Adakah Bid’ah Hasanah?

Sarkub Share:
Share

Kita telah sering menjelaskan bahwa bid’ah itu terbagi 2 atau 5 macam, yaitu bid’ah yang mubah, bid’ah yang mandub, bid’ah yang wajib (ketiga macam ini biasa disebut bid’ah hasanah atau mahmudah), bid’ah yang makruh, dan bid’ah yang haram (yang dua ini biasa disebut bid’ah sayyi’ah atau madzmumah). Namun sebagian kaum terus saja menolaknya dengan perkataan-perkataan yang mereka sendiri tidak benar-benar memahaminya.

dalam (Hilyatul Auliya’ 9/113)

حدثَنَا حَرْمَلَة بْنُ يَحْيَى قَالَ : سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِي يَقُوْلُ : البِدْعَةُ بِدْعَتَانِ بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَذْمُومٌ، وَاحْتَجَّ بِقَوْلِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ : نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هِيَ

Imam Nawawi berkata dalam al-Minhaj:

قال العلماء: البدعة خمسة أقسام: واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة، فمن الواجبة نظم أدلة المتكلمين للرد على الملاحدة والمبتدعين وشبه ذلك، ومن المندوبة تصنيف كتب العلم وبناء المدارس والربط وغير ذلك، ومن المباح التبسط في ألوان الأطعمة وغير ذلك، والحرام والمكروه ظاهران

Berkata para Ulama: Bid’ah itu lima bagian, yaitu bid’ah yang wajib, yang mandub, yang mubah, yang makruh dan yang haram. Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil–dalil pada ucapan–ucapan yang menentang kemungkaran, dsb. Contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku-buku ilmu syariah, membangun majelis ta’lim dan pesantren, dsb. Dan bid’ah yang mubah adalah bermacam–macam dari jenis makanan, dsb. Dan bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui.

Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i meriwayatkan bahwa Imam Syafi’i berkata: “Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara baru yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’. Inilah bid’ah dholalah/sesat. Kedua, adalah perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela.”

Mari kita kutip perkataan Shaykh Ibn Taymiyyah pedoman ulama wahhabi(tentang adanya bid ah hasanah ) di dalam Majmu’ al-Fatawa (20/163):

ومن هنا يعرف ضلال من ابتدع طريقاً أو اعتقاداً زعم أن الايمان لا يتم إلا به، مع العلم بأن الرسول لم يذكره، وما خالف النصوص فهو بدعة باتفاق المسلمين، وما لم يعلم أنه خالف…ها فقد لا يسمى بدعة، قال الشافعي رحمه الله: البدعة بدعتان: بدعة خالفت كتاباً وسنة وإجماعاً، وأثراً عن بعض (أصحاب) رسول الله صلى الله عليه وسلم، فهذه بدعة ضلالة، وبدعة لم تخالف شيئاً من ذلك فهذه قد تكون حسنة لقول عمر: [نعمت البدعة هذه] وهذا الكلام أو نحوه رواه البيهقي بإسناده الصحيح في المدخل

Banyak dari kalangan wahhabi salafy memberi terjamahan dan pemahaman yang salah dalam hadist berikut

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

lalu di artikan ““ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak “

arti dan pemahaman yang benar adalah :” Barangsiapa yang melakukan perkara baru dalam urusan kami yaitu urusan syare’at kami yang bukan termasuk darinya, tidak sesuai dengan al-Quran dan hadits, maka perkara baru itu ditolak “

Makna tsb sesuai dengan statement imam Syafi’i yang sudah masyhur :
ما أُحدِثَ وخالف كتاباً أو سنة أو إجماعاً أو أثراً فهو البدعة الضالة، وما أُحْدِثَ من الخير ولم يخالف شيئاَ من ذلك فهو البدعة المحمودة

“ Perkara baru yang menyalahi al-Quran, sunnah, ijma’ atau atsan maka itu adalah bid’ah dholalah / sesat. Dan perkara baru yang baik yang tidak menyalahi dari itu semua adalah bid’ah mahmudah / baik “

– Istidlal ayatnya (Pengambilan dalil dari Qurannya) :

وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ

“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)

– Istidlal haditsnya (pengambilan dalil dari haditsnya) :

مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)

Dalam ilmu Balaghoh :

Dalam hadits tsb memiliki manthuq dan mafhumnya :

Manthuqnya “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang tidak bersumber dari syareat, maka dia tertolak “, misalnya sholat dengan bhsa Indonesia, mengingkari taqdir, mengakfir-kafirkan orang, bertafakkur dengan memandang wajah wanita cantik dll.

