Bolehkah Istri Menjadi TKW

Sarkub Share:
Share

kisah bidadariTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA TKI TAHUN 2005-2008 (STUDI DI DESA KIHIYANG KECAMATAN BINONG KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT)

Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

 

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)

Keluarga adalah lembaga sosial terkecil dalam masyarakat, keharmonisan keluarga dapat terwujud jika unsur-unsur pembentukan keluarga harmonis itu terpenuhi dengan baik. Islam adalah agama yang senantiasa memuliakan umatnya, sehingga posisi keluarga yang mempunyai peran penting dalam masyarakat seharusnya menjadi perangkat sekaligus lembaga yang senantiasa memberikan ketenangan dan ketentraman sekaligus tempat berteduh dalam menjalankan aktifitas ibadah kepada Allah SWT.

Fenomena istri bekerja menjadi TKW bukanlah fenomena baru bagi masyarakat Desa Kihiyang, karena dalam masyarakat Desa Kihiyang istri menjadi TKW bukanlah sesuatu yang tabu dan dianggap sebagai pekerjaan yang hina, akan tetapi bekerja sebagai TKW merupakan pekerjaan mulia. Faktor yang mendorong istri bekerja sebagai TKW adalah adanya himpitan perekonomian keluarga yaitu; penghasilan suami yang kurang mencukupi kebutuhan keluarga, sempitnya lapangan kerja serta adanya tren yang terjadi di Desa Kihiyang yaitu istri bekerja sebagai tenaga kerja wanita(TKW). Fenomena tersebut menjadi daya tarik sendiri bagi penyusun untuk menelitinya, karena tidak dapat dipungkiri lagi bahwa adanya permasalahan dalam keluarga TKI di saat istrinya bekerja di luar Negeri, yaitu bagaimana hak dan kewajiban suami istri itu dijalankan serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap istri bekerja menjadi TKW.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sampel penelitian ini adalah keluarga yang salah satu anggota keluarganya menjadi tenaga kerja Indonesia khususnya istri yang bekerja sebagai TKW. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling yaitu, suatu teknik pengambilan sampel yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan waktu, biaya serta tenaga. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dokumentasi dan kepustakaan. Analisis instrument meliputi analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga TKI dan dampak dari istri bekerja sebagai TKW terhadap tatanan kehidupan keluarga di Desa Kihiyang serta tinjauan hukum Islam terhadap istri bekerja sebagai TKW.

 

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

1) Keberlangsungan hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga TKI yang sifatnya interaksi secara langsung antara suami istri tentunya tidak dapat dijalankan, karena adanya jarak jauh antara suami yang berada di rumah (Indonesia) sedangkan istri berada di luar negeri (Saudi Arabia, Abu Dhabi dan Taiwan). Akan tetapi keberlangsungan kehidupan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah dan kepengurusan anak dapat dijalankan dengan adanya sosok nenek/mertua yang ikut membantu keluarga TKI.

2) Istri bekerja di luar rumah dengan izin suami dalam Islam memang dibolehkan, karena keadaan tertentu yang menuntut istri bekerja. Begitu juga dengan istri bekerja sebagai TKW, Islam membolehkan selama istri yang bekerja sebagai TKW mendapatkan izin dari suaminya, akan tetapi kebolehan tersebut dapat berubah manakala adanya kemudlaratan yang disebabkan oleh istri bekerja sebagai TKW, yaitu adanya ancaman keharmonisan keluarga dan kurang diperhatikannya anak.

Sebenarnya, kedudukan wanita itu sama dengan lelaki pada asal kejadiannya. Karena dua jenis makhluk Tuhan ini diciptakan dari unsur yang sama (QS an-Nisa: 1, al-A’raf: 189, al-Zumar: 6). Kedudukan wanita sama dengan lelaki pada hak untuk hidup (QS al-Nahal: 58-59). Wanita dan lelaki juga punya hak yang sama di depan kewajiban agama, pahala dan dosa (QS Ali Imran: 195, an-Nisa’: 124). Kedudukan wanita juga sama dengan lelaki dalam pandangan hukum (QS al-Maidah:38, an-Nur:2).

Bahkan, wanita juga ikut serta dengan lelaki dalam aktivitas sosial, seperti membayar zakat, melihat orang sakit, amar makruf nahi munkar, belajar, mengajar, dan lainnya (QS. At-Taubah: 71). Para istri Rasulullah SAW dan istri para sahabat juga ikut serta dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh prajurit Islam. Mereka bertugas menyediakan makanan, minuman, dan merawat para prajurit yang terluka. Bahkan Fatimah, anak Rasulullah SAW, berperan aktif dalam peperangan Uhud (Syaikh Muhammad Rasyid Ridha: Huquq an-Nisa’ Fi al-Islam).

