Hikmah Kunjungan Habibana Umar bin Hafidh

Sarkub Share:
Share

Sebutir Hikmah Sang Murabbi Ruhi Al Habib Umar bin Hafidz

Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz HafizhahuLLAAHu Ta’ala ‘anhu wa matta’anaLLAAHu thula hayatih wa nafa’naLLAAHu bi ‘ilmih wa du’aih,
Beliau semalam (17/11) sedang di pejaten menyelesaikan kunjungan terahirnya ke kediaman ketua rabithah Alawiyyah Al Habib Zein bin Smith, setelah itu beliau kembali ke bumi 1000 wali, negeri Tarim Hadhramaut di Yaman Selatan.

Beliau pulang dengan membawa sejuta hikmah, sejuta doa, sejuta zikir, sejuta air mata dan sejuta ilmu serta kisah bagi murid-muridnya dan para pengikutnya..
Sosok beliau yang sederhana, lisannya yang selalu basah dengan DzikruLLAAH, matanya yang lebih banyak memandang ke bumi dan senyumnya yang selalu tersungging di bibir walau kepenatan dan acara yang padat luar biasa, mengingatkan kita semua pada sosok nenek moyang beliau yaitu Al Habib Al Mahbub Al Musthafa RasuluLLAAH SAW.

Dalam kepergian sang Murabbi Ruhi tersebut meninggalkan berbagai atsar (dampak dan pengaruh) pada kita semua dan pada para pengikut dan pencintanya di negeri ini, dari nasehat nasehat beliau yang sangat penting saya coba merangkum tuliskan dibawah ini mudah-mudahan
bermanfaat bagi saya dan kita semua.

Pertama guru mulia tekankan kepada kita semua agar jangan sampai tertipu dengan segala harta benda yang dimiliki oleh orang kafir, karena yang memiliki kekuasaan hanyalah Allah semata, segala apa yang mereka punya bahkan perusahaan airpun tidaklah dapat disombongkan karena dengan izin Allah swt,  Rasulullah saw dapat memancarkan air dari jemarinya dan dapat memenuhi keperluan 1500 orang, bahkan kata Anas bin malik ra,  andaikata 100,000 orangpun akan tercukupi, sedangkan mereka(kafir) tidak dapat berbuat yang demikian.

Kedua, datangnya musibah karena perkara Riba sudah dilakukan dengan terang-terangan, Berapa banyak muktamar ataupun simposium dilakukan tidak dapat menyelesaikan masalah ummat, Rasulullah saw bahkan terang terangan menyatakan perang dengan riba dan para pelakunya.. (astagfirullah. ..) Pentingnya meminta ridho kepada Allah swt,orang yang bahagia di malam ini adalah yang berhasil mendapatkan Ridho Allah swt, seperti halnya Dzulbijadain di zaman Rasulullah saw yang berani menukar seluruh hartanya hingga menyisakan dua pakaian yang lusuh saja hanya semata-mta mengharap ridho Allah Swt, alangkah beruntungnya Dzulbijadain di sa’at meninggal sampai Rasulullah saw turun sendiri ke lubang kuburnya,, Subhanallah..
Dari sedikitnya tiga hal penting diatas, dapatlah kita mengambil atsar/pengaruh untuk menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari;

  • Ada beberapa kelompok dengan atsar berbeda-beda setelah yang mulia habibana pulang kembali ke tarim Ada kelompok yang sibuk dengan kegiatan habibana, mengganti profil dengan yang berbau habibana, hingga memposting foto-foto habibana namun melakukan itu semua dengan semangat hanya sekedar ingin dianggap dekat dengan sang Murabbi Ruhi. Mereka merasa puas dengan berfoto bersama Sayyidul Habib atau mencium tangan beliau walau kerap kali sampai harus saling mendorong saudaranya yang lain bahkan sampai menyakiti tubuh sang Murabbi Ruhi. Sayangnya setelah hajatnya terpenuhi, mereka ini kembali seperti asalnya,tidak dapat mengambil hikmah dari nasehat habibana,yang menggunjing tetap menggunjing, yang terlambat shalat tetap terlambat sholat, yang suka pinjam duit ke bank, koperasi atau renternir tetap dilakukan, padahal habibana sangat jelas melarang melakukan riba, Jika kita termasuk yang demikian maka ketahuilah kita termasuk orang-orang yang merugi.. NastaghfiruLLAA Hal ‘azhim. 
  • Ada golongan lain yang lebih parah dari itu, mereka berlomba mendekati, mencium tangan atau bahkan mengundang sang Guru Mulia hanya demi untuk membesarkan diri pribadinya, agar dianggap mulia oleh manusia yang lain, sehingga ia lebih membesarkan nama mereka sendiri ketimbang Sang Guru. Sang Guru Mulia dijadikan alat untuk menganggap diri sangat mulia hanya demi kepentingan hubbuz zhuhur (senang dipuji), riya’ (senang dilihat orang), sum’ah (senang didengar orang), yang semua demi kepentingan dunianya semata. Orang-orang ini adalah orang-orang yang celaka.. NaudzubiLLAAHi min dzalika.

Ada pula kelompok ketiga, adalah mereka yang amat tulus mencintai sang Murabbi Ruhi, khusyu’ mengaminkan doa beliau, menangis mendengar arahan-arahan beliau dan bersemangat mengubah dirinya, walau mungkin mereka tidak sempat mencium tangan atau berfoto dengan sang Murabbi Ruhi, bukan karena tidak mau, tapi karena khawatir menyakiti beliau yang selalu diserbu orang banyak. Mungkin mereka ini hanya sempat duduk dipojok-pojok yang jauh, tapi hati mereka terpaut dengan sang Murabbi Ruhi, nafas mereka seirama dengan lantunan doa sang Murabbi, hati mereka tunduk pada pencipta-NYA seperti tunduknya sang Murabbi, dan batin mereka naik ke langit mengikuti naiknya jiwa sang Murabbi untuk hanya bersimpuh menghamba pada sang Maha Rahman pencipta mereka semua. Selanjutnya pulang ke rumah dengan membawa ilmu dan bersungguh sungguh mengamalkannya, tidak hanya sekedar menangis bertaubat di depan habibana saja, tetapi mulai menjaga diri dari semua maksiat, menjauhi riba, menjaga silaturrahmi dan beramal ikhlas hanya semata mencari ridho Allah swt ;

Mereka inilah sebagaimana yang digambarkan bahwa Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,

“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”.

Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?!”.
“Lalu bagaimana Anda bisa melihat-Nya?!”, tanyanya kembali.

Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati seorang yang tunduk sujud sepenuhnya kepada-Nya”.

Imam Qusyairi mengatakan, “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.

Munajat Syaikh Ibnu Athoillah,

“Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata.
Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan.

Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan”.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan,

“Mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar.

Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.
Semoga kita semua termasuk golongan ini, dan semoga kita dijauhkan dari kelompok yang menipu akhirat demi kepentingan dunia, Amiin Amiin Amiin Yaa Rabb,,

Sumber : Habib Umar Bin Hafidz At PEJATEN, Selasa 17 November 2015 [Lokasi : Beit Habib Zein Bin Umar Bin Smith]

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan