Afrokhi Ngawur Dalam Menisbatkan Syirik

Sarkub Share:
Share

Serial Akidah: Meluruskan Kesalahan Afrokhi Dalam Buku Putih Kyai NU

Setelah kami teliti dengan seksama semua pernyataan Afrokhi dalam Buku Putih Kyai NU-nya, kami menemukan beberapa pernyataan yang perlu diklarifikasi dan diluruskan terkait dengan penilaian syirik dan kufur terhadap warga Nahdliyyin. Padahal Afrokhi belum pernah menjelaskan secara detail tentang makna syirik yang sebenarnya. Diantara pernyataan Afrokhi adalah sebagai berikut:

“Meskipun sudah bersyahadat… jadinya ya ustadz syirik atau kyai musyrik, menyuruh bertaubatan nasuha.” (Lihat Buku Putih Kyai NU, halaman 33 dan 36)

Sekarang kita buktikan siapa yang patut disebut ustadz syirik? Afrokhi ataukah warga Nahdliyyin..?!

Dalam masalah tauhid, Afrokhi telah mengadopsi doktrin Wahhabisme yang mengikuti konsep Ibnu Taimiyah dalam membagi tauhid menjadi tiga. Salah satunya adalah Tauhid al-Asma Wal-Shifat, yaitu menetapkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT yang sesuai dengan arti literal (zahir)nya yang telah dikenal di kalangan umat manusia (Lihat Buku Putih Kiai NU, hal. 96-98). Konsep tersebut justru telah menjerumuskan Afrokhi dalam menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Metode ngawur Afrokhi tersebut telah mengakibatkan penyamaan Allah SWT dengan makhluknya. Ia tidak menyadari bahwa keyakinan mujassimah-nya dapat menjerumuskannya ke dalam kubangan lumpur kemusyrikan. Sementara warga Nahdliyyin mensucikan Allah dari makhluk-Nya. Dari sini kita patut bertanya: “Siapakah yang berhak disebut syirik?” Apakah warga Nandliyyin yang mensucikan Allah dari makhluk-Nya atau Afrokhi yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya…! Kami kira pembaca dapat menjawab pertanyaan ini dengan hati yang mendalam.

Apabila Afrokhi bersikeras tetap mensyirikkan warga Nandliyyin, padahal ia sendiri tidak mengerti makna syirik yang sebenamya, maka ‘bagai mendulang air, terpercik muka sendiri’ kami merasa khawatir hukum syirik dan kufur ini justru akan kembali kepada Afrokhi sendiri.

Ibn Taimiyah dalam kitabnya al-Roddu ‘ala al-bakri menyebutkan hadits:

وفي الصحيح ايضا عن النبي صل الله عليه وسلم قال لايرمي رجل ججلا بالكفر والفسوق الاردت عليه اِذا لم يكن لذلك اَهلا

“Dalam kitab shohih —di sebutkan- dari Nabi SAW beliau bersabda: bila seseorang menuduh kufur dan fäsiq kepada yang bukan ahlinya maka tuduhan tersebut akan mengena kepadanya”. (al-Roddu `ala al­bakri Juz 2 Hal. 704)

Berdasarkan keterangan diatas, hendaknya setiap muslim untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan vonis kufur dan syirik kepada sesama muslim. Padahal ia sendiri tidak mengerti makna syirik dan kufur yang sebenarnya, sebagaimana yang dilakukan Afrokhi kepada warga Nahdliyyin.

 

Afrokhi juga mengatakan bahwa pada awal mulanya ia termasuk orang yang menjalankan amaliah yang sekarang diyakini sebagai Amaliah berbau kesyirikan. Pernyataan ini tertulis jelas pada sampul belakang bukunya. Dari sini perlu adanya kejelasan, apakah yang dimaksud dengan pernyataan Afrokhi “berbau kesyirikan” tersebut?.

