Hubungan Tali Pernikahan Antara Keluarga Nabi SAW dan Sahabat

Sarkub Share:
Share

SKEMA1

Kecintaan antara para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad tidak terbatas pada pemberian nama pada putra-putranya, tetapi berlanjut sampai tingkatan pernikahan dan perbesanan. Misalnya, Sayyidina Umar menikah dengan Ummi Kultsum, putri Sayyidina Ali. Zaid bin Amr bin Utsman bin Affan menikah dengan Sukainah binti Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan menikah dengan Fathimah binti Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang kemudian berputra Muhammad Ad-Dibaj (Nasabu Ouraisy li al-Zubairi, juz IV/114 dan 120).

Perlu pula diketahui, Sayyidina Uts­man adalah keponakan sepupu Sayyidina Ali dari jalur ibunya yang bernama Arwa binti Baidha' binti Abdul Muththalib (Muruj adz-Dzahab li al-Mas'udi, juz 2/ 340). Dengan demikian, di tubuh Sayyi­dina Utsman juga mengalir darah Bani Hasyim.

Imam Muhammad Al-Baqir, ayahan­da Imam Ja'far Ash-Shadiq, menikah de­ngan cucu Sayyidina Abu Bakar, Ummu Farwah, putri Al-Qaslm bin Muhammad bin Abu Bakar. Ibu dari Ummu Farwah tersebut ialah Asma' binti Abdurrahman bin Abu Bakar, saudara sekandung 'Aisyah (Al-Kafi I/472). Dalam konteks inilah Imam Ja'far menyatakan, "Abu Ba­kar telah melahirkanku dua kali (yakni dari jalur kakek dan nenek dari ibunya)." (Ibn 'Anbah, Umdah ath-Thalib, hlm. 195).

Karenanya, apakah masuk akal jika Imam Ja'far Ash-Shadiq, yang mulia, mengajarkan caci maki kepada kakek­nya sendiri?

Simaklah perkataan Imam Ja'far ke­pada muridnya yang bernama Salim bin Abi Hafshah, "Wahai Salim, adakah se­orang cucu akan memaki kakeknya sen­diri? Abu Bakar adalah kakekku. Jika aku mengharapkan syafa'at dari Ali, tentu aku mengharapkan syafa'at yang sama dari Abu Bakar." ('Uqudal-Almas: 97).

Sebaliknya, salah se­orang putra Sayyidina Umar, yaitu Zaid bin Umar ibnul Khaththab, pernah mengatakan, "Aku adalah putra dua khalifah." Zaid bin Umar mengatakan de­mikian karena ia adalah putra dari buah pernikahan antara ayahnya, Khalifah Umar ibnul Khaththab, dan ibunya, Sayyidah Ummu Kultsum, putri Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Apa perlunya Imam Ja'far mengatakan bahwa la sampai dilahirkan-dua kali oleh Sayyidina Abu Bakar kalau ia tidak me­miliki kebanggaan terha­dap sosok Sayyidina Abu Bakar, dan untuk apa Zaid, putra Umar, mengatakan bahwa ia pun putra Sayyi­dina Ali jika ia tak memiliki kebanggaan terhadap so­sok Sayyidina Ali? Apakah perkataan keduanya hanya ucapan basa-basi atau se­kadar kata-kata iseng tak bermakna? Sungguh, ucapan Imam Ja'far dan Zaid bin Umar tentu tak akan pernah keluar dari lisan mereka berdua kecuali lantar­an adanya rasa bangga di hati keduanya terhadap sosok-sosok besar yang me­reka sebutkan itu.

Fakta sejarah lainnya, setelah wafat­nya Sayyidah Fathimah, Sayyidina Ali menikahi Asma' binti Umais Ganda Say­yidina Abu Bakar). Asma' binti Umais ter­sebut adalah perawat yang setia mene­mani Sayyidah Fatimah selama sakit di akhir hayatnya, padahal Asma' binti Umais pada waktu itu masih menjadi istri Abu Bakar (Al-Amali, juz 1/107). Al-lrbili mengatakan, Asma' binti Umais adalah orang yang turut memandikan jenazah Sayyidah Fathimah (Kasyful Ghummah, juz I, hlm. 237). Al-Majlisi mengukuhkan bahwa Sayyidah Fathimah berwasiat agar Asma' binti Umais turut mengkafani dan mengantarkan jenazah Sayyidah Fathimah, kemudian Asma' melaksana­kan wasiat tersebut (Jila'ul 'Uyun: 235, 242). Hal itu tidak mungkin dilakukan tan­pa seizin Abu Bakar sebagai suaminya. Sebab, seorang istri yang shalihah tak mungkin keluar rumah tanpa izin sang suami. Jika Asma' bukan wanita yang shalihah, tentu Sayyidina Ali tak akan menikahinya.

Fakta-fakta tersebut menambah ke­yakinan kaum Ahlussunnah wal Jama'ah bahwa Sayyidina Ali tidak ada masalah dengan Sayyidina Abu Bakar, bahkan Sayyidina Ali sejak awal turut membai'at Sayyidina Abu Bakar sebagai khalifah pertama, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Hibban (Irsyad as-Sari, juz VI, hlm. 377) dan Ibn Al-Atsir (Al-Kamil, juz 11/220). Dengan demikian, antara Sayyidina Ali dan Sayyidina Abu Bakar, pada hakikat nya di antara keduanya terjalin tautan kasih dan tambatan sayang yang kokoh, bak karang di tengah lautan, yang tak pernah goyah oleh deburan ombak yang dahsyat sekalipun. Begitu juga dengan Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman, dan para sahabat lainnya. Ini adalah bukti keberhasilan Nabi Muhammad dalam membimbing keluarga dan para sahabat.

Sejatinya, kalau dipikirkan dengan sederhana, semua umat Islam mengeta­hui bahwa Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar adalah mertua Rasul­ullah. Sayyidah 'Aisyah binti Abu Bakar dan Sayyidah Hafshah binti Umar dinikahi Rasulullah SAW. Sementara Sayyidah Ruqayyah dan Sayyidah Ummu Kultsum dinikahi oleh Sayyidina Utsman secara berurutan. Sedangkan Sayyidah Fathimah adalah istri Sayyidina Ali. Nabi SAW sebagai seorang yang ma'sum tentu tidak akan salah dalam memilih mertua dan menantu.

 

Dikutip Oleh: Tim Sarkub (www.sarkub.com)
dari MAJALAH ALKISAH N0. 08/16 – 29 APRIL 2012

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

One Response

  1. mamak13/05/2013 at 20:05Reply

    assalamu’alaikum,

    sarkub team@, mohon info dimana bisa dapatkan kitab maulidnya Ibnu Hajar Al Haitami “An Ni’matul Kubro Lil Alam”

Tinggalkan Balasan