Bagaimana Lafadz Niat Puasa Ramadhan Yang Benar?

Sarkub Share:
Share

Doa-Niat-Puasa-Ramadhan“Nawaitu shauma ghodin ‘an adaa-i fardhi syahri Ramadhaani haadzihissanati lillaahi ta’aalaa.”

Artinya: Aku niat puasa esok hari untuk menunaikan kefardhuan bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala.

Para ulama telah memberikan tahqiq dhabith (catatan) pada lafadz “Ramadhaani” dalam bacaan niat di atas, untuk dibaca dengan dijarkan/dikasrahkan lantaran kata “Ramadhaani” di sini telah diidhofahkan (disandarkan) dengan kata “haadzihissanati” sebagai mudhaf ilaih. Bagi para pecinta ilmu, tentunya penjelasan ini bukan perkara yang sulit untuk diketahui. 

Dalam ilmu Nahwu, kata “Ramadhani” termasuk salah satu kalimat isim ghairu munsharif (nama yang tidak menerima tanwin). Hal ihwal isim ghairu munsharif menurut pakar ulama Nahwu, jika ia dalam keadaan rafa’ maka ia dirafa’kan dengan dhammah, diwaktu nashab dinashabkan dengan fathah, dan saat dikhafadhkan atau dijarkan dengan fathah, berbeda dengan isim munsharif (yang menerima tanwin), ia dijarkan/dikhafadkan dengan kasrah. Kaidah tersebut berlaku bila kalimat isim ghairu munsharif tidak diidhafahkan kepada kata selanjutnya (mudhaf ilaih). Bila kalimat isim ghairu munsharif diidhafahkan kepada kalimat selanjutnya (mudhaf ilaih) maka gugurlah hukum ke-ghairumunsharifan-nya, dan kalimat tersebut dibaca dengan kasrah.

Sebagaimana Imam Ibn Malik berkata dalam Alfiyyahnya: ”Kalimat isim ghairu munsharif dijarkan dengan fathah, selama ia tidak diidhafahkan atau diiringi dengan alif dan lam.”

Kitab yang terkenal dengan nama Alfiyyah atau sering juga disebut kitab al-Khulâsah. Sebuah kitab nadzam terdiri dari 1000 bait, dan 80 bab. Kitab Alfiyyah ini menampilkan teori-teori nahwiyyah dan ash-Sharfiyyah yang dianggap penting, menerangkan hal-hal yang rumit dengan bahasa yang singkat, tetapi sanggup menghimpun kaidah yang berbeda-beda, sehingga dapat membangkitkan perasaan senang bagi orang yang ingin mempelajari isinya. Kitab hasil karya Muhammad Ibn Abdullah ibn Mâlik al-Andalusiy (600-672 H).

Alfiyyah adalah kitab yang amat banyak dibantu oleh ulama lain dengan menulis catatan kaki, syarah, dan hasyiyah. Dari sekian banyak ulama yang memberikan komentar terhadap kitab Alfiyyah ini, muncullah Imam ibn Aqil memberikan ulasan dalam kitabnya Syarh Ibn Aqil. Kitab Syarh Ibn Aqil kemudian diberikan tahqiq oleh Syaikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid terdiri dari 2 jilid besar. Syaikh Ahmad ibn Umar al-Asqathiy dengan nama al-Qaul al-Jamil. Dan juga diberikan hasyiyah oleh Syaikh Muhammad al-Khudhariy dengan nama Hasyiyah al-Khudhariy dan Syaikh Ahmad as-Sujaiy dengan nama Hasyiyah Fath al-Jalil.

Disamping itu, ada juga para ulama yang memiliki konsentrasi khusus membahas Syawahid (Syair-sayir yang dijadikan saksi penguat) kitab Syarh Ibn Aqil. Diantara mereka yaitu Syaikh Abdul Mun’im Awadh al-Jurjawiy dan Syaikh Muhammad Qatthah al-Adawiy.

Perkataan Imam ibn Malik di atas dijelaskan oleh Imam Bahauddin Abdullah ibn Aqil (698-769 H) dalam Syarh Ibnu Aqil juz 1 halaman 77 sebagai berikut: “Isim yang tidak menerima tanwin hukumnya dirafa’kan dengan dhammah, contohnya “Jaa-a Ahmadu”, dinashabkan dengan fathah contohnya “Roaitu Ahmada”, dijarkan dengan fathah contohnya “Roaitu bi Ahmada”, fathah disini menggantikan kasrah. Ketentuan ini berlaku apabila kalimat isim yang tidak menerima tanwin tidak diidhafahkan atau diiringi alif dan lam. Jika ia diidhafahkan, maka ia dijarkan dengan kasrah, contohnya “marortu bi Ahmadikum”, begitu juga bila ia dimasukan alif dan lam, contohnya “marortu bi al-Ahmadi”, maka ia dijarkan dengan kasrah (bukan fathah).”