Mafhumnya : “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang bersumber dari syareat, maka itu diterima “ Contohnya sangat banyak skali sprti pembukuan Al-Quran, pemberian titik al-Quran, mauled, tahlilan, khol, sholat trawikh berjama’ah dll.

Berangkat dari pemahaman ini, sahabt Umar berkata saat mengkumpulkan orang-orang ungtuk melakukan sholat terawikh berjama’ah :
نعمت البدعة هذه “ Inilah sebaik-baik bid’ah “
Dan juga berkata sahabat Abu Hurairah Ra :

فَكَانَ خُبَيْبٌ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْقَتْلِ (رواه البخاريّ)

“Khubaib adalah orang yang pertama kali merintis shalat ketika akan dibunuh”.
(HR. al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi, Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf)ز

Jika semua perkara baru itu buruk, maka sahabat2 tsb tidak akan berkata demikian.

Nah sekarang kita cermati lagi makna hadits di atas dari wahhabi salafi :

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Hadits ini mereka artikan :

Pertama : “ Barangsiapa yang berbuat hal baru dalam agama, maka ia tertolak “

Jika mreka mngartikan demikian, maka mereka sengaja membuang kalimat MAA LAITSA MINHU-nya (Yang bersumber darinya). Maka haditsnya menjadi : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا ُ فَهُوَ رَدٌّ

Kedua : “ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak “

Jika merka mngartikan seperti itu, berarti merka dengan sengaja telah merubah makna hadits MAA LAITSA MINHU-nya MENJADI MAA LAITSA MA-MUURAN BIHI (Yang tidak ada perintahnya). Maka haditsnya menjadi : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا ليَْسَ مَأمُوْراً بهِ فَهُوَ رَدٌّ

Sungguh ini sebuah distorsi dalam makna hadits dan sebuah pengelabuan pada umat muslim.

Jika mereka menentang dan berdalih : “ Bukankah Rasul Saw telah memuthlakkan bahwa semua bid’ah adalah sesat, ini dalilnya :
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه أبو داود

Maka kita jawab : Hadits tsb adalah ‘Aam Makhsus (lafadznya umum namun dibatasi) dgn bukti banyak dalil yang menjelaskannya sprti hadits 2 sahabat di atas. Maksud hadits tsb adalah setiap perkara baru yang brtentangan dgn al-quran dan hadits.

Perhatikan hadits riwayat imam Bukhori berikut :

أشار سيدنا عمر ابن الخطاب رضي الله عنه على سيدنا أبو بكر الصديق رضي الله عنه بجمع القرآن في صحف حين كثر القتل بين الصحابة في وقعة اليمامة فتوقف أبو بكر وقال:” كيف نفعل شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه وسلم؟”
فقال له عمر:” هو والله خير.” فلم يزل عمر يراجعه حتى شرح الله صدره له وبعث إلى زيد ابن ثابت رضي الله عنه فكلفه بتتبع القرآن وجمعه قال زيد:” فوالله لو كلفوني نقل جبل من الجبال ما كان أثقل علي مما كلفني به من جمع القرآن.” قال زيد:” كيف تفعلون شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه وسلم.” قال:” هو والله خير” فلم يزل أبو بكر يراجعني حتى شرح الله صدري للذي شرح له صدر أبي بكر وعمر رضي الله عنهما
.

“ Umar bin Khothtob member isayarat kpd Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf ktika melihat banyak sahabat penghafal quran telah gugur dalam perang yamamah. Tapi Abu Bakar diam dan berkata “ Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasul Saw ?” MaKA Umar menjawab “ Demi Allah itu suatu hal yang baik “. Beliau selalu mengulangi hal itu hingga Allah melapangkan dadanya. Kmudian Abu bakar memrintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Quran, maka Zaid berkata “ Demi Allah aku telah terbebani untuk memindah gunjung ke satu gunung lainnya, bagaimana aku melakukan suatu hal yang Rasul Saw tdiak melakukannya ?” maka Abu bakar mnjawab “ Demi Allah itu suatu hal yang baik “. Abu bakar trus mngulangi hal itu hingga Allah melapangkan dadaku sbgaimana Allah telah melapangkan dada Umar dan Abu Bakar “.