Kalau yang dimaksud kesyirikan disini adalah syirik yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam (murtad), berarti Afrokhi telah meyakini bahwa dirinya pernah murtad hingga berumur ± 35 tahun. Lantas apakah selama ia murtad si Afrokhi sudah mengqadla shalatnya ataukah belum?. Demikian pula seputar hukum-hukum orang yang murtad, apakah Afrokhi sudah mengulang akad nikahnya atau belum? sebab shalat dan nikahnya orang murtad tidak sah. Kami sendiri yakin bahwa Afrokhi adalah Muslim sejak lahir karena Afrokhi dilahirkan dari sepasang suami istri yang Muslim dan Muslimah. Wallahu Alam Bisshowab.

Afrokhi Nggak Bisa Ngaji

Dalam menisbatkan syirik kepada umat Islam khususnya warga Nandliyyin, Afrokhi sangat kelihatan sekali kebodohan dan kecerobohannya. Karen banyak sekali sisi fatalitas di dalam menerjemahkan ayat-ayat al Qur’an dan hadits Nabi, antara lafazh dan makna tidak ada kaitannya sama sekali “jauh panggang dari api”. Di samping itu, penulisan Arabnya tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Di sini kami heran apakah Afrokhi memang sengaja merubah makna al Quran dan hadits, atau sekedar mencari fulus yang tidak berjalan mulus, sehingga ia yang nggak bisa ngaji mengartikan ayat begitu saja.

Salah satu ayat al-Qur’an yang digunakan Afrokhi sebagai hujjah (argumen) menisbatkan syirik terhadap warga Nahdliyyin dalam bukunya Buku Putih Kyai NU halaman 31 adalah al-Qur’an surat al-Zumar ayat 3:

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

 

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik) dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah SWT (berkata): (Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya”. (QS : al Zumar : 3)

 

Masyaallah, Afrokhi menggunakan ayat al-Qu’ran ini untuk mensyirikkan warga Nahdliyyin, seperti menyamakan perbuatan ngalap berkah dan tawassul dengan perbuatan orang-orang pada zaman Jahiliyyah yang menyembah berhala dengan dalih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Padahal, warga NU tidak pernah mengajarkan untuk menyembah kepada selain Allah SWT, walau dengan dalih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan tawassul adalah suatu bentuk permohonan kepada Allah SWT dengan perantara seorang Nabi atau wali yang sudah meninggal.

 

Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  • Tuduhan yang telah dilancarkan oleh Afrokhi kepada warga Nahdhiyin dan penisbatan syirik kepada mereka adalah tidak pada tempatnya dan isapan jempol belaka.
  • Pengertian syirik yang diusung Afrokhi tidak bisa dituduhkan kepada warga NU.
  • Amaliah-amaliah warga NU, termasuk amaliah yang masyru’ (disyariatkan) sesuai dengan tuntunan al Qur’an dan sunnah.

Semoga penjelasan sederhana ini dapat memberikan manfa’at dan barakah kepada kita. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada Afrokhi dan orang yang telah membantunya. Amiin.

 

(Ditulis kembali oleh Tim Sarkub dari Buku “Meluruskan Kesalahan Buku Putih Kyai NU” – Tim FBMPP Kediri)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

12 Responses

  1. masko21/04/2012 at 09:17Reply

    maaf, melihat pembahasan ttg afrokhi ini keliatan banget ketololan tim sarkub.. sumpah.. keliatan begonya.. apalagi liat isi website thariqat sarqubiyah ini.. innaa lillaah wa innaa ilaihi rraji’uun.. keliatan jahil banget.. sumpah..

  2. Abu Faraqna21/04/2012 at 13:33Reply

    Untuk Masko… Apa yang antum katakan benar dan tidak salah. Tim sarkub yg mengaku dirinya aswaja tapi apa yang didakwahkannya jauh dari apa yang disampaikan Rasululloh.
    “Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (QS. Al Kahfi : 5)

    • BINTANG RAYA14/08/2012 at 23:02Reply

      si masko n abu gosok furaqna kebakaran jenggot. namun gue sudah hafal tabiat mereka. ketika kebobrokan aqidah mereka yang rapuh terbongkar paling banter berdalil mengkafirkan orang lain n terakhir ngacir pulang malu..