Apa yang penulis paparkan di atas bukan untuk menyalahkan bacaan niat puasa yang telah dilakukan banyak orang, yaitu lafadz Ramadhon yang dibaca fathah pada niat di atas tidak merusak niat puasa seseorang, hanya saja bacaan tersebut dipandang salah menurut para pakar ulama Nahwu (ahli kaidah bahasa Arab). Demikianlah tahqiq para ulama yang penulis dengar langsung dari para guru mulia kami. Penjelasan tersebut, kita akan temukan bila kita membaca langsung kitab-kitab mu’tabar para ulama dalam bab yang menjelaskan niat puasa Ramadhan. (Oleh: H. Rizqi Zulkarnain Al-Batawiy)

 

Kesimpulannya:
Boleh dan Sah melafalkan niat puasa sbb: 

“Nawaitu shauma ghodin ‘an adaa-i fardhi syahri Ramadhaani haadzihissanati lillaahi ta’aalaa.”

atau

“Nawaitu shauma ghodin ‘an adaa-i fardhi syahri Ramadhaana haadzihissanati lillaahi ta’aalaa.”

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

39 Responses

  1. cinta sunnah11/07/2013 at 22:04Reply

    “nawaitu…” riwayat siapa ??

    • zantries21/07/2013 at 04:12Reply

      kenapa tanya?

  2. menyan imitasi12/07/2013 at 12:48Reply

    Iya, riwayat sp tuh. Blm dishohihkn ngalbani gt… 😀

  3. Elgheza Mania14/07/2013 at 13:41Reply

    koreksi mas, paling bawah ada salah, tertulis hadzihissanati, pasti yg dimaksud adalah hadzihissanata pake huruf a atau pake harokat fathah. syukron sip mantaaap.

  4. d@lijo14/07/2013 at 18:57Reply

    niat to lafaldkan …
    apa dalam hati ya..
    maklum orang awam mas bro…
    jika malam to lupa nait gamana ya hukumnya..
    ..

  5. manshur14/07/2013 at 21:57Reply

    biasa mas dalijo kalo orang dah gak suka, comennya pasti sinis maklumlah mungkin mereka sudah merasa paling sohih, memang niat yang benar itu seperti apa? hai menyan imitasi, cinta sunah, elgheza,

    • sawah (salafi wahabi)15/07/2013 at 15:00Reply

      Niat yang benar itu adalah niat yang tidak ada batasan kalimat dengan lafadz2 yang akhirnya menjadi lafadz baku yang harus dihapalkan sejak kecil. Bukannya merasa paling shohih, Mas Manshur, tetapi sekedar menanyakan, di hadits manakah lafadz2 niat yang anda pakai itu.

      Ini bukan masalah suka atau tidak suka Mas, Tapi cobalah berpikir sejenak, kalau memang Rasulullah mengajarkan kepada umatnya, pastilah ada hadits yang menerangkannya beserta lafadz2nya (niat puasa, shalat, wudhu dsb)

      Enaknya sih, yang mau melafadzkan niat ya silakan,…. yang tidak mau melafadzkan niat ya silakan. Tapi yang jelas, komentar yang tidak selaras dengan sarkub banyak yang tidak dimuat atau dihapus (saya dan teman saya mengalaminya beberapa kali)

  6. indra15/07/2013 at 13:57Reply

    knp niat g skalian sbulan full..

    knp cma shari sj.?

  7. manshur17/07/2013 at 09:44Reply

    memangnya siapa yang membatasi lafadz2 niat dengan bacaan tertentu,coba dibaca yang teliti, maaf mas kalau belajar itu juga dengan rasa/hati, jadi menerima sesuatu itu bisa dirasa, comen anda jelas anda sentimen dan seolah2 amalan saudara sudah sesuai rosulullah SAW, rasanya ingin sekali bertemu dngan saudara sambil minum jamu

  8. manshur17/07/2013 at 09:48Reply

    untuk mas indra mohon belajar tata cara puasa serta niatnya dan dibaca yang lengkap dan jelas ya…. belajar/ngaji jangan pakai nafsu saja mas tapi jg dengan rasa/hati, td malam sudah niat belummm?

  9. cinta sunnah17/07/2013 at 15:58Reply

    @manshur
    klw anda pake akal sehat anda, akal sehat anda pun akan bertnya itu lafadz niat riwayat siapa??
    tnyain aja deh ke kyai anda “nawaitu..”itu riwayat siapa. saya yakin pasti bakal bingung tu pak kyai jwb perntyaan anda. smpai kucing bertanduk pun gk ada yg bs jawab itu “nawaitu..” riwayat siapa.
    makanya manshur, klw kalian lg dlm majelis kalian yg rame itu, para kyai kalian lg duduk diatas panggung, diadakan sesi tnya jawab lha. jgn cuma nelan mentah2.