Coba perhatikan ucapan Umar dan Abu Bakar “ Demi Allah ini suatu hal yang baik “, ini menunjukkan bahwasanya Nabi Saw tidak melakukan semua hal yang baik, sehingga merka mngatakan Rasul Saw tidak pernah melakukannya, namun bukan berarti itu buruk.

Jika merka mengatakan sahabat Abdullah bin Umar telah berkata :
كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
“ Setiap bid’ah itu sesat walaupun orang-orang menganggapnya baik “.

Maka kita jawab :

Itu memang benar, maksudnya adalah segala bid’ah tercela itu sesat walaupun orang-orang menganggapnya baik. Contohnhya bertaqarrub pd Allah dengan mndengarkan lagu dangdutan..

Jika sahabat Abdullah bin Umar memuthlakkan bahwa semua bid’ah itu sesat tanpa trkecuali walaupun orang2 mengangaapnya baik, lalu kenapa juga beliau pernah berkata :

بدعة ونعمت البدعة “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “
Saat beliau ditanya tentang sholat dhuha. Lebih lengkapnya :

عن الأعرج قال : سألت ابن عمر عن صلاة الضحى فقال:” بدعة ونعمت البدعة
“ Dari A’raj berkata “ Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang sholat dhuha, maka beliau menjawab “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “.

Apakah pantas seorang sahabat sprti Abdullah bin Umar tidak konsisten dalam ucapannya alias pllin-plan ?? sungguh sangat jauh dr hal itu.

KESIMPULAN :

– Cara membedakan bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah adalah :
والتمييز بين الحسنة والسيئة بموافقة أصول الشرع وعدمها
“ Dengan sesuai atau tidaknya dengan pokok-pokok syare’at “.

– Orang yang mengartikan hadits :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Dengan : “ Barangsiapa yang melakukan hal baru maka itu tertolak “ atau “ Barangsiapa yang melakukan hal baru tanpa ada perintahnya maka ia tertolak “.

Orang yang mengartikan seperti itu, berarti ia telah berbuat bid’ah dholalah / sesat, karena tidak ada dasarnya sama sekali baik dari Al-Quran, hadits maupun atsarnya..Dan telah sengaja merubah makna hadits Nabi Saw tersebut..dan kita tahu apa sanksi bagi orang yang telah berdusta atas nama Nabi Saw..Naudzu billahi min dzaalik..

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

9 Responses

  1. Iwan ajegsaka06/12/2011 at 23:41Reply

    Alhamdulillaah,Terimakasih ki untuk menu sarapannya

  2. Drs.H.Fathur Rohman Muddassir,MH.03/05/2012 at 07:41Reply

    zaman Nabi beribadah ke Mekkah berjalan kaki, naik onta atau berkuda, kini naik garuda dsb. padahal garudanya nggak makan rumput cuman minum BBM, berarti barang baru (muhdatsatuha, kira2 sesat (dlolalah)atau baik (hasanah) barang baru tersebut, banyak lagi contoh dalam kehidupan di planet ini yang di zaman Nabi saw nggak ada contohnya, padahal semuanya untuk ibadah… ibadah mahdloh, ibadah sosial, ibadah siyasah (perjuangan) dan ibadah2 lainnya… kita ini diciptakan untuk ibadah dalam segala versinya… tentunya tak semua ada contoh di zaman Nabi, kecuali ibadah mahdloh… coba lebih murobba’ bila berpendapat atau berfikir dalam agama ini. Ilmu Allah itu amat sangat luas sekali….

  3. Abu Faraqna04/05/2012 at 08:54Reply

    Kalau masih boleh membuat ajaran/syariat baru, maka apa artinya ayat Al Qur’an dan hadist-hadits ini???

