangan keliru karena salafnya salafi cuma sampai bin baz dkk atau paling banter ya Ibn Taimiyyahlah

  8. ita12/04/2013 at 13:39Reply

    kami sampaikan selamat,dan maju terus,,,dukungan dan doa kami atas usaha menangkal kengawuran oleh pihak2 yg dangkal ilmunya serta mendangkalkan ilmu agama saudara2 kita di tanah air,,semangatt

  9. A'an19/04/2013 at 09:32Reply

    Ada Orang yang Mengaku sebagai Muhaddits? Cek Dulu Apakah Kriteria-kriteria Berikut ini Sudah Terpenuhi?

    Bismillahirrahmaanirrahiim.
    Menjadi seseorang ahli hadits yang mencapai derajat sebagai Muhaddits, apalagi derajat muhadditsul muhadditsiin (muhadditsnya para muhaddits), sungguh tidak enteng dan tidak mudah kriteria persyaratan serta tanggungjawabnya. Sehingga tidak sembarangan orang boleh mendakwakan bahwa dirinya sendiri atau orang lain telah mencapai derajat muhaddits, ia harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang sangat berat dan harus pula diakui oleh ulama’-ulama’ lainnya yang memiliki kompetensi. Untuk mengetahui bagaimana beratnya dan ketatnya kriteria-kriteria tersebut, ada baiknya kita simak apa yang disampaikan oleh al-Imam Taajuddin as-Subki rahimahullah yang tercantum di dalam salah satu kitab karya beliau yaitu kitab Mu’id an-Ni’am wa Mubiid an-Niqam.

    Ada suatu kelompok orang yang mengkaji kitab Masyaariq al-Anwaar karya ash-Shaaghaaniy, dan bahkan ditambah pula dengan mengkaji kitab Mashaabih karya al-Baghawi, lalu mereka mengira hanya dengan kriteria yang sedemikian itu saja maka mereka dapat mencapai derajat sebagai muhaddits. Maka sejatinya pendapat mereka itu merupakan wujud kebodohan mereka terhadap ilmu hadits, meskipun mereka hafal isi kedua kitab tersebut di luar kepala, dan ditambah lagi dengan dua kitab lagi yang semisal kedua kitab tadi, maka belumlah mereka mencapai derajat sebagai muhaddits, dan tidak akan mengantarkan mereka mencapai derajat muhaddits sedikitpun hingga onta dapat masuk ke lubang jarum. (Taajuddin As Subki, kitab Mu’id an-Ni’am wa mubid an-Niqam, halaman 81)

    Maka apabila mereka menyatakan bahwasanya mereka telah sampai pada derajat tinggi di dalam bidang ilmu hadits –menurut persangkaan mereka— yaitu hanya cukup dengan menyibukkan diri mengkaji kitab Jami’ul Ushul karya ibnu al-Atsir, dan ditambah lagi dengan kitab ‘Ulum al’-Hadits karya ibnu Sholah atau kitab ringkasannya yang berjudul at-Taqrib wa at-Taysir karya imam an-Nawawi, atau kitab lain yang semisalnya, lalu mereka mendakwa, “Barang siapa yang mencapai derajat ini, maka ia telah menjadi seorang muhadditsnya para muhaddits, dan dapat diumpamakan seperti Bukhari zaman ini,” atau dengan perkataan-perkataan dusta mereka yang lainnya, maka sesungguhnya hal-hal yang telah kami sebutkan tadi ia tidak dapat dihitung sebagai seorang muhaddits sedikitpun hanya dengan bermodalkan kadar ilmu yang seperti itu. (Tajuddin As Subki, kitab Mu’id an-Ni’am wa mubid an-Niqam, halaman 81-82)