  10. cinta sunnah17/07/2013 at 21:31Reply

    @manshur
    sekalian tnya. anda pernah menjadi mahasiswa??
    anda tahu skripsi??
    anda tahu karya tulis ilmiah??
    anda tahu apa itu ilmiah??
    coba tunjukkan sisi ilmiah dr artikel diatas??
    klw tdk bs biar saya beritahu

  11. manshur18/07/2013 at 10:15Reply

    disini saudara kelihatan, kurang memahami apa maksud tulisan diatas, maksudnya adalah melafadzkan niat dengan lafadz nawaitu itu boleh. kalo saudara merasa itu salah tolong kirim sanad yang menyatakan bahwa melafadkan niat dengan lafadz nawaitu itu salah, dan lagi memahami agama itu ggak perlu jadi mahasiswa mas ataupun harus membuat skripsi / karya ilmiah mas. kalo boleh tahu IP dan IQ saudara berapa ya?
    dan niat puasa saudara bagaimana tolong niat puasa saudara ditulis dengan jelas sekalian sanadnya, biar yang baca tahu niat saudara tahu bahwa niat saudara ada sanadnya

    sekalian tanya saudara ku yang budiman, apakah amaliah dan aktifitas saudara ada sanadnya semua?

    masalah kayak gini gak perlu sampai ke kyai saudara ku,

    saya mau tanya apakah saudara yakin ustadzmu dan saudara masuk surga….

  12. Samidi18/07/2013 at 11:16Reply

    Kalo Mau Baca Alqur’an lafadnya menggunakan Nawaitu ….. apa ya????

  13. cinta sunnah18/07/2013 at 13:02Reply

    @manshur
    hehe…anda perlu mempelajari kaidah setiap ibadah itu asalnya haram sampai ada dalil yg membolehkan. menurut anda “nawaitu” itu trmasuk ibadah atau bukan? klw bkn berati itu cm kebiasaan/adat. tp klw itu ibadah, maka harus mendatangkan dalil.
    tujuan saya menanyakan ttg skripsi,,klw anda pernah mengerjakan yg namanya skripsi. pasti harus secara ilmiah, setiap kalimat/paragraf harus ada sumbernya. lha artikel ini ilmiah gk? hal yg mendasar dr artikel ini adalah “nawitu”nya, itu sumbernya darimana???
    itu yg dikatakan pembahasan secara ilmiah, agama islam ini adlh agama yg ilmiah.
    niat itu d dlm hati, bkn diucapkan. klw diucapkan, itu bknlah niat namanya. silakan anda cari definisi niat itu apa. org awam jg ngerti klw dia bangun sblm subuh dan makan sahur, pasti bsknya dia akan puasa.
    setiap ibadah yg saya lakukan saya usahakan semampunya mengikuti petunjuk/tuntunan Nabi Muhammad dan pemahaman para sahabat. dan kalau aktifitas/amaliah dunia asal semuanya halal sampai ada dalil yg melarang.
    saya tdk yakin bakal masuk surga. tp petunjuk dari Rosulullah ttg amalan ahli surga dan amalan ahli neraka itu sudah dijelaskan. skrg tinggal kita yg mau mempelajari dan memahami mana amalan yg membawa ke surga dan mana amalan yg akan membawa ke neraka.
    uda ya..gk usah panjang2 komennya. gk selesai2 nantinya. saya sbenarnya cm tnya sumbernya aja. jd gk prlu pmbahsannya jauh sekali 🙂
    .