  3. gianmiko@ymail.com21/05/2012 at 14:49Reply

    Namanya saja buku putih, ya sama saja dengan hidung belang

  4. gianmiko@ymail.com31/05/2012 at 19:55Reply

    Yang ngebela Afrokhi pasti tidak tahu siapa afrokhi yang sebenarnya, delapan tahun aku bersamanya semenjak umur 12 th. Aku juga membeli kitab Bukhory (4 jilid) pengen sekali ngaji sama afrokhi waktu itu, tetapi sampai tamat kitab itu tetap baru. itulah afrokhi

  5. gianmiko@ymail.com31/05/2012 at 20:03Reply

    buat Masko, tidaklah perlu sumpah2

  6. jhon05/07/2012 at 17:08Reply

    terlepas siapa Afrokhi dan benar atau salah idenya. saya hanya menyoroti kalimat tim Sarkub “Sedangkan tawassul adalah suatu bentuk permohonan kepada Allah SWT dengan perantara seorang Nabi atau wali yang sudah meninggal” masya Allah sudah jauhkan kita dari Allah, sehingga memohon kepada Allah saja perlu perantara orang yang sudah meninggal?? padahal kita disyariatkan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal.

  7. gianmiko@ymail.com06/07/2012 at 13:14Reply

    buat jhon: sdh byk bahasan mas’alah tawasul ini,slhkan mencari sendiri refferensinya hasilnya adalah iktilaf
    jadi kalo diperdebatkan tdk ada habisnya

  8. gianmiko@ymail.com06/07/2012 at 13:16Reply

    maksudku ikhtilaf

  9. Abdul Z29/10/2014 at 02:06Reply

    sekarang banyak aswajah gadungan yg bergentayangan mencari mangsa. Bahkan Rasulullah saw. juga mengingatkan terjadinya kelangkaan ulama penegak ajaran Nabi saw. secara murni dan muncul ulama-ulama gadungan yang menyebarkan kesesatan di tengah umat Islam. Ini merupakan Tantangan Para juru dakwa apakah ia merasa aman dari kecaman, pengucilan, pencemoohan, tudingan sesat, bahkan pengerahan massa atas dirinya. Sehingga ia tak bernyali dan berubah 180 derajat, yang dulunya bertauhid menjadi pelaku kesyirikkan, yang dulunya diatas sunnah menjadi pelaku bid’ah, yang dulunya tegas dengan orang-orang ahli bid'ah, sekarang malah menjadi ulama-ulama Ahlus Sunnah gadungan yang bermuamalah dan membelanya, bahkan ikut andil dalam menyebarkan kesesatan di tengah umat Islam. Padahal yang demikian adalah sikap yang menunjukkan kurang rasa cemburu, kerendahan, dan keimanan yang lemah. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam pun juga begitu perjuangannya, malah lebih hebat lagi tantangannya, diusir keluar dari Mekkah bahkan sampai mau dibunuh oleh kafir Quraisy. Mudah-mudahan ini akan semakin membuka cakrawala para kyai yang kini tengah berkubang dalam kesesatan, sehingga mereka bisa meninggalkan kebid’ahan agar mereka tidak menjadi sebagai seorang panutan yang menyesatkan dari jalan Allah Ta’ala. Sehingga mereka betul-betul menjadi sosok alim yang faqih yang bisa dijadikan umat sebagai rujukan ilmu dan bisa mewujudkan ulama pewaris para nabi (Al-‘Ulamaa` waratsatul Anbiyaa`) sarkub tak sadar sebagai pelaku bid'ah & syirik.

  10. Mustabi22/11/2014 at 00:41Reply

    @Abdul Z..
    Yes, kami bangga disebut pelaku bid’ah. Setidaknya kami tidak menjadikan bid’ah sebagai dasar hukum dalam menentukan kadar keimanan seorang muslim. Untuk syirik? Hehehe… biar Allah yang menetukan kami syirik atau tidak.

  11. Abdul Hafid13/11/2019 at 19:46Reply

    pengen bangat bukunya, bisa dapat dimana ya ?

Tinggalkan Balasan