Kedustaan Kaum Mu’tazilah dan Mujasimah Terhadap Imam Abu Hasan Al-Asy’ariy

Sarkub Share:
Share

Para ahli bid’ah telah banyak berusaha dalam menyisipkan kebohongan-kebohongan dan faham-faham palsu atas karya-karya ulama Ahlussunnah, tidak terkecuali terhadap karya-karya al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Mereka menyisipkan keyakinan-keyakinan yang sama sekali tidak pernah diyakini, di ajarkan atau dituliskan oleh beliau dalam karya-karyanya. Banyak ulama Ahlussunah yang telah membersihkan al-Imâm al-Asy’ari dari kedustaan-kedustaan tersebut, di antaranya al-Imâm al-Ustâdz Abu Nashr al-Qusyairi dengan risalahnya berjudul Syikâyah Ahl as-Sunnah Bi Hikâyah Ma Nâlahum Min al-Mihnan. Secara detail risalah ini dikutip oleh al-Imâm Tajuddin as-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah. Termasuk di antara yang juga membela al-Imâm al-Asy’ari dari berbagai kedustaan tersebut adalah al-Imâm Abu Bakar al-Bayhaqi dalam suratnya yang beliau tujukan kepada al-Wazir al-Amid al-Kandari. Risalah ini secara detail juga dikutip oleh al-Imâm Tajuddin as-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah.

            Di antara orang yang telah melakukan kedustaan besar terhadap al-Imâm Abu al-Hasan yang bahkan menyamakannya dengan Jahm ibn Shafwan (pemimpin kaum Jahmiyyah) adalah Ibn Hazm dalam karyanya berjudul al-Milal Wa an-Nihal. Ibn Hazm ini sangat benci terhadap al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari, hal ini sebagaimana  telah dituliskan oleh al-Imâm Tajuddin as-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah, sebagai berikut:

“Ibn Hazm ini adalah orang yang sangat nekad dengan ucapan-ucapannya, dan sangat cepat menghukumi dengan hanya adanya prasangka-prasangka pada dirinya. Para ulama dari madzhab kita (madzhab asy-Syafi’i) sudah sejak lama melarang membaca buku-buku karyanya. Karena karya-karyanya tersebut banyak dipenuhi dengan kedustaan-kedustaan terhadap para ulama Ahlussunnah. Banyak menyisipkan perkataan-perkataan sesat atas nama mereka tanpa sedikitpun mengukur klaimnya tersebut. Dia banyak mencaci-maki mereka karena pendapat-pandapat rusak yang mereka sendiri tidak pernah mengatakannya. Dalam bukunya; al-Milal Wa an-Nihal ia dengan nyata telah menyesatkan Imam Ahlussunnah; al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Bahkan dalam banyak bagian dari buku tersebut ia hampir terang-terangan mengatakan bahwa al-Imâm Abu al-Hasan seorang yang kafir. Dalam banyak bagian bukunya ini ia mengatakan bahwa al-Imâm Abu al-Hasan telah melakukan berbagai bid’ah. Dalam pandangan Ibn Hazm al-Imâm Abu al-Hasan ini tidak lain hanyalah seorang pelaku bid’ah.

Namun setelah saya meneliti secara cermat, saya menemukan bahwa Ibn Hazam ini adalah orang yang tidak mengenal siapa al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Berita tentang kepribadian al-Imâm Abu al-Hasan yang sampai kepadanya adalah berita-berita yang tidak benar. Ia hanya mendengar perkataan para pendusta yang kemudian ia membenarkan mereka. Anehnya ternyata bagi Ibn Hazm tidak cukup dengan hanya membenarkan saja, namun ia juga manambahkannya dengan berbagai cacian. Karena itu, Syaikh Abu al-Walid al-Baji, juga ulama terkemuka lainnya, telah membuat berbagai bantahan atas Ibn Hazm ini, yang dengan sebab itu Ibn Hazm kemudian dikeluarkan dari negaranya, hingga terjadi beberapa peristiwa (buruk) menimpanya yang telah dicatat dalam sejarah, termasuk di antaranya pembersihan atas tulisan-tulisannya serta peristiwa lainnya”.

            Asy-Syaikh al-‘Allâmah Arabi at-Tabban dalam Barâ-ah al-Asy’ariyyîn menuliskan sebagai berikut:

“Perkataan buruk Ibn Hazm tentang al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari ini tidak ubahnya seperti seekor kambing yang menyeruduk batu keras dan besar untuk menghancurkannya (artinya sama sekali tidak berpengaruh). Ibn Hazm ini tidak hanya mencaci maki al-Imâm Abu al-Hasan, namun ia juga melakukan hal yang sama terhadap para ulama agung lainnya. Karena itu Abu al-Abbas ibn al-Arif, seorang ulama terkemuka di wilayah Andalusia, berkata: “(Kebuasan) Pedang al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi dan (kebuasan) lidah Ibn Hazm terhadap umat ini adalah laksana dua orang bersaudara”. Padahal Ibn Hazm sendiri adalah seorang yang bingung dan rusak akidahnya. Dalam masalah sifat-sifat Allah ia menafikannya; ia persis mengambil faham Mu’tazilah. Bahkan dalam akidah ini ia memiliki kesesatan-kesesatan yang sangat banyak. Di antara perkara yang paling buruk dari antara itu semua, yang ia ungkapkan sendiri dalam bukunya al-Milal Wa an-Nihal, ialah bahwa boleh saja bagi Allah untuk mengambil seorang anak. Dalam menetapkan keyakinan rusaknya ini ia bersandar kepada firman Allah dalam QS. az-Zumar: 4: Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang Telah diciptakan-Nya”.

Adapun kesesatan Ibn Hazm dalam masalah furû’ maka sangat banyak sekali. Buku karyanya berjudul “al-Muhallâ” yang dikagumi oleh orang-orang lalai dan bodoh mencakup berbagai penyimpangan dalam masalah furû’. Karena itu, buku al-Muhallâ ini, juga karya-karyanya yang lain telah dibantah oleh para ulama Maghrib (Maroko). Mereka menamakan buku “al-Muhallâ” (semula maksudnya sebuah buku yang dihiasi dengan kebenaran) dengan nama “al-Mukhallâ” (artinya buku yang sama sekali tidak mengandung kebenaran). Di antara kitab karya para ulama sebagai bantahan atas buku Ibn Hazm ini adalah kitab berjudul al-Mu’allâ Fi ar-Radd ‘Alâ al-Muhallâ karya al-‘Allâmah asy-Syaikh Muhammad ibn Zarqun al-Anshari al-Isybili (w 721 H), sebuah kitab yang sangat representatif dalam mengungkap kesesatan-kesesatan Ibn Hazm. Termasuk juga yang telah membantah kesesatan Ibn Hazm dengan berbagai argmen kuat adalah asy-Syaikh Abu al-Walid al-Baji, yang karena beliau ini Ibn Hazm menjadi sosok yang tidak memiliki nilai bagi orang-orang Maghrib secara khusus, dan para ulama wilayah timur secara umum”[1]



[1] Barâ-ah al-Asy’ariyyîn, j. 1, h. 63-64

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

One Response

  1. DytaGrosir.com27/09/2012 at 01:03Reply

    Terima kasih atas artikel dan ulasannya. Semoga bermanfaat

Tinggalkan Balasan