    Alloh telah menyatakan sendiri dalam firmannya yg mulia tentang kesempurnaan Islam. Apa makna dari sempurna??? Lengkap & tidak perlu ada tambahan syariat lagi. Barang siapa berani membuat bid’ah/syariat baru dalam islam berarti dia ragu kepada Allah dan kufur karena mendustakan ayat ini. Rasululloh saja tidak berhak membuat syariat baru apalagi antum orang-orang yg bodoh. Kita hanya diperintahkan Alloh untuk mengikuti / ittiba’ pada Rasululloh bukan pada yang lainnya sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam Al Qur’an sbb :

    Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran : 31)

    “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’aam : 153)

    “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al Jaatsiyah :18)

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujuraat : 1)

    “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An Nisaa’ : 69)

    “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka” (QS. An Nisaa’ : 80)

    “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih” (QS. Al Fath : 17)

    “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)

    Untuk itu maka janganlah kita sekali-kali berani menyelisihi apa yang telah Rasululloh sampaikan dan dakwahkan karena diakhirat nanti Rasululloh akan menjadi saksi atas apa yg telah kita lakukan didunia sebagaimana Allah firmankan :
    41.Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu[a]). 42. Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah[b], dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun. (QS. An Nisaa’ : 41-42)
    Note:
    a. Seorang nabi menjadi saksi atas perbuatan tiap-tiap umatnya, apakah perbuatan itu sesuai dengan perintah dan larangan Allah atau tidak.
    b. Maksudnya: mereka dikuburkan atau mereka hancur menjadi tanah
    Inilah ancaman bagi mereka yang kufur & mendustakan firman Allah. “Maka serahkanlah (Ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Qur’an),nanti Kami akan menarik mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh.( QS.Al Qalam :44-45)

    “Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami (dari Agama kami), maka tertolaklah amalnya tersebut” (HSR.Muslim : 5/133, Abu Dawud : 4606, Ahmad : 6/73)

    “Barangsiapa yang mengadakan di dalam urusan (Agama) Kami ini apa-apa yang tidak ada darinya, maka tertolaklah dia” (HR. Bukhari juz 3 dan Muslim juz 5)

  4. sarjal04/05/2012 at 09:57Reply

    akeh kang apal Qur’an hadise,seneng ngafirke marang liyane… kafire dewe ra di gatekke… mulo atine peteng lan nisto

  5. Abu Nawfal18/05/2013 at 15:33Reply

    Kalau dipikir, rasanya semua bid’ah kok hasanah ya…..Yasinan, tahlilan, genduren, muludan dan lain sebagainya adalah bid’ah hasanah.

    Tolong dong ….. Aku lagi bingung, apa ya contoh dari bid’ah yang dholalah itu. Tapi ya jangan diberi contoh sebuah perbuatan yang memang hukumnya dosa atau maksiat atau kemungkaran. Karena itu jelas bukan bid’ah.

    Contoh: Memakai Narkoba. Narkoba memang barang haram meskipun pada zaman Nabi belum ada narkoba. Jadi jangan dibilang pakai narkoba adalah bid’ah dholalah. Aku cuma pengin contoh yang nyata tentang bid’ah dholalah, karena aku telah mencari kesana kemari belum ketemu…..

    Toloooooooonnnnnnngggg……………….

    • Ipmawan Rdt30/03/2015 at 06:57Reply

      Contoh bi’ah dholalah adalah yang bertentangan dengan syariat adalah =
      Menyakini dirinya adalah nabi terakhir setelah Nabi Muhammad saw seperti Mizan gulam ahmad nabinya orang orang ahmadiyah atau orang-orang yang mempercayai nya, dan juga sholat pakai bahasa Indonesia kalau gak salah itu terjadi di daerah malang jatim maaf yg ini rada lupa daerah nya, dan juga wanita yang jadi imam dlm sholat jumat seperti yang pernah terjadi di Amerika.. Dll

    • Ipmawan Rdt30/03/2015 at 07:07Reply

      Contoh Bid’ah dholalah lain adalah orang-orang yang suka merubah makna hadits atau al-qur’an dan di sesuaikan dengan makna keinginanya sendiri atau golongannya seperti orang orang Wahabi salafi sbb ni kaum juga suka merubah kitab kitab ulama yang dahulu.

  6. raka hasani18/05/2013 at 16:16Reply

    @abu naufal

    klo tauhid di bagi jadi 3 bida’ah apa bukan…?

    • solikin30/10/2013 at 15:18Reply

      wah kang raka, itumah bukan bid’ah itu mah penyesatan yang nyata

Tinggalkan Balasan