    Sesungguhnya yang disebut muhaddits adalah mereka yang mengetahui Isnaad, ‘ilal, nama-nama rijal, al-‘aali dan an-naazil, hafal banyak matan, menyimak Kutub As Sittah, Musnad Ahmad, Sunan Al Baihaqi, Mu’jam At Thabarani, dan ditambahkan pula dengannya seribu juz daripada kitab-kitab hadits. Dan yang demikian ini adalah derajat yang paling rendah dari seorang muhaddits. (Tajuddin As Subki, kitab Mu’id an-Ni’am wa mubid an-Niqam, halaman 82-83)
    Selain itu mari kita simak juga kitab Tadrib ar-Rawi fii Syarhi Taqriib an-Nawawi karya al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi rahimahullah. Di kitab tersebut disebutkan mengenai kriteria Muhaddits dan al-Hafizh. Mengenai kriteria al-Hafizh, al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi menukil pendapat dari al-Imam Taqiyyuddin as-Subki:

    Dan telah berkata Syaikh Taqiyyuddin as-Subki: “Bahwasanya ia telah bertanya kepada al-Hafizh Jamaluddin al-Mizzi perihal batasan-batasan jumlah banyaknya hafalan yang ditentukan bagi seseorang yang bergelar al-Hafizh? Maka Syaikh al-Mizzi menjawab: Perihal ini dikembalikan kepada para pakarnya. Maka aku (Syaikh Taqiyyuddin As-Subki) bertanya: Dimana ditemukan pakarnya? Sangat langka tentunya, jawab syaikh al-Mizzi: Sangat sedikit memang. Minimal orang yang bergelar al-Hafizh mengetahui para perawi hadits, baik biografinya, perilakunya, dan negerinya, yang ia ketahui lebih banyak daripada yang tidak diketahui. Agar lebih jelas mengenai permasalahan ini kepada khalayak ramai, aku (Syaikh Taqiyyuddin as-Subki) berkata: Orang yang semacam ini sangat langka di zaman ini.” (Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi, juz 1, halaman 15)
    Adapun mengenai kriteria Muhaddits, dijelaskan lagi oleh beliau dengan menukil pendapat beberapa ulama diantaranya:

    Dan berkata Syaikh Fatkhuddin ibn Sayyidunnaas: “Dan adapun muhaddits di zaman kami adalah orang yang menghabiskan waktunya dengan hadits-hadits baik secara riwayat maupun dirayah, dan mengumpulkan riwayat-riwayat, mengetahui sebagian besar para perawi di masanya, ia termasuk orang yang unggul di bidang ini dan dikenal kebagusan daya hafalnya serta masyhur kedhabitannya (tingkat ketelitiannya), maka apabila ia memiliki keluasan di dalam hadits hingga ia mengetahui guru-gurunya, dan guru-guru daripada guru-gurunya, tingkatan demi tingkatan, sekiranya yang ia ketahui daripada tiap tingkatan lebih banyak daripada yang tidak ia ketahui, maka orang ini disebut sebagai al-Hafizh.” (Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi, juz 1, halaman 15)

    Dan sungguh telah menetapkan para salaf mengenai muhaddits dan al-Hafizh dengan makna, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’id as-Sam’aani dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Zur’ah ar-Razi, ia berkata, “Aku mendengar Abu Bakr bin Abi Syaibah berkata: Barang siapa yang tidak menuliskan hadits sebanyak dua puluh ribu hadits secara imla’ maka ia tidak terhitung sebagai ahli hadits.” (Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi, juz 1, halaman 13)

    Di dalam kitab al-Kaamil karya ibnu ‘Adiy dari jalur an-Nufailiy, ia berkata: “Aku mendengar Husyaiman berkata: Barang siapa yang tidak menghafalkan hadits, maka ia tidak termasuk daripada ahli hadits.” (Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi, juz 1, halaman 13)
    Berdasarkan keterangan dari kitab Tadrib ar-Rawi diatas, maka salah satu syarat menjadi seorang muhaddits adalah menghafal hadits. Tentunya menghafalnya tidak sebatas menghafal hadits puluhan atau ratusan hadits saja, akan tetapi mencapai ratusan ribu hingga jutaan hadits beserta sanad perawinya dan hukum-hukum yang menyertainya.