  14. manshur19/07/2013 at 10:07Reply

    ha ha ha…. mungkin bukan hanya saya sendiri yang perlu belajar tp saudara jg harus dan banyak belajar tentang ushul fiqh / ‘ulumul hadits dan jg ilmu tafsir, tanya pad ustadz saudara dah paham belum ilmu2 tersebut.
    tentang nawaitu anda sendiri yang katanya pernah jadi mahasiswa, sudah buat skripsi, karya ilmiah dan maaf sok inteleks “pitex” tual manaaaa ???? hasilnya saudara ku. masak mengupas maksud lafadz nawaitu saja ggak bisa, ini membuktikan bahwa saudara kurang seimbang dalam memahami amalan orang lain. dan cenderung mengada2 dan membuat kesimpulan sendiri dalam menyikapi sesuatu, apakah itu ilmiah?
    . dari sini mungkin bisa ditebak saudara dalam mengaji/ belajar/tolabul ‘ilmi tidak dengan sepenuh hati dan bercampur ghibah kalo hasilnya masih suka sentimen dan menggunjing dengan amalan2 orang lain yang tidak sepaham dengan amalan suadara.
    masalah nawaitu itukan hanya salah satu lafadz yang diucapkan untuk mensinkronkan dengan hati untuk niat, dalam kajian saya nawaitu juga tidak wajib mas tp hanya untuk memudahkan hati berniat seperti jg nawaitu2 yang lain, mohon ini dipahami dengan cermat, dan dasarnya adalah bersumber dari sumber hukum dan pedoman agama islam mas “cari sendiri ya apa itu sumber hukum dan pedoman agama islam” yaitu kita bagian dari ulul albaab ” yaitu orang2 yang berangan2/orang2yang beraqal/orang2 yang berpikir mas. cari sendiri di sumber hukum dan pedoman kita.
    dan perlu di ingat saya juga menghargai amalan2 saudara, seperti bangun tidur terus sahur pasti esoknya akan puasa silahkan saja.
    diatas jg saudara tulis “setiap ibadah yg saya lakukan saya usahakan semampunya mengikuti petunjuk/tuntunan Nabi Muhammad dan pemahaman para sahabat. dan kalau aktifitas/amaliah dunia asal semuanya halal sampai ada dalil yg melarang.
    saya tdk yakin bakal masuk surga. tp petunjuk dari Rosulullah ttg amalan ahli surga dan amalan ahli neraka itu sudah dijelaskan. skrg tinggal kita yg mau mempelajari dan memahami mana amalan yg membawa ke surga dan mana amalan yg akan membawa ke neraka.
    ini jawaban yang mengada-ada /lelucon, sangaaat lucu dan sangat tidak ilmiah kalo saudara mengaku islam
    kenapa saudara tidak yakin, kalo saudara tidak yakin masuk surga berarti saudara masih ragu tentang agama islam, masih ragu tentang amalan yang membawa ke surga, diatas saudara bilang “saya usahakan semampunya mengikuti petunjuk/tuntunan Nabi Muhammad dan pemahaman para sahabat” tapi kenapa saudara tidak yakin masuk surga. berarti saudara tidak yakin dengan firman Allah dan sunah rosul tentang amalan yang saudara anggap membawa ke surga weleh – weleh sungguh IRONIS, tp saudara malah mengoreksi amalan ibadah orang lain dan yang ini bukan masalah milih-memilih amalan mas. dan lagi tentang kalimat “skrg tinggal kita yg mau mempelajari dan memahami mana amalan yg membawa ke surga dan mana amalan yg akan membawa ke neraka ” menurut hemat saya bukan hanya mempelajari dan memahami mas tapi juga mengamalkan karena banyak yang mempelajari dan memahami tp tidak mengamalkan. cuma saran saudaraq marilah dalam tholabul ‘ilmi kita dengan hati yang tenang dan di angan2 ilmu itu luas saudara ku
    kalo saya kan hanya mengomentari coment saudara, salam kenal dan semoga amalan ibadah saudara dan kita semua maqbulan amin.

    Simak di: http://www.sarkub.com/2013/bagaimana-lafadz-niat-puasa-ramadhan-yang-benar/#ixzz2ZSDZXbB7
    Salam Aswaja by Tim Menyan United
    Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook

  15. cinta sunnah20/07/2013 at 08:02Reply

    @manshur
    halloo..berpikir dulu. ilmiah itu ada SUMBERNYA. nawaitu itu mana sumbernya??? ooo..mgkin emg ada sumberna “nawaitu…(KH.kyai fulan)” bukan HR.

    emg anda yakin masuk surga? bukankah amalan seorang itu dilihat diakhir hidupnya?? apakah anda menjamin anda akan mati dlm keadaan islam dan sdg beramal sholeh??

    JAWAB dulu prtnyaan prtama saya.klw anda bs mnyebutkan sumbernya, saya acungin jempol anda hebat. 😀

    • raka hasani20/07/2013 at 10:34Reply

      @cinta sunnah

      ente sok banget sok paling nyunnah apa2 berdasarkan hadits, klo saya minta tolong cariin hadist secara letter text tauhid dibagi 3 tapi yang HR bukan kata ibnu taimiyah saya acungin 10 jempol dah

  16. manshur20/07/2013 at 11:50Reply

    alhamdulillah masih mau mikir. he he he waduh2…. ggak paham2 juga saudara ku ini, berpikirlah yang dalam. saudara sendiri tidak bisa menunjukkan sanad tentang niat puasa saudara apakah itu ilmiah? saya kutip tulisan anda “org awam jg ngerti klw dia bangun sblm subuh dan makan sahur, pasti bsknya dia akan puasa”. ini sanadnya manaaaaa…..tolong dijawab……..

    sekarang coba cari dalil dibolehkannya sesuatu untuk mempermudah tujuan ibadah.