Namun, peranan utama wanita dalam kehidupan ini adalah sebagai ibu rumah tangga, menetap di rumah, mengurus keluarga dan menjaga para anaknya (QS al-Ahzab: 33). Ini merupakan pekerjaan wanita yang sudah menjadi kesepatakan para ulama, bahkan juga kesepakatan berbagai agama.

Namun begitu, wanita bisa saja bekerja di luar rumah, jika dia memerlukannya, atau pekerjaan itu yang memerlukan dirinya.

Bahkan bekerja di luar rumah itu bisa menjadi wajib atas seorang wanita, jika itu sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada kalanya hukum bekerja di luar rumah bagi wanita itu adalah sunat (tidak wajib), seperti menuntut ilmu tambahan dari kebutuhan dirinya. Dan juga termasuk sunat (tidak wajib) wanita bekerja di luar rumah membantu suaminya. Ada kalanya juga hukum wanita bekerja di luar rumah itu boleh (mubah).

Walaupun begitu, ada juga sebagian ulama yang tidak membenarkan wanita bekerja di luar rumah. Menurut mereka, wanita itu hanya cukup bekerja mengurus rumah tangga serta menjaga anak-anaknya (Prof. Dr Muhammad al-Shadiq Afifi: al-Mar’ah wa Huququha Fi al-Islam).

 

Diantara hujjah yg tidak memperbolehkannya adalah sbb:

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah bersabda, "Artinya : Tidak diperbolehkan seorang wanita bepergian selama tiga hari melainkan bersamanya ada seorang muhrim". [HR. Muttafaq ‘alaih]

Dan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Artinya : Tidak diperbolehkan seorang wanita bepergian selama dua hari melainkan bersamanya seorang muhrim darinya atau suaminya". [HR. Muttafaq ‘alaih]

Pendapat sebagian ulama ini (terutama ulama Saudi Arabia) lebih memandang kepada larangan Ikhtiladh (percampuran) antara lelaki dan wanita yang bukan mahram. Mereka pun tidak membolehkan wanita bekerja di tempat yang bercampur lelaki dan wanita (Dr Khalid Abd Rahman al-Juraisy: Fatawa Ulama al-Balad al-Haram).

Makanya, di Saudi Arabia, terutama di Makkah, Madinah, dan Jeddah, tidak ada kelihatan wanita bekerja di tempat umum, seperti di plaza, mall, atau hotel.

Demikian ketentuan syariat yang saya kutip dari beberapa sumber. Sekarang masing-masing kita tinggal memilih dan menerapkannya sesuai dengan keperluan dan keadaan masing-masing. Insya Allah akan penuh hikmah membawa manfaat bagi para wanita.

Wallohu A’lam bish-Showab dan semoga bermanfa’at. Aamiin

 

Sumber : DR Ibnu Mas'ud M.Kub, Asisten Eksekutor Bedah at Specialis Bedah Salafi Wahabi,

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

4 Responses

  1. Wahyu Firmansyah Zein20/05/2014 at 09:11Reply

    tergantung kondisi masing masing

  2. Kazlam Gondal Gandul28/06/2014 at 09:06Reply

    Coba ulama ada d posisi kekurangan,,, masih bisa gk ngomong wanita gk boleh kerja

    • jeanrasyid16/07/2017 at 07:58Reply

      Berkomentar itu dengan hati bukan dengan pantat!

  3. jeanrasyid16/07/2017 at 07:55Reply

    Antara haram dan halal itu tipis sekali wahai saudara.
    Janganlah menggunakan uraian yang akan membuat pembaca menjadi ragu-ragu sehingga terjerumus kedalam kesesatan yang nyata.

    Katakanlah!

    “Allah telah mengharamkan ini dan itu!”

    Anda berkata: “… Islam membolehkan wanita/istri bekerja diluar rumah asal dengan izin suaminya”

    1. Bila terjadi hal yang tidak diizinkan seperti segala hal yang terjadi bilamana ia bercampur-baur dengan lain jenis ditempatnya bekerja, bersenda-gurau, dsb, justru itu akan menjadikan tamparan (dosa) yang akan ditanggung oleh suaminya dikarenakan ia mengizinkannya.

    2. Bukankah wanita/istri keluar rumah harus dengan muhrimnya?

    3. Kita diciptakan dalam keadaan lemah dan ketakutan akan kelaparan tanpa makanan dan minuman. Dan, ini BUKAN ALASAN LOGIS yang membuat wanita harus bekerja diluar rumah. KARENA ALLAH tidak menciptakan manusia tanpa JATAH REZEQINYA.

    4. Pernahkah anda mendengar ada yang berkata seperti ini:
    “Andai manusia disuruh sujud kepada sesamanya, maka akan aku suruh istri sujud pada suaminya?” APA MAKNA DARI PERKATAAN INI?

    Semoga Allah mengampuni anda, khususnya saya.
    #Amin

Tinggalkan Balasan