    Dan diriwayatkan mengenai kadar banyaknya hafalan hadits seorang yang bergelar al-Hafizh, telah berkata imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah: Aku susun kitab al-Musnad dan aku memilihnya dari 750.000 hadits. Dan telah berkata Abu Zur’ah ar-Raziy: Bahwasanya imam Ahmad bin Hanbal hafal Satu juta hadits. Dan telah berkata Yahya bin Ma’iin: Aku telah menulis satu juta hadits dengan tanganku sendiri. Dan telah berkata al-Bukhari: Aku menghafal seratus ribu hadits shahih, dan dua ratus ribu hadits selain hadits shahih. Dan telah berkata Muslim: Aku karang kitab musnad ini dari tiga ratus ribu hadits shahih. Dan telah berkata Abu Dawud: Aku tulis apa-apa dari Rasulillah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam sebanyak lima ratus ribu hadits, lalu aku memilih daripadanya untuk aku tulis di kitab as-Sunan. (Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi, juz 1, halaman 16)

    Dan telah berkata al-Hakim di dalam al-Madkhal: Bahwasanya salah seorang dari para Huffazh hafal sebanyak 500.000 hadits. Aku mendengar Abu Ja’far ar-Razi berkata: Aku mendengar Abu Abdillah bin Warah berkata: Aku bersama Ishaq bin Ibrahim Naisaburi, maka berkata seorang laki-laki dari Iraq: Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: Hadits shahih yang aku hafal sebanyak 700.000 lebih, dan lelaki ini, yakni Abu Zur’ah, sungguh ia telah menghafal 700.000 hadits, berkata al-Baihaqi: aku meriwayatkan semua yang shahih daripada hadits-hadits Nabi dan perkataan para shahabat dan Tabi’iin. (Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi, juz 1, halaman 16)
    Lihatlah, para imam kita, hafal ratusan ribu hingga jutaan hadits!
    1. Imam Ahmad bin Hanbal hafal 700.000 hingga satu juta hadits
    2. Imam Yahya bin Ma’iin hafal satu juta hadits.
    3. Imam al-Bukhari hafal 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits selain hadits shahih.
    4. Imam Muslim hafal 300.000 hadits shahih.
    5. Imam Abu Dawud hafal 500.000 hadits
    Para imam tersebut tidak hanya hafal matan hadits saja, akan tetapi semua ilmu yang berkaitan dengan hadits seperti isnaad, ‘ilal, nama-nama rijal, al-‘aali dan an-naazil sebagaimana yang disebutkan oleh Taajuddin as-Subki di awal pembahasan.
    Terakhir, sebagai bahan renungan, jika pada zamannya imam Taqiyyuddin as-Subki (Sekitar abad 7 H) jumlah orang yang memenuhi syarat mendapat gelar al-Hafizh saja dapat dibilang langka, apalagi di zaman kita sekarang ini, abad 14 H? Jika ada seseorang yang tiba-tiba mengaku atau “dimunculkan/diorbitkan/dikarbitkan” oleh kalangan tertentu sebagai muhaddits zaman ini atau Bukhari-nya zaman ini kemudian dengan seenaknya ia mengkritik hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam muhaddits diatas, mengacak-acak karya imam-imam besar tersebut, sedangkan syarat-syarat paling minimal untuk mendapat legitimasi derajat muhaddits saja tidak terpenuhi, maka sejatinya ia telah merusak Islam dari dalam.

    Wallaahu a’lam bish-showaab

    Referensi:
    1, Kitab Mu’id an-Ni’am wa Mubid an-Niqam, karya imam Taajuddin as-Subki.
    2. Kitab Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi, Karya imam Jalaluddin as-Suyuthi.

  10. muhammad27/10/2017 at 21:42Reply

    Teman teman semua bila ingin mendapatkan audio surat yasin silahkan Download Surat Yasin gratis.

  11. indra25/05/2018 at 05:12Reply

    Terimakasih Atas Penejelasanya Sangat Membantu Dan Menambah Wawasan

Tinggalkan Balasan