    mempermudah suatu tujuan ibadah itu hukumnya bagaimana?
    seperti orang berhaji agar cepat sampai, naik pesawat terbang, itu hukumnya bagaimana? mana sanadnya? padahal jaman rosululloh SAW tidak ada pesawat terbang, jawab ya…

    masjidil haram diperluas untuk memudahkan orang untuk berjamaah,ukuran masjidil haram jaman nabi SAW dan sekarang berbeda, bagaimana hukumnya? dan mana sanadnya ? jawab ya….

    kitab al Qur’an yang saudara baca ada harokat, ada nun titik satu diatasnya, bak titik satu dibawah, tak titik dua dan seterusnya apakah juga ada sanadnya dan bagaimana hukumnya?. jawab ya…..

    begitu juga lafad nawaitu, bagi saya itu hanya untuk mensinkronkan antara lisan dengan hati untuk niat (niat tetap dihati), seperti nawaitu2 yang lain. intinya lafadz nawaitu untuk mempermudah niat didalam hati.dasarnya silahkan cari sendiri tentang bahwa agama itu tidak memberatkan, dan mempermudah dalam urusan agama itu boleh, dalil tidak harus letterlek/persis sesuai dengan tulisannya saudara q, boleh diqiaskan asal tidak inkar kaidah syar,i. di shohih muslim ada, shohih bukhori juga ada. contoh qias : seperti nuqilan hadits sedekah paling kecil adalah menyingkrkan duri dari jalan. duri disini bisa diqiaskan pada sesuatu yang menghalangi jalan/ada sesuatu yang bisa menyebabkan celaka, seperti pecahan kaca, paku dll. cari sendiri ya…., enakan dong kalo saya kasih langsung, mikir dong

    harap saudara renungkan dan jawab dengan rasa yang seimbang. ggak usah ngoreksi amalan orang lain deh, itu hanya membuat hati keras cari sendiri dalilnya.

    masalah yakin tidaknya masuk surga, saya tetap yakin masuk surga.,karena yaqin adalah iman, terlepas dari itu masalah surga/neraka semua itu adalah haq allah, kita hanya bisa berharap (tapi tetap yaqin) Allah meridloi kita semua. dan berharap ampunan atas dosa kita serta kemurahan Allah

    = “bukankah amalan seorang itu dilihat diakhir hidupnya?? apakah anda menjamin anda akan mati dlm keadaan islam dan sdg beramal sholeh??”

    “bukankah amalan seorang itu dilihat diakhir hidupnya” : ini sanadnya mana? sumbernya/ilmiahnya mana? tingkatannya hukumnya apa? : apakah takhsis ,nasah, mansuh, muthlaq, mu’allaq.yang mana? paham ggak ya…..

    “apakah anda menjamin anda akan mati dlm keadaan islam dan sdg beramal sholeh” = yang menjamin hidup mati manusia hanya Allah wahai saudara ku, kita hanya bisa berharap dan berdo’a.

    cuma saran saudara q. sering2lah belajar, cari itu buku ilmu balaghoh baca dan pahami serta baca ushul fiqh, belajar agama bukan untuk berdebat/menyanggah sadara ku, belajar agama jangan dicampur ghibah mas dan harus ada gurunya yang faqqih.

    semoga hati kita tidak mengeras dan kita tetap bersaudara.

  17. manshur20/07/2013 at 11:55Reply

    untuk saudara q raka hasani santai saja, rilek ok. yang penting tetap puasa
    jangan sampai kita keras hati. salam untuk kita semua

  18. zantries21/07/2013 at 04:18Reply

    saya suka artikelnya …
    untuk coment-coment yang GJ gak usah ditanggapi lah
    tanyanya itu-itu terus ….

  19. manshur21/07/2013 at 14:35Reply

    samidi
    Kalo Mau Baca Alqur’an lafadnya menggunakan Nawaitu ….. apa ya????

    buat saudara samidi kayaknya saudara sangat perlu dan wajib belajar apa itu niat, rukun suatu ibadah, dan syarat suatu ibadah agar lebih memahami apa itu niat, rukun suatu ibadah, dan syarat suatu ibadah.

    pertanyaan saudara, itu karena nafsu atau apa ya…?, manusia dibari kelebihan itu dipkai mas kalo yang dipakai nafsu itu tidak ubahhya seperti hewan,

    niat puasa itu bagian dari rukun. yang wajib
    niat sholat itu bagian dari rukun yang wajib
    niat wudlu itu bagian dari rukun yang wajib.
    niat mandi besar (haid, nifas, junub/janabat dll itu bagian dari rukun yang wajib

    rukun berarti harus dikerjakan/dilaksanakan. itu menurut kaidah ilmu syar’i yang saya pelajari.

    sekarang saya tanya kepada saudara samidi , baca Qur’an itu ibadah kategori ibadah yang mana ya…??
    apa yang dinamakan niat ?
    tahu ggak apa itu yan dinamakan rukun, dan dimana rukun itu harus dikerjakan ? jawab yaa ?

    salam kenal mas samidi, slamt puasa smoga maqbulan amin.

  20. Mas Derajad22/07/2013 at 14:23Reply

    Bismillahirrahmanirrahim

    Masalah melafadzkan niat dalam ibadah termasuk hal yang sunnah, bahkan dalam Mazhab Syafi’i melafadzkan niat dikelompokkan sunnah muakadah, dengan maksud agar “lisan bisa membantu hati”.

    Melafadzkan niat bukan termasuk dalam Ibadah Mahdhah. Ibadah Mahdhah adalah Ibadah yang dalam ushul fiqh disebutkan الأصل في العبادات التوقيف = Asal dari Ibadah (Mahdhah) adalah Tauqif (Berhenti) pada nash Qur’an dan hadits. (Silahkan Lihat dalam Kitab Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar Atsqlani).

    Selanjutnya Imam Ibnu Hajar menjelaskan tauqif itu ada 4 (empat) :
    التوقيف في صفة العبادة (Tauqif dalam Sifat Ibadah)
    التوقيف في زمن العبادة (Tauqif dalam Waktu Ibadah)
    التوقيف في نوع العبادة (Tauqif pada Macamnya Ibadah)
    التوقيف في مكان العبادة (Tauqif pada Tempatnya Ibadah)
    Jadi Ibadah Mahdhah itu dibatasi oleh 4 (empat) kriteria tersebut. Tidak boleh menambahi, mengurangi, merubah waktunya, merubah tujuannya, dan memindah tempatnya. Kesimpulan sederhananya Ibadah Mahdhah adalah jenis Ibadah yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
    Penjelasan lebih detail silahkan baca di Kitab-kitab ushul fiqh, termasuk dalam Kitab Fathul Bari yang kami sebut.

    Sedangkan dalam Ibadah Ghairu Mahdhah adalah Ibadah yang dalam ushul fiqh mengikuti qaidah : Lil Wasail Hukmul Maqashid = Hukum wasilah (perantara) mengikuti hukum tujuannya. Contoh qaidah ini adalah berzina itu haram, maka menyediakan tempat berzina itu juga termasuk haram. Jadi dalam Ibadah Ghairu Mahdhah tidak memerlukan dalil langsung, seperti Ibadah Mahdhah, walaupun jika ada itu lebih afdhal.

    Contoh melafadzkan niat shalat, puasa dan lain sebagainya itu di-qiyaskan pada lafadz niat haji dan puasa dari Rasulullah.

    Maka saya berpesan kepada saudara Cinta Sunnah harus memahami qaidah fiqh yang benar dari guru yang benar, jangan asal baca dari Internet lalu berdalil semaunya. Belajarlah kepada guru yang jelas jalur sanad keilmuannya dalam aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

    Wallahu a’lam.

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah
    Hamba Allah yang dhaif dan faqir
    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

    • Najib23/07/2013 at 09:32Reply

      menambah lafadz Sayyida dalam shalawat ketika shalat yang merupakan ibadah maghdah, nanti alasannya lain lagi.

      • Mas Derajad28/07/2013 at 21:31Reply

        @Najib :

        Bismillahirrahmanirrahim

        Komentar saudara tampak sekali belum memahami apa yang disebut Ibadah Mahdhah.

        Dalam setiap Ibadah Mahdhahpun ada yangnamanya syarat, rukun, sunnah, makruh dan haram.

        Syarat adalah kewajiban yang harus dipenuhi sebelum ibadah dilaksanakan.

        Rukun adalah kewajiban yang harus dipenuhi saat ibadah dilaksanakan,

        Sunnah adalah hal-hal yang dianjurkan atau dibolehkan untuk dilakukan dalam ibadah.

        Makruh adalaha hal-hal yang lebih baik dijauhi dalam melaksanakan Ibadah.

        Dan Haram adalah hal-hal yang harus dijauhi atau dilarang untuk dilaksanakan.

        Maka penyebutan sayyidina pada waktu shalawat adalah sunnah. Bahkan kesunnahannya didukung oleh ayat Qur’an.

        Wallahu a’lam

        Kebenaran hakiki hanya milik Allah
        Hamba Allah yang faqir dan dhaif
        Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  21. manshur22/07/2013 at 16:45Reply

    semoga hati kita tidak menjadi keras amin

  22. Masnun Tholab22/07/2013 at 22:25Reply

    Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
    Di dalam Al-Ikhtiyarat disebutkan : Bagi yang terlintas di benaknya bahwa ia akan berpuasa esok hari, berarti ia telah berniat. Orang yang hendak berpuasa, ketika ia makan pada malam hari, maka makanannya itu adalah makanan orang yang hendak berpuasa.
    [Bustanul Ahyar Ringkasan Nailul Authar 2, hal. 350].

  23. Najib23/07/2013 at 09:26Reply

    Ketika membahas masalah tarawih 23 rekaat dan 11 rekaat, Sarkub nampak seperti ahli hadits kelas wahid. Begitu kritis terhadap hadits.
    Tapi ketika membahas LAFADZ NIAT PUASA, tdk ada satupun hadits yng ditampilkan.
    Tolong buktikan bahwa anda itu benar-benar ahlul ilmi, bukan ahlul hawa.

    • Mas Derajad28/07/2013 at 22:08Reply

      @Najib :

      Bismillahirrahmanirrahim

      Artikel diatas membahas masalah lafadz, bukan dasar dalilnya. Saya juga sudah jelaskan bahwa Ibadah Ghairu Mahdhah tidak selalu semuanya berdalil, tapi dia iut ke dalil tujuannya. Dan juga beberapa ulama, khususnya Mazhab Syafi’i sepakat bahwa dalilnya di qiyaskan pada shigat niyat Rasulullah pada waktu haji dan puasa, seperti pada hadits :

      dari Anas Ra. Beliau berkata :عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَيَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً“Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah”.”. (Hadith riwayat Muslim – Syarah Muslim Juz VIII, hal 216)
      Selain itu ada beberapa hadits yang diqiyaskan ulama dalam menghukumi sunnah yaitu dalam sahih muslim yaitu ketika Rasulullah berpuasa karena waktu itu tidak ada makanan yang dimakan pada suatu hari, juga suatu hadits riwayat Imam Abu Dawud tentang niatnya Rasulullah ketika akan menyembelih hewan qurban.

      Jadi jelas melafadzkan niat menurut ulama adalah sunnah dengan meng-qiyaskan pada shigat niat Rasulullah tersebut.

      Wallahu a’lam

      Kebenaran hakiki hanya milik Allah
      Hamba Allah yang faqir dan dhaif
      Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  24. fandi26/07/2013 at 11:34Reply

    Subhanallah
    si @ cinta sunnah ternyata keilmuannnya sudah melebihi ulama hadits, melebhi imam syafii dan al imam ibnu hajar..

    subhanallah
    pantaslah sya panggil syeikh..

  25. Mas Derajad28/07/2013 at 21:35Reply

    @Najib :

    Bismillahirrahmanirrahim

    Komentar saudara tampak sekali belum memahami apa yang disebut Ibadah Mahdhah.

    Dalam setiap Ibadah Mahdhahpun ada yangnamanya syarat, rukun, sunnah, makruh dan haram.

    Syarat adalah kewajiban yang harus dipenuhi sebelum ibadah dilaksanakan.

    Rukun adalah kewajiban yang harus dipenuhi saat ibadah dilaksanakan,

    Sunnah adalah hal-hal yang dianjurkan atau dibolehkan untuk dilakukan dalam ibadah.

    Makruh adalaha hal-hal yang lebih baik dijauhi dalam melaksanakan Ibadah.

    Dan Haram adalah hal-hal yang harus dijauhi atau dilarang untuk dilaksanakan.

    Maka penyebutan sayyidina pada waktu shalawat adalah sunnah. Bahkan kesunnahannya didukung oleh ayat Qur’an.

    Wallahu a’lam

    Kebenaran hakiki hanya milik Allah
    Hamba Allah yang faqir dan dhaif
    Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad

  26. manshur29/07/2013 at 09:25Reply

    buat saudaraq masnun tholab, kami melaksanakan amalan sesuai dengan tuntunan/dasar yang kami dapat begitupun saudara, contoh seperti dasar yang dikemukakan saudara masnun tholab. kami jg tidak mempermasalahkan, itulah perlunya memahami madzhab.

    najib

    sebelumnya saya mohon maaf apa ggak kebalik comen saudara najib, siapa siiih yang mengikuti hawa, coba dipikir, kami mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang kami dapat dan ” TIDAK MEMAKSAKAN AMALAN KAMI, akan tetapi seolah – olah kami disuruh mengikuti amalan saudara dengan dalih seolah amalan – amalan yang kami laksanakan sia-sia. apakah seperti itu tidak mengikuti hawa ckck ckck ckck …..
    coba dipikir lagi dengan seksama dan tidak mengikuti hawa.

  27. manshur29/07/2013 at 09:30Reply

    ilmu itu luas mari kita banyak belajar

  28. Kang Jey29/07/2013 at 18:36Reply

    Saya berpendapat tidak boleh dibaca ROMADHONA bil fatchah, karena akan memutus tarkib hadzihi ssanati.

    Maka jika romadhona jadi apakah hadzihi?

    jelas jadi isim isaroh, machalnya apa?

    Tentu rofa’ jadi mubtada’ maka assanati harusnya juga rofa’ jadi hadzihissanatu.

    Jika hadzihi jadi isim isaroh dan jadi badal dari romadhona maka badal apakah?
    Badal syai minasyai? Bukan
    badal ba’dh minalkull? tidak pas maknanya.
    badal istimal? juga tidak pas.
    badal gholat? apalagi makin tidak pas.

  29. manshur30/07/2013 at 10:57Reply

    insya allah boleh kang romadlona/romadloni, coba ditelaah lagi

  30. Abah Kafabih Abd Hakim01/07/2015 at 13:54Reply

    Menurut saya yg bodoh ini…dalm niat puasa…lafadz RAMADHAN lbh baik dibaca kasroh mnjadi mudhof dan disandarkan pd mudhof ilaih lafad hadzihissanati. NAWAITU SHOUMA GHODIN 'AN ADAAI_FARDI_SYAHRI HADZIHISSANATI….. namun tidak berati yg RAMADHANA salah….boleh ramadhana asalkan lafad SYAHRI dikasih al ta'rif yg kedudukannya sgbi mubdal minhu dan badalnya lafadz Romadhona(badal syai min syai) lafadz hadihissanat jadi dzorof saja…NAWAITU SHOUMA GHODIN 'AN ADAAI_FARDISY_SYAHRI ROMADHONA HADZIHISSANATA LILLAHI TA'ALA. (jadi klo ROMADHONI kasroh lafadz Syahri tanpa Al ta'rif karena dimudhofkan klo ROMADHONA fathah maka lafadz Syahri diberi al ta'rif)Mohon koreksi bila salah.

  31. Abah Kafabih Abd Hakim01/07/2015 at 13:55Reply

    Menurut saya yg bodoh ini…dalm niat puasa…lafadz RAMADHAN lbh baik dibaca kasroh mnjadi mudhof dan disandarkan pd mudhof ilaih lafad hadzihissanati. NAWAITU SHOUMA GHODIN 'AN ADAAI_FARDI_SYAHRI HADZIHISSANATI….. namun tidak berati yg RAMADHANA salah….boleh ramadhana asalkan lafad SYAHRI dikasih al ta'rif yg kedudukannya sgbi mubdal minhu dan badalnya lafadz Romadhona(badal syai min syai) lafadz hadihissanat jadi dzorof saja…NAWAITU SHOUMA GHODIN 'AN ADAAI_FARDISY_SYAHRI ROMADHONA HADZIHISSANATA LILLAHI TA'ALA. (jadi klo ROMADHONI kasroh lafadz Syahri tanpa Al ta'rif karena dimudhofkan klo ROMADHONA fathah maka lafadz Syahri diberi al ta'rif)Mohon koreksi bila salah.

  32. Lanangperkasa05/07/2015 at 14:21Reply

    lako lafad romadon tidak di mudofkan pada lafad setelahnya maka berarti bermakna niat puasa qodo' karena tidak di ta'yin (tentukan tahunnya) padahal puasa adalah ibadah yang berkaitan dengan waktu. maka harus di ta'yin…
    seperti dalam kitab asnal matolib :
    ( أَنْ يَنْوِيَ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ لِلَّهِ تَعَالَى ) بِإِضَافَةِ رَمَضَانَ وَذَلِكَ لِتَتَمَيَّزَ عَنْ أَضْدَادِهَا لَكِنَّ فَرْضَ غَيْرِ هَذِهِ السَّنَةِ لَا يَكُونُ إلَّا قَضَاءً وَقَدْ خَرَجَ بِقَيْدِ الْأَدَاءِ إلَّا أَنْ يُقَالَ لَفْظُ الْأَدَاءِ لَا يُغْنِي عَنْ السَّنَةِ لِأَنَّ الْأَدَاءَ يُطْلَقُ وَيُرَادُ بِهِ الْفِعْلُ قَالَ فِي الْأَصْلِ وَلَفْظُ الْغَدِ اُشْتُهِرَ فِي كَلَامِهِمْ فِي تَفْسِيرِ التَّعْيِينِ وَهُوَ فِي الْحَقِيقَةِ لَيْسَ مِنْ حَدِّ التَّعْيِينِ وَإِنَّمَا وَقَعَ ذَلِكَ مِنْ نَظَرِهِمْ إلَى التَّبْيِيتِ

  33. ahmad20/07/2015 at 18:37Reply

    tapi kan lafad رمضان itu ma’rifat. apa isim ma’rifat masih bisa menjadi mudlof.

Tinggalkan